Rumah Ibadah, Sarana Menyebarkan Perdamaian dan Merajut Persatuan
https://parstoday.ir/id/news/indonesia-i59980-rumah_ibadah_sarana_menyebarkan_perdamaian_dan_merajut_persatuan
Tempat ibadah seperti masjid, gereja, pura dan wihara menjadi sangat efektif untuk digunakan dalam menebar pesan kedamaian.
(last modified 2025-07-30T06:25:16+00:00 )
Jul 18, 2018 12:37 Asia/Jakarta
  • Ketua Umum Ikatan Dai Indonesia (IKADI), Prof. Dr. KH Ahmad Satori Ismail.
    Ketua Umum Ikatan Dai Indonesia (IKADI), Prof. Dr. KH Ahmad Satori Ismail.

Tempat ibadah seperti masjid, gereja, pura dan wihara menjadi sangat efektif untuk digunakan dalam menebar pesan kedamaian.

"Sebagai pencipta, Allah menghendaki agar umatnya menjadi umat yang cinta damai serta umat yang saling tolong menolong dan dapat memperkokoh perdamaian," ungkap Ketua Umum Ikatan Dai Indonesia (IKADI), Prof. Dr. KH Ahmad Satori Ismail, Selasa (17/7/2018) seperti dilansir Trimbunnews.

 

Karena itulah, Satori sangat menyayangkan apabila rumah ibadah justru dijadikan alat untuk memecah belah persatuan masyarakat.

 

"Tidak sedikit masjid yang semestinya menjadi sarana pemersatu justru diisi dengan ceramah-ceramah yang dapat memprovokasi perpecahan umat," katanya.

 

Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta ini, mengingatkan masyarakat untuk mewaspadai pemanfaatan sarana ibadah untuk tempat penyebaran provokasi terhadap umat untuk saling membenci apalagi melakukan tindakan kekerasan terhadap yang berbeda.

 

"Kegiatan yang diadakan haruslah dapat menguatkan umat untuk bersatu. Khatib dilarang membahas tentang politik, apalagi isu SARA yang bisa memporak-porandakan persatuan," tutur Satori

 

Menurutnya, keberadaan rumah ibadah memang memerlukan aturan termasuk aktifitas di dalamnya. Namun, aturan itu tidak perlu langsung mengatur secara detil materi yang akan disampaikan dalam aktifitas keagamaan.

 

Pemerintah, sebaiknya tidak berbicara masalah materi ceramahnya, tetapi berbicara masalah aturan agar tidak saling menjelekkan, menghina, menyinggung SARA dan lain sebagainya.

 

Pengasuh Pesantren Modern Al-Hassan Bekasi, ini mengharapkan rumah ibadah harus menjadi sarana untuk menyebarkan perdamaian dan merajut persatuan untuk harmonisasi masyarakat. Merawat persatuan dan menebar perdamaian merupakan salah satu perintah dan kewajiban umat beragama.

 

Ia meminta agar umat Islam mengembalikan masjid kepada fungsinya sebagai pusat peradaban, pusat pendidikan dan pusat kegiatan masyarakat untuk menegakkan ajaran Allah.

 

Karenanya, keberadaaan masjid menjadi corong umat Islam untuk menunjukkan eksistensinya sebagai masyarakat yang damai. Melalui masjid ini suara dan pesan Islam sebagai agama perdamaian dikumandangkan.

 

"Masjid sebagai pusat dalam semua kegiatan agama dalam rangka mencari ridho Allah SWT, maka ilmu yang disampaikan dalam masjid  haruslah memancarkan perdamaian serta keharmonisan umat dan seluruh bangsa," jelas pria kelahiran Cirebon ini.

 

Sekitar tiga bulan lalu, Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Ma’ruf Amin mengecam penggunaan masjid untuk alat politik praktis. Baginya, kegiatan yang bersifat politik praktis dan kekuasaan harus dilaksanakan di luar masjid atau rumah ibadah umat lainnya.

 

"Jangan gunakan lembaga keumatan keagamaan untuk dijadikan semacam untuk mengembangkan kepentingan politik jangka pendek, jangan dijadikan alat partai," kata Kiai Ma’ruf di Kantor MUI Jakarta, Rabu, 2 Mei 2018 seperti dilansir nu.or.id.

 

Akan tetapi, Rais Aam PBNU ini berpendapat bahwa masjid atau lembaga keumatan bisa digunakan sebagai tempat untuk mengajarkan ‘politik tingkat tinggi’ atau politik yang memperjuangkan nilai kebangsaan, kerakyatan dan etika. 

 

"Yang tidak boleh politik kepartaian menggunakan tempat umum, tempat keagamaan, pendidikan," tegasnya. 

 

Kiai Ma’ruf menyebutkan, penggunaan tempat ibadah untuk tujuan politik praktis atau politisasi agama bisa mengancam keutuhan bangsa Indonesia.

 

Terkait dengan penyelenggaraan pemilihan umum, Kiai Ma’ruf mempersilahkan umat untuk memilih pemimpinnya sesuai yang dikehendaki hati nuraninya masing-masing. Namun, apabila pilihan antar satu umat dengan yang lainnya berbeda maka persatuan harus didahulukan.

 

"Silakan pilih pemimpin sesuai dengan keinginannya hati nuraninya," katanya