Jun 25, 2022 20:58 Asia/Jakarta
  • G20
    G20

Dinamika di negara-negara Asia Tenggara pekan lalu diwarnai sejumlah isu penting termasuk presidensi G20 Indonesia yang akan mendorong strategi keluar dari pandemi

Co-Sherpa G20 Indonesia Dian Triansyah Djani mengatakan Indonesia melalui perannya sebagai presiden G20 tahun ini ingin memastikan adanya strategi keluar dari pandemi COVID-19.

“Meskipun sulit, tetapi jalur keuangan dan jalur sherpa kita sedang mengerjakan strategi untuk keluar dari pandemi ini,” ujar Trian dalam diskusi panel Y20 “Diversity and Inclusion in the G20—Opportunities for Policy Reform” yang berlangsung secara hibrida, Sabtu malam.

Strategi yang dimaksud akan mencakup distribusi dan akses yang adil terhadap vaksin, strategi pendanaan, serta inisiatif pencegahan, kesiapsiagaan, dan respons pandemi di masa mendatang.

Sebagai contoh nyata, Trian menyebut G20 terus mengupayakan Access to COVID-19 Tools (ACT) Accelerator yang merupakan kolaborasi global untuk mempercepat pengembangan, produksi, dan akses yang merata ke vaksin dan obat-obatan COVID.

“Kita ingin memastikan bahwa kepresidenan Indonesia membawa makna konkret di garis depan,” ujar dia.

Selain itu, dalam menjalankan kepemimpinannya Indonesia ingin membawa semangat inklusivitas dengan memastikan tidak ada yang tertinggal dalam proses pemulihan dari pandemi.

“Kita ingin berperan dalam membangun arsitektur kesehatan global sebagai salah satu prioritas utama, bersama dengan transformasi digital dan transisi energi,” kata Trian.

Sebelumnya, Juru Bicara Indonesia untuk G20 Siti Nadia Tarmizi mengatakan, para menteri kesehatan di Forum G20 menyusun kesepakatan pengembangan platform GISAID agar informasi data virus yang dilaporkan dari berbagai negara lebih beragam,

"G20 akan mengembangkan berbagi informasi data melalui konsep GSAID Plus untuk deteksi berbagai jenis patogen, virus, bakteri yang berpotensi memicu pandemi," kata Siti Nadia Tarmizi dalam keterangannya di acara Temu Media Pre-Event The First Health Ministerial Meeting yang diikuti dari Zoom di Jakarta, Jumat.

Global Initiative on Sharing All Influenza Data (GISAID) adalah platform berbagi informasi data virus influenza yang dilaporkan otoritas kesehatan dari berbagai negara di dunia. GISAID digagas pada KTT G20 Hamburg 2017.

Pada saat pandemi COVID-19, GISAID yang dikelola oleh organisasi nirlaba itu secara konsisten menampung berbagai data penelitian Whole Genome Sequencing (WGS) dari berbagai negara untuk mencermati segala bentuk mutasi virus influenza.

"Yang membedakan GSAID saat ini dengan GISAID Plus, ada pada perluasan jenis virus yang dilaporkan. Bukan hanya satu saja, influenza, tapi untuk semua jenis bakteri atau virus yang non-influenza juga dilaporkan dalam platform itu," katanya.

Nadia yang juga Sekretaris Ditjen Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan itu mengatakan Indonesia telah mengambil bagian dalam pelaporan WGS COVID-19 di platform GISAID.

Tujuannya, agar setiap negara dapat merespons secara cepat berbagai perubahan bentuk virus influenza yang berpotensi memicu gelombang pandemi.

"Indonesia juga sudah berbagi ke antarnegara, yaitu virus influenza di platform GSAID," katanya.

GISAID Plus juga diarahkan menjadi forum pengembangan ilmu pengetahuan di antara para peneliti dan institusi terkait di dunia dalam menyusun langkah mitigasi risiko pandemi di masa depan, kata Nadia menambahkan.

Dalam agenda The First Health Ministerial Meeting di Yogyakarta pada 20-21 Juni 2022, kata Nadia, para menteri kesehatan bersama menteri keuangan negara-negara G20 juga membahas mekanisme pendanaan kesehatan global, Financial Intermediary Fund (FIF), untuk operasional GSAID Plus.

