Pemilu Irak: Ujian Kemandirian Politik dan Berakhirnya Intervensi AS
https://parstoday.ir/id/news/west_asia-i179932-pemilu_irak_ujian_kemandirian_politik_dan_berakhirnya_intervensi_as
Pars Today - Menurut pengumuman Komisi Pemilihan Umum Tinggi Independen Irak, tentara, polisi, pasukan keamanan, pasukan Peshmerga Wilayah Kurdistan, Hashd Al-Shaabi, dan imigran akan berpartisipasi dalam pemungutan suara khusus.
(last modified 2025-12-06T09:50:27+00:00 )
Nov 09, 2025 14:00 Asia/Jakarta
  • Pemilu legislatif Irak
    Pemilu legislatif Irak

Pars Today - Menurut pengumuman Komisi Pemilihan Umum Tinggi Independen Irak, tentara, polisi, pasukan keamanan, pasukan Peshmerga Wilayah Kurdistan, Hashd Al-Shaabi, dan imigran akan berpartisipasi dalam pemungutan suara khusus.

Sekitar 1,3 juta pemilih Irak akan pergi ke tempat pemungutan suara hari ini, Minggu (9 November). Pemungutan suara ini akan diadakan dua hari sebelum pemilihan umum parlemen Irak, yang akan diadakan pada hari Selasa minggu ini (11 November).

Proses pemungutan suara akan berlanjut hingga pukul 18.00 (waktu setempat) dan setelah selesai, kotak suara akan ditutup secara elektronik. Komisi Pemilihan Umum Tinggi Independen Irak sebelumnya telah mengumumkan bahwa mereka telah menyiapkan 809 tempat pemungutan suara, termasuk 4.501 kotak suara, untuk pemungutan suara pada hari pemungutan suara khusus di seluruh Irak.

Dalam siklus pemilu ini, lebih dari 7.744 kandidat dari 31 koalisi elektoral telah mencalonkan diri untuk masa jabatan keenam parlemen Irak. Pemilu parlemen dianggap sebagai pemilu terpenting di Irak karena, selain memilih 329 anggota parlemen, parlemen Irak juga bertanggung jawab untuk memilih presiden pada sidang perdana parlemen.

Presiden terpilih juga diwajibkan untuk menunjuk calon perdana menteri Irak dari fraksi parlemen terbesar untuk membentuk kabinet pada sidang perdana parlemen. Setelah memilih anggota tim pemerintahannya, perdana menteri harus memperkenalkan para menterinya kepada parlemen untuk mendapatkan mosi kepercayaan. Jika mosi kepercayaan tersebut dikabulkan, pemerintah dapat secara resmi memulai kegiatannya selama empat tahun ke depan.

Pemilu parlemen Irak 2025, dengan kehadiran pengamat internasional yang luas dan peran kelompok-kelompok rakyat, telah menjadi ujian bagi independensi politik dan berakhirnya campur tangan asing. Dalam pemilu ini, tiga arus utama, Syiah, Sunni, dan Kurdi, telah memasuki persaingan dengan berbagai koalisi dan partai, yang masing-masing memainkan peran penting dalam menentukan masa depan politik negara.

Kelompok-kelompok perlawanan, termasuk Hashd Al-Shaabi, dengan basis sosialnya yang luas dan slogan-slogan yang menentang campur tangan asing, telah berhasil menarik kepercayaan publik secara signifikan. Dukungan terhadap kemandirian politik, keamanan dalam negeri, dan pemberantasan korupsi telah menjadi beberapa tema kampanye kelompok ini.

Abu Hussein Al-Hamidawi, Sekretaris Jenderal Kataib Hizbullah telah mengumumkan bahwa pemerintahan Irak di masa mendatang akan didukung oleh kelompok-kelompok perlawanan Islam dan Hashd Al-Shaabi. Sikap ini mencerminkan upaya kelompok-kelompok populer untuk mengonsolidasikan peran politik mereka dalam struktur pemerintahan Irak dan melawan pengaruh asing, terutama Amerika Serikat.

Peran Hashd Al-Shaabi sebagai kelompok populer dalam politik Irak telah meningkat secara signifikan dalam beberapa tahun terakhir, dan kelompok ini saat ini dianggap sebagai salah satu pemain utama di arena politik, keamanan, dan sosial negara ini. Hashd Al-Shaabi selalu aktif dalam merekonstruksi wilayah-wilayah yang dilanda perang, penyediaan layanan sosial, dan propaganda budaya.

Banyak partai dan kelompok populer Irak menganggap penarikan pasukan Amerika sebagai prasyarat bagi kemandirian sejati Irak. Menjelang pemilu, partai-partai politik berusaha meraih kepercayaan publik dan memperkuat legitimasi politik mereka dengan slogan-slogan yang menentang intervensi asing. Kehadiran pasukan asing di tanah Irak, terutama di pangkalan-pangkalan seperti Ain Al-Assad, dipandang oleh banyak warga Irak dan politisi sebagai pelanggaran kedaulatan nasional negara tersebut.

Kelompok-kelompok perlawanan Islam telah aktif dalam pemilu dan telah menegaskan dukungan mereka terhadap pemerintahan mendatang. Sikap ini dapat memengaruhi suara rakyat dalam pemilihan parlemen Irak untuk mendukung koalisi yang menginginkan diakhirinya kehadiran militer AS.(sl)