Bulan Lalu, Ekspor Indonesia Capai Nilai Tertinggi
https://parstoday.ir/id/news/indonesia-i129550-bulan_lalu_ekspor_indonesia_capai_nilai_tertinggi
Menteri Perdagangan Republik Indonesia Zulkifli Hasan menyampaikan ekspor pada Agustus 2022 mencatatkan rekor tertinggi sepanjang sejarah dengan nilai mencapai 27,91 miliar dolar AS.
(last modified 2025-07-30T06:25:16+00:00 )
Sep 18, 2022 08:40 Asia/Jakarta
  • Bulan Lalu, Ekspor Indonesia Capai Nilai Tertinggi

Menteri Perdagangan Republik Indonesia Zulkifli Hasan menyampaikan ekspor pada Agustus 2022 mencatatkan rekor tertinggi sepanjang sejarah dengan nilai mencapai 27,91 miliar dolar AS.

Menteri perdagangan Indonesia hari Jumat mengatakan, "Tingginya kontribusi serta peningkatan ekspor sektor industri merupakan wujud dari kualitas ekspor Indonesia yang memiliki nilai tambah dan berdaya saing. Untuk itu, Kementerian Perdagangan akan terus menjaga momentum pertumbuhan ekspor sektor industri tersebut dalam mendorong kinerja ekspor nasional tahun 2022,".

Nilai itu memecahkan rekor sebelumnya yang dicapai pada April 2022 yakni 27,32 miliar dolar AS. Kinerja ekspor pada Agustus itu ditopang ekspor nonmigas Indonesia senilai 26,19 miliar dolar AS dan ekspor migas sebesar 1,72 miliar dolar AS.

Dibandingkan dengan Juli 2022, kinerja ekspor Agustus 2022 meningkat sebesar 9,17 persen month on month (mom). Pada bulan ini, ekspor nonmigas meningkat sebesar 8,24 persen (mom), sedangkan ekspor migas naik sebesar 25,59 persen (mom).

Sementara, jika dibandingkan dengan Agustus 2021, total ekspor pada Agustus 2022 meningkat 30,15 persen year on year (yoy).

Pertumbuhan ekspor yang tinggi ini didorong oleh kenaikan signifikan pada ekspor migas sebesar 64,46 persen dan ekspor nonmigas yang naik sebesar 28,39 persen.

Ditinjau dari strukturnya, ekspor sektor industri mendominasi pada Agustus 2022 dengan kontribusi mencapai 70,91 persen dari total ekspor Indonesia dan mengalami kenaikan 13,49 persen (mom).

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan pertumbuhan ekonomi relatif bagus dalam tiga kuartal Indonesia, dengan tumbuh rata-rata di atas 5 persen dan inflasi 4,9 persen, seiring membaiknya penanganan pandemi COVID-19.

"Setelah lepas dari COVID-19, pertumbuhan ekonomi Indonesia relatif bagus dalam tiga kuartal Indonesia ini," kata Airlangga dalam acara "Srawungan Sanak Mangkunegaran" di Solo, Jawa Tengah, Jumat.

Airlangga Hartarto mengatakan membaiknya penanganan pandemi COVID-19 terlihat dengan kegiatan masyarakat seperti acara Yaa Qowiyyu atau upacara tradisi sebar apem di Jatinom Klaten yang dihadiri lebih dari 30.000 orang masyarakat.

Hal tersebut, kata Airlangga, menunjukkan bahwa masyarakat sudah kangen kegiatan-kegiatan yang kemasyarakatan dan tentunya hal ini bisa terus berlanjut karena penanganan pandemi COVID-19 terus berlanjut.

Kondisi itu juga yang membuat tingkat konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM) masyarakat terus meningkat, karena memperlihatkan aktivitas ekonomi mulai membaik dan jalanan kembali ramai.

Tingkat konsumsi BBM jenis pertalite dan solar yang meningkat hingga melampaui kuota itu yang membuat pemerintah harus menyesuaikan harga, agar belanja subsidi energi tidak melampaui Rp502 triliun.

Oleh karena itu, untuk mengurangi dampak kenaikan harga tersebut, pemerintah memberikan bantuan sosial sebesar Rp150.000 selama empat bulan dan mengimbau daerah untuk mengalokasikan Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) sebesar 2 persen untuk menjaga inflasi.

Pemerintah, lanjut Airlangga, juga terus menyediakan pasokan pangan agar harga-harga tetap terjangkau dan inflasi tetap stabil dalam sasaran yang sudah ditetapkan, meski harga BBM mengalami kenaikan.

"Harga beras sekarang relatif terjaga dan stoknya cukup karena produksi 32 juta ton per tahun dan selama tiga tahun kami tidak impor beras lagi sehingga Indonesia swasembada beras. Karena hal ini, bapak Presiden diberikan penghargaan dari The International Rice Research Institute (IRRI)," katanya.

Ia memastikan kondisi tahun depan akan lebih menantang mengingat pandemi COVID-19 belum sepenuhnya berakhir dan kondisi geopolitik di Eropa yang masih diliputi ketidakpastian bisa mempengaruhi harga energi dunia.(PH)