"Bank Dunia dan Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) telah mengembangkan konsep FIF yang dikembangkan berdasarkan masukan negara anggota G20 dan akan menjadi bahan diskusi di level menteri kesehatan dan menteri keuangan," ujarnya.

Dirjen WHO Hadiri Pertemuan Menkes G20 di Yogya

Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus tiba di Yogyakarta untuk menghadiri pertemuan pertama Menteri Kesehatan G20 (The 1st G20 Health Ministers Meeting) pada 21 Juni 2022.

Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Kunta Wibawa Dasa Nugraha yang mengawali pertemuan dengan Thedros mengucapkan terima kasih atas kedatangan orang nomor satu di WHO tersebut.

Menurutnya, kedatangan Thedros pada pertemuan pertama Menkes G20 dapat memperkuat pemulihan sistem kesehatan global yang lebih kuat dan tangguh usai pandemi Covid-19.

"Dukungan dari WHO sangat luar bisa. Dengan beliau datang, harapan kami untuk Presidensi G20 bidang kesehatan bisa tercapai termasuk output dan outcome-nya," kata Kunta dikutip dari keterangan resmi, Minggu (19/6).

Kunta mengungkapkan Thedros bakal hadir pada pembukaan HMM sekitar pukul 09.00 WIB pada 21 Juni.

Pertemuan HMM akan dilanjutkan dengan diskusi untuk membahas lebih lanjut tiga agenda prioritas Presidensi G20 Indonesia.

Diskusi turut melibatkan negara undangan khusus serta organisasi seperti CEO CEPI, Sekjen OECD, perwakilan World Bank, perwakilan GAVI, dan Direktur Eksekutif Global Fund dan GISAID.

Pertemuan ini akan dipimpin langsung oleh Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin.

"Sebagai pimpinan Presidensi G20 bidang kesehatan, kita akan membahas 3 isu prioritas yakni resiliensi sistem kesehatan global, harmonisasi protokol kesehatan, pendanaan penanganan pandemi, dan sharing jejaring lab untuk genome sequensing," ujarnya.

Kunta ingin tiga gagasan Indonesia di pertemuan Menkes G20 bisa memperkuat kesehatan global dan menelurkan hasil untuk dibawa ke tingkat pertemuan yang lebih tinggi.

"Harapan kita, outcome dari Presidensi G20 Indonesia terutama Kelompok Kerja Bidang Kesehatan bisa tercapai" ujarnya.

Pertemuan akan dilaksanakan secara hybrid dan dihadiri oleh Menteri Kesehatan negara anggota G20 serta undangan khusus seperti Direktur Jenderal WHO, CEO CEPI, Sekjen OECD, dan Direktur Eksekutif Global Fund dan GISAID.

Juru Bicara G20 Kementerian Kesehatan, dr. Siti Nadia Tarmizi. M.Epid mengatakan pertemuan pertama ini bertujuan untuk menggalang dukungan dari Menteri Kesehatan G20 dalam upaya memperkuat sistem Kesehatan global serta penggalangan dana untuk menghadapi pandemi selanjutnya.

Hal ini sejalan dengan tema besar Presidensi G20 yakni “Strengthening Global Health Architecture, with Building Global Health System Resilience and Mutual Recognition for International Mobility, and Manufacturing Hub and Research”, yang menekankan pada tiga isu prioritas.

Adapun ketiga isu penting yang dibahas dalam HMM adalah pertama, membahas langkah-langkah yang diperlukan untuk membangun ketahanan sistem kesehatan global, baik melalui penggalangan sumber dana dengan pembentukan Financial Intermediary Fund (FIF), penggalangan sumber daya dengan mekanisme yang lebih permanen, serta berbagi informasi dan data melalui konsep model GISAID+ untuk patogen yang berpotensi menimbulkan pandemi.

Isu prioritas kedua, membahas hasil pertemuan Health Working Group (HWG) pertama yakni harmonisasi mekanisme verifikasi sertifikat vaksin digital COVID-19 untuk mempermudah perjalanan internasional melalui pembuatan Federated Public Trust Directory antarnegara G20 berlandaskan Mekanisme Sertifikat COVID 19 yang sesuai dengan standar WHO.

Kemudian, isu prioritas ketiga, membahas langkah-langkah untuk menjamin pemerataan pengembangan dan pendistribusian vaksin, obat, maupun peralatan kesehatan dalam menghadapi pandemi selanjutnya.

“Kerja sama global sangat penting untuk mengatasi pandemi saat ini dan memastikan kita siap menghadapi pandemi selanjutnya. Untuk itu, pertemuan ini menjadi momentum penting bagi G20 untuk menggalang dukungan dalam rangka meningkatkan kapasitas sistem Kesehatan nasional, regional dan global,” kata dr. Nadia dalam konferensi pre-event The 1st G20 HMM pada Jumat (17/6).

Pada sesi selanjutnya HMM, Kementerian Kesehatan akan melaporkan hasil pertemuan side event tentang Tuberculosis, One Health dan Antimicrobial Resistance (AMR). dr. Nadia menjabarkan untuk side event TB, Presidensi Indonesia G20 tahun 2022 menawarkan kesempatan untuk memfokuskan kembali upaya untuk mengakhiri TB secara global, melalui penguatan komitmen untuk mempertahankan dan meningkatkan pendanaan serta mengadopsi metodologi yang lebih baru untuk mendanai upaya di tingkat global.

Side event One Health, Presidensi Indonesia G20 2022 menghadirkan peluang untuk mengimplementasikan komitmen negara G20 dalam rekomendasi yang berjudul “G20 Lombok One Health Policy Brief” untuk mencapai hasil nyata dalam implementasi One Health, terutama dinegara-negara berpenghasilan rendah dan menengah.

Selanjutnya pada side event AMR, Presidensi G20 Indonesia mengupayakan keberlanjutan Pelaksanaan Pencegahan dan Pengendalian AMR untuk mencapai Universal Health Coverage dan tujuan The Sustainable Development Goals (SDGs) pada tahun 2030.

Disamping kedua agenda utama tersebut, akan dilaksanakan Joint Finance and Health Ministers Meeting (JFHMM) pada 21 Juni 2022. Pertemuan ini merupakan pertemuan pertama antara Menteri Kesehatan dan Menteri Keuangan G20 serta WHO dan Bank Dunia yang akan mendiskusikan lebih lanjut mengenai pembiayaan untuk Prevention, Preparedness, dan Respons (PPR) yang lebih memadai, lebih berkelanjutan dan terkoordinasi dengan lebih baik melalui pembentukan FIF.

“Pertemuan pertama ini diharapkan tercapai satu kesepakatan terutama terkait pembentukan FIF menjadi badan permanen bukan adhoc dalam rangka kesiapan kita menghadapi pandemi ke depannya,” kata dr. Nadia.

Pihaknya menjelaskan FIF merupakan satu mekanisme pembiayaan baru yang paling efisien, efektif serta inklusif untuk menghilangkan kesenjangan pembiayaan PPR yang mana setiap negara di dunia dapat mengakses pembiayaan tersebut.

“Proposal ini harus dipatuhi sebagai prinsip utama dan menghindari duplikasi mekanisme yang telah ada, dan memastikan keanggotaan FIF ini bersifat inklusif, agile dan dapat beradaptasi terhadap berbagai perubahan,” tutur dr. Nadia.

Pembentukan FIF dirancang dan disusun oleh WHO dan Bank Dunia. Proposal akan terus dikembangakan dan diperbaharui berdasarkan usulan dan diskusi negara anggota G20 pada pertemuan the 1st JFHMM. Karenanya, dr. Nadia menggarisbawahi pentingnya pertemuan JFHMM sebagai bagian dari komitmen bersama dari negara G20 untuk memperkuat arsitektur kesehatan global melalui penggalangan dana untuk pembentukan FIF.

Saat ini, sejumlah negara telah menyampaikan komitmennya untuk kontribusi ke FIF, diantaranya AS (450 juta USD), Uni Eropa (450 juta USD), Jerman (50 juta EURO), Indonesia (50 juta USD), Singapura (10 juta USD) dan Wellcome Trust (10 juta Poundsterling). Jumlah ini diharapkan akan terus bertambah seiring dengan pertemuan JFHMM di Yogyakarta.

Temui Jokowi, Dirjen WHO Sampaikan Pandemi Belum Berakhir

Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Adhanom Ghebreyesus, mengatakan pandemi Covid-19 belum berakhir kepada Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka kemarin

Pertemuan Jokowi dan Ghebreyesus diumumkan Menteri Luar Negeri RI, Retno Marsudi, melalui akun YouTube Sekretariat Presiden pada Selasa (21/6).

