Optimisme Kemenangan Perjuangan Palestina dalam Perspektif Rahbar
Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran dalam pidato Hari Quds Sedunia kemarin, menyebutkan tanda-tanda optimisme yang semakin besar dalam perjuangan bangsa Palestina, di antaranya perluasan perlawanan ke seluruh wilayah Palestina, dan semakin melemahnya rezim Zionis bersama pendukung utamanya, AS.
Selain itu, Ayatullah Uzma Sayid Ali Khamenei menyebut peristiwa-peristiwa yang terjadi beberapa tