ASEAN Tinjau Berkala Undangan untuk Myanmar
Negara-negara anggota ASEAN terus mengevaluasi kebijakannya terkait undangan bagi Myanmar dalam pertemuan-pertemuan di masa mendatang sambil memantau perkembangan.
CNN Indonesia melaporkan, Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi mengatakan pertimbangan itu dilakukan apabila penyelesaian masalah di Myanmar belum juga menunjukkan kemajuan.
Dia menilai peninjauan perlu secara berkala dilaksanakan sejak implementasi konsensus lima poin berlaku.
"Dari waktu ke waktu kita perlu melihat apakah terjadi kemajuan yang signifikan atau belum sehingga kita bisa melihat kembali apakah keputusan yang sudah kita buat akan direvisi atau tetap dipertahankan," kata Retno saat konferensi pers di Hotel Shangri-La, Jakarta Pusat, Jumat (14/7).
Retno menyampaikan hal ini usai para menteri luar negeri Asia Tenggara bertemu dalam ASEAN Ministerial Meeting-Post Ministerial Conference (AMM-PMC) di Jakarta, pada 11-14 Juli.
Pertimbangan ini menjadi salah satu hasil pertemuan para menlu ASEAN dengan negara mitra. Retno berujar keputusan ini bakal disampaikan dalam pertemuan puncak ASEAN ke-43 pada September mendatang.Menurut Retno, sejauh ini para anggota ASEAN dan negara-negara mitra mendukung implementasi konsensus lima poin.
"Di pertemuan kali ini saya sebagai chair, saya melaporkan kepada negara anggota ASEAN mengenai beberapa yang dilakukan Indonesia di tiga pilar: engagement, kemudian denounce violence, dan humanitarian assistance. Dan ini semua juga akan kita tambahkan lagi dari sekarang sampai September apakah ada kemajuannya," tutur Retno.
Myanmar memang menjadi salah satu topik bahasan utama dalam AMM-PMC yang diketuai Indonesia.
Isu ini terus digaungkan sejak junta militer mengkudeta pemerintah sah Myanmar, Aung San Suu Kyi, pada Februari 2021. Kerusuhan pun pecah dan meluas di negara tersebut. Bentrok kian menjadi-jadi karena aparat merespons warga sipil dengan kekerasan.
Melihat kekacauan Myanmar, negara blok Asia Tenggara lantas membuat kesepakatan dengan para pemimpin ASEAN, termasuk kepala junta Min Aung Hlaing, di Jakarta, April 2021 lalu.
Kesepakatan itu dinamakan Konsensus Lima Poin yang antara lain mendesak penghentian kekerasan di Myanmar, mendorong dialog konstruktif untuk mencari solusi damai, memfasilitasi mediasi, mengirim bantuan kemanusiaan melalui AHA Centre, hingga mengirim utusan khusus ke Myanmar.
Namun, sampai sekarang junta dianggap tak melaksanakan konsensus itu dan masih melakukan kekerasan di negara tersebut.(PH)