"Di dalam pembicaraan tadi disampaikan juga oleh Dirjen walaupun situasi kasus covid-19 dunia sudah mendatar, namun beliau menyatakan bahwa pandemi belum selesai dan kita masih memantau terus," kata Retno.

"WHO masih memantau terus munculnya varian-varian baru," ucap Retno menambahkan.

Selain itu, Retno mengatakan Ghebreyesus juga memuji penanganan pandemi Covid-19 Indonesia, termasuk program vaksinasinya yang dinilai di atas rata-rata negara lain.

"Tadi bicara bapak presiden dan juga Dirjen berbicara mengenai masalah vaksinasi, dan beliau menyatakan bahwa Indonesia adalah salah satu dari best achievement kalau diperbandingkan dengan rata-rata achievement [pencapaian] yang dicapai negara-negara dunia," imbuh Retno.

Ghebreyesus berada di Indonesia untuk menghadiri agenda 1st G20 Health Minister Meeting and 1st G20 Joint Finance and Finance and Health Ministerial Meeting di Yogyakarta.

Menurut Retno, Dirjen WHO itu juga mengapresiasi kepemimpinan Indonesia dalam G20.

"Dirjen WHO betul-betul mengapresiasi kepemimpinan Indonesia di dalam G20," tegas Retno.

Indonesia menjadi presidensi G20 pada 2022 dan akan menggelar konferensi tingkat tinggi di Bali pada November mendatang.

Namun, sebelum pertemuan puncak itu terdapat agenda lain atau side event G20, salah satunya pertemuan antar Menkes tersebut.

Kemenkes Malaysia Laporkan Panambahan Kasus Baru Covid-19

Kementerian Kesehatan Malaysia dalam laporan terbaru yang dikeluarkan Minggu mencatat adanya penambahan 2.127 kasus baru COVID-19.

Dengan penambahan tersebut, maka kasus aktif COVID-19 di Malaysia bertambah 736 menjadi 26.362 kasus di hari yang sama. Sedangkan akumulasi kasus COVID-19 di Malaysia sejak kasus pertama di awal pandemi mencapai 4.501.735.

Berdasarkan data dari portal CovidNow milik Kementerian Kesehatan Malaysia yang diakses dari Kuala Lumpur, Minggu, tidak ditemukan kasus impor, semua merupakan penularan lokal dan 96,2 persen atau 25.350 pasien menjalani karantina di rumah.

Sebanyak 981 pasien menjalani perawatan di rumah sakit, delapan pasien menjalani perawatan di Pusat Karantina dan Perawatan Berisiko Rendah (PKRC), 23 lainnya menjalani perawatan di fasilitas Intensive Care Units (ICU) di mana 16 di antaranya membutuhkan dukungan ventilator.

Meski demikian, Direktur Jenderal Kesehatan Malaysia Dr Noor Hisham Abdullah mengatakan meskipun jumlah kasus harian berkisar antara 1.000 dan 2.300 selama dua minggu terakhir, jumlah total mereka yang berada di unit perawatan intensif dan membutuhkan ventilator tetap "rendah dan dapat dikelola".

The Star melaporkan sedikit kenaikan tarif rawat inap untuk kategori 3 menjadi 5 yang naik dari 1,1 menjadi 1,2 per 100.000 penduduk, tapi masih bisa dikendalikan.

Otoritas Kesehatan Malaysia mengimbau masyarakat untuk menerapkan praktik kesehatan masyarakat dan tindakan sosial untuk pencegahan, termasuk dengan konsep "menguji, melaporkan, mengisolasi, menginformasikan dan mencari" (TRISS), selain juga melakukan jaga jarak fisik jika memungkinkan, memakai masker di tempat tertutup dan ramai, serta menjaga kebersihan diri dan lingkungan.

Mahathir Sebut Malaysia Harus Klaim Kepulauan Riau, Kemenlu: Tak Ada Dasar Hukum

Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) mengatakan, pernyataan mantan Perdana Menteri (PM) Malaysia Mahathir Mohamad terkait Malaysia harus klaim Kepulauan Riau tidak memiliki dasar hukum dan alasan yang jelas.

"Wilayah NKRI ditentukan berdasarkan prinsip dan ketentuan hukum internasional yang berlaku. Indonesia tidak melihat dasar hukum dan alasan pernyataan Tun Mahathir," kata Juru Bicara Kemenlu Teuku Faizasyah dalam keterangan tertulis, Rabu (22/6/2022).

Teuku mengatakan, saat situasi dunia menghadapi banyak tantangan, tak seharusnya politisi senior menyampaikan pernyataan yang tidak berdasar yang dapat menggerus persahabatan.

Ia menekankan bahwa Kepulauan Riau adalah wilayah NKRI. "Perlu ditekankan bahwa kepulauan Riau adalah wilayah NKRI dan sampai kapanpun akan menjadi wilayah NKRI," ujarnya.

Sebelumnya, dilansir dari Strait Times, Mahathir mengatakan bahwa Malaysia menganggap kemenangan mereka atas sengketa pulau Sipadan dan Ligitan di lepas Kalimantan melawan Indonesia di Mahkamah Internasional (ICJ) adalah sesuatu yang berharga.

Namun, ia menilai Malaysia juga harus menuntut agar Singapura dan Kepualan Riau masuk ke wilayah Malaysia karena merupakan bagian dari Tanah Melayu.

“Seharusnya kita tidak hanya menuntut agar Pedra Branca atau Pulau Batu Puteh dikembalikan kepada kita. Kita juga harus menuntut Singapura dan Kepulauan Riau, karena mereka adalah Tanah Melayu," kata Mahathir.

Mahathir mengatakan bahwa apa yang dikenal sebagai Tanah Melayu dulu sangat luas, membentang dari Tanah Genting Kra di Thailand selatan sampai ke Kepulauan Riau, dan Singapura, tetapi sekarang terbatas di Semenanjung Malaya.

"Saya bertanya-tanya apakah Semenanjung Malaya akan menjadi milik orang lain di masa depan," katanya. (kompas.com)

Pameran Bersama Seni Islam Iran-Malaysia Digelar di Kuala Lumpur

Pameran seni Islam yang diikuti para seniman Muslim Iran dan Malaysia, untuk pertama kalinya diselenggarakan di Kuala Lumpur, 18 Juni hingga 2 Juli 2022.

Pameran bersama yang dibuka bersamaan dengan pekan wisata halal Malaysia ini diikuti oleh lebih dari 100 seniman terpilih dari Iran dan Malaysia, dan dihadiri oleh beberapa tokoh, akademisi dan komunitas seniman dua negara di Kuala Lumpur.

Atase Budaya Iran di Kuala Lumpur, Mohammad Arouei Karimi mengatakan, "Dalam pameran ini, karya bersama seniman-seniman Iran dan Malaysia untuk pertama kalinya dipamerkan dalam rangka mengenalkan seni Islam dalam bentuk lukisan, kaligrafi, tulisan grafik, foto, ukiran emas dan karpet dinding yang menunjukan detail dan keindahan ayat-ayat Al Quran serta doa."

Ia menambahkan, "Pengenalan seni Islam sebagai masalah lintas budaya yang bersumber dari keyakinan kepada Tuhan, dan fitrah suci manusia, merupakan pesan terpenting yang dibawa pameran ini."

Pameran bersama seniman Muslim Iran dan Malaysia diselenggarakan selama tiga minggu di gedung Atase Budaya Iran di Kuala Lumpur, dan dari pagi hingga sore menerima kunjungan para penikmat seni.

Mahathir Mohamad Klarifikasi soal Malaysia Harusnya Klaim Kepri

Mantan Perdana Menteri (PM) Malaysia Mahathir Mohamad memicu kontroversi beberapa waktu terakhir dengan ucapannya soal Malaysia seharusnya mengklaim Singapura dan Kepulauan Riau (Kepri). Politikus berusia 96 tahun ini pun menyampaikan penjelasan soal maksud ucapannya itu.

Ucapan kontroversial Mahathir itu disampaikan saat dia berbicara dalam sebuah acara yang digelar sejumlah organisasi non-pemerintah di bawah bendera Kongres Survival Melayu di Selangor, Malaysia, pada Minggu (19/6) waktu setempat. Acara itu diberi judul 'Aku Melayu: Survival Bermula'.

Seperti dikutip dari CNBC Indonesia, Kamis (23/4/2022), Mahathir menyebut laporan media soal ucapannya dalam acara di Selangor itu tidaklah akurat.

