Giliran AS Harus Memutuskan Soal Pembicaraan Wina
"Republik Islam Iran telah menyampaikan proposalnya tentang masalah yang tersisa ke Amerika Serikat melalui perunding senior Uni Eropa," kata Menteri Luar Negeri Republik Islam Iran dalam percakapan telepon dengan Sekretaris Jenderal PBB terkait pencabutan sanksi di Wina.
"Kami hampir mencapai kesepakatan dalam negosiasi dan kami telah membuat proposal kami, dan sekarang 'bola ada di lapangan Amerika'," ujar Menteri Luar Negeri Iran Hossein Amir-Abdollahian kepada Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres melalui telepon pada hari Minggu (03/04/2022).

Pembicaraan pembatalan sanksi putaran kedelapan, yang dimulai pada 27 Desember 2021, memasuki fase mengambil napas pada 11 Maret 2022, atas saran kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa Josep Borrell, dan para perunding kembali ke ibu kota mereka untuk konsultasi politik.
Masalah jaminan dan penghapusan orang dan badan hukum dari daftar merah dan dari rangkaian sanksi masih menjadi salah satu kasus di mana Amerika Serikat, sebagai pelanggarJCPOA, belum membuat keputusan politik yang diperlukan untuk menyelesaikannya.
Sejak awal negosiasi putaran kedelapan, tim perunding Republik Islam Iran, yang dipimpin oleh Ali Bagheri, secara serius hadir di Wina dan mempresentasikan inisiatif yang diperlukan untuk mencapai kesepakatan.
Dalam wawancara 27 Maret dengan Enrique Mora, Wakil Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa dan koordinator pembicaraan Wina, Ali Bagheri menekankan bahwa kesepakatan sekarang dapat dicapai jika pihak Amerika realistis.
Sebaliknya, Departemen Keuangan AS memberlakukan sanksi baru pada beberapa individu dan entitas Iran pada 30 Maret, alih-alih menunjukkan niat baik dalam negosiasi dengan mencabut sanksi terhadap Iran karena AS yang melanggar JCPOA.
"Republik Islam Iran telah menyampaikan proposalnya tentang masalah yang tersisa ke Amerika Serikat melalui perunding senior Uni Eropa," kata Menteri Luar Megeri Republik Islam Iran dalam percakapan telepon dengan Sekretaris Jenderal PBB terkait pencabutan sanksi di Wina.
Brian Nelson, Wakil Menteri Keuangan AS mengatakan, "Amerika Serikat tidak akan ragu-ragu untuk menargetkan mereka yang mendukung program rudal balistik Iran, bahkan ketika bersamaan dengan usaha untuk menghidupkan kembali kesepakatan nuklir dengan Iran."
Namun, sifat utama dari perjanjian JCPOA didasarkan pada pencabutan efektif sanksi ekonomi terhadap Iran dalam memenuhi kewajiban nuklirnya, dan pada dasarnya tidak ada hubungannya dengan masalah pertahanan dan kebijakan regional Iran.
"Kami tidak memperdagangkan kepentingan dan keamanan rakyat untuk apa pun. Semua orang melihat bahwa peningkatan kemampuan pertahanan, rudal, dan antariksa negara adalah prioritas karena keamanan negara adalah prioritas," kata Presiden Republik Islam Iran, Sayid Ebrahim Raisi, pada 20 Maret.
Jelas bahwa mencapai kesepakatan dalam pembicaraan Wina mengharuskan Amerika Serikat untuk meninggalkan tuntutan yang berlebihan, serta mengambil langkah-langkah konkret dan kredibel di pihaknya.
Dalam pandangan Republik Islam Iran, yang dapat menentukan kesepakatan yang langgeng adalah pencabutan sanksi yang efektif dan perlindungan kepentingan Iran dalam kemungkinan terjadi kesepakatan.

Dengan demikian, Iran telah membuat proposal dan inisiatif yang diperlukan untuk mengakhiri pembicaraan, dan seperti yang dikatakan Menteri Luar Negeri Iran, 'bola sekarang ada di lapangan' Amerika.
Pejabat Washington harus menunjukkan kemauan politik untuk mencapai kesepakatan dengan bersikap realistis dan kredibel, serta tidak membuat tuntutan baru dan palsu yang tidak ada hubungannya dengan masalah ini.