Skema Pembiayaan Ibu Kota Baru
https://parstoday.ir/id/news/indonesia-i73226-skema_pembiayaan_ibu_kota_baru
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyebut kebutuhan dana untuk pemindahan ibu kota baru ke Kalimantan Timur akan membutuhkan dana sekitar Rp466 triliun. Kebutuhan dana ini tidak hanya mengandalkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) semata.
(last modified 2025-07-30T06:25:16+00:00 )
Aug 27, 2019 10:14 Asia/Jakarta
  • Presiden Jokowi (tengah) didampingi Wapres Jusuf Kalla (kanan) dan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Sofyan Djalil.
    Presiden Jokowi (tengah) didampingi Wapres Jusuf Kalla (kanan) dan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Sofyan Djalil.

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyebut kebutuhan dana untuk pemindahan ibu kota baru ke Kalimantan Timur akan membutuhkan dana sekitar Rp466 triliun. Kebutuhan dana ini tidak hanya mengandalkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) semata.

Dilansir dari data Kemenkeu, Selasa, 27 Agustus 2019, dana pemindahan Ibu Kota dari APBN hanya sekitar 19,2 persen saja. Dengan kata lain hanya sekitar Rp89,47 triliun dana pemindahan ibu kota yang diambil dari kas negara.

"Itu pun (dana APBN) berasal dari skema kerja sama pengelolaan aset di ibu kota baru dan DKI Jakarta," kata Presiden Joko Widodo, dalam konferensi pers pemindahan Ibu Kota di Istana Negara, seperti dilansir situs medcom.id.

Pembiayaan pemindahan Ibu Kota akan mengandalkan skema Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU), dan swasta. Total dana dari KPBU diperkirakan sekitar 54,6 persen atau Rp254,44 triliun, sedangkan swasta 26,2 persen atau Rp122,09 triliun.

Jika dilihat dari penggunaan dananya, dana APBN hanya akan dipakai untuk pembangunan infrastruktur pelayanan dasar, istana negara dan bangunan strategis TNI/ Polri, rumah dinas PNS/ TNI/ Polri, pengadaan lahan, ruang terbuka hijau, dan pangkalan militer.

Sementara skema KPBU akan digunakan guna membiayai pembangunan gedung eksekutif, legislatif, dan yudikatif, infrastruktur selain yang tercakup dalam APBN, sarana pendidikan dan kesehatan, museum dan lembaga pemasyarakatan, hingga sarana penunjang.

Untuk membiayai pembangunan perumahan umum, perguruan tinggi, science-technopark, peningkatan bandara, pelabuhan, dan jalan tol, sarana kesehatan, shopping mall, serta lokasi meeting, incentive, convention, exhibition (MICE) akan diserahkan kepada swasta.

Butuh Enam RUU Memindahkan Ibu Kota

Anggota Komisi II DPR Mardani Ali Sera menyatakan ada enam rancangan undang-undang (RUU) yang mesti diajukan dalam proses pembentukan ibu kota baru. Sebagian merupakan UU yang direvisi dan sebagian lain adalah draf atau UU baru.

"Hasil kajian kami, secara yuridis ada enam UU yang harus segera diajukan. Empat revisi, dua pengajuan baru," kata Mardani di kepada wartawan, Selasa, 27 Agustus 2019.

Menurut Mardani, salah satu regulasi yang dibutuhkan adalah revisi UU Nomor 29 Tahun 2007 tentang Provinsi DKI Jakarta sebagai Ibu Kota Negara. Pemerintah perlu mengajukan daerah cadangan strategis nasional sebagai ibu kota baru.

"Cepat boleh, tapi prosedur tidak boleh ditabrak. Kewenangan tidak boleh diabaikan. Karena ketika tidak good governance nanti yang terjadi adalah abuse of power," terang Mardani.

Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu juga menyoroti skema pembiayaan pembangunan ibu kota baru. Meski sebagian besar pembiayaan berasal dari sektor swasta, kata dia, perlu ada pola dan skema yang jelas.

"Kita tidak bisa menggadaikan proses pembangunan yang sangat superstrategis ini kepada pihak ketiga, sementara kita tidak tahu kontraknya seperti apa," tanya Mardani.

Presiden Joko Widodo memilih Kabupaten Penajam Paser Utara dan sebagian di Kabupaten Kutai Kertangeara, Kalimantan Timur, sebagai lokasi ibu kota baru. Wilayah itu disebut sudah melalui kajian mendalam selama tiga tahun terakhir.

Hasil kajian, Kalimantan Timur punya risiko paling kecil dalam hal bencana, seperti banjir, gempa bumi, tsunami, kebakaran hutan, dan longsor. (RM)