"Laporan tentang apa yang saya katakan pada Pertemuan Orang Melayu itu tidak akurat. Saya tidak meminta Malaysia untuk mengklaim tanah yang telah kami hilangkan," tegas Mahathir dalam pernyataan eksklusif kepada CNBC Indonesia.

"Saya mencoba untuk menunjukkan bahwa kami sangat khawatir kehilangan batu 'seukuran meja' tetapi tidak pernah tentang bagian yang lebih besar dari Malaysia, ketika mereka diambil dari kami," tambahnya.

Penjelasan itu dimaksudkan menyindir masalah internal pemerintah Malaysia dengan Kesultanan Johor, yang mengurusi soal sengketa Batu Puteh, wilayah yang diperebutkan dengan Singapura.

"Kehilangan Pulau Batu Puteh bukanlah masalah besar. Adalah kesalahan Pemerintah Johor untuk menyangkal bahwa (Pulau) Batu itu milik Johor. Seandainya penolakan itu tidak dilakukan, tidak akan ada perselisihan sekarang," jelasnya.

Diketahui bahwa Pulau Batu Puteh atau Pedra Branca ditetapkan oleh Mahkamah Internasional (ICJ) dalam putusan tahun 2008 lalu sebagai milik Singapura.

Dalam penjelasannya, Mahathir juga membahas soal Pulau Sipadan dan Ligitan yang pernah menjadi sengketa antara Malaysia dan Indonesia. ICJ dalam putusan tahun 2002 menyatakan Sipadan dan Ligitan milik Malaysia dan bukan Indonesia.

Mahathir menilai masuknya kedua pulau itu menjadi milik Malaysia patut disyukuri. Dia juga berterima kasih kepada Indonesia yang tidak mempermasalahkan keputusan ICJ yang menegaskan Sipadan dan Ligitan milik Malaysia.

"Kita patut bersyukur pengadilan dunia menganugerahkan Pulau Ligitan dan Sipadan kepada kita. Mereka jauh lebih berharga daripada Pulau Batu Puteh, hanya sebuah singkapan batu," ucapnya.

"Kita patut bersyukur bahwa Indonesia tidak mempermasalahkan penghargaan tersebut. Sungguh, kita tidak bersyukur atas keuntungan kita," imbuh Mahathir.

"Kita patut bersyukur pengadilan dunia menganugerahkan Pulau Ligitan dan Sipadan kepada kita. Mereka jauh lebih berharga daripada Pulau Batu Puteh, hanya sebuah singkapan batu," ucapnya.

"Kita patut bersyukur bahwa Indonesia tidak mempermasalahkan penghargaan tersebut. Sungguh, kita tidak bersyukur atas keuntungan kita," imbuh Mahathir.

Pernyataan kontroversial Mahathir itu pertama kali dimuat oleh media Singapura, Straits Times. (detik.com)

Aung San Suu Kyi Dipindahkan ke Penjara

Salah satu juru bicara militer Myanmar menyatakan, pemimpin sipil yang digulingkan di negara ini telah dipindahkan ke penjara.

Aung San Suu Kyi, pemimpin mantan partai yang berkuasa di Myanmar setelah digulingkan oleh militer pada Februari 2021 dan ditetapkan sebagai tahanan rumah di Naypyidaw akhirnya diajukan ke pengadilan dengan beberapa tuduhan kriminal dan pidana.

Menurut laporan ISNA, ini adalah ketiga kalinya Suu Kyi, 77 tahun dipindahkan dari satu tempat ke tempat lain. Ia di tahanan sebelumnya masih mendapat pelayan, tapi kini belum jelas apakah ia dapat memiliki akses seperti sebelumnya.

Pemimpin mantan partai berkuasa di Myanmar ini tengah menjalani masa tahanan 11 tahun dengan dakwaan lima berkas  pidana dan satu tuduhan korupsi.

Suu Kyi didakwa melakukan kejahatan seperti mengobarkan fitnah, penggelapan, melanggar undang-undang pemilu dan rahasia negara. Jika ia dinyatakan bersalah di semuah tuduhan ini, maka ada kemungkinan ia akan dijatuhi hukuman 150 tahun penjara.

Proses pengadilan Suu Kyi dilakukan tertutup dan hanya sedikit informasi yang dilaporkan media nasional. Pengacara Suu Kyi hanya dapat bertemu dengan kliennya ini saat sidang, dan ia dilarang untuk melakukan wawancara dengan media.

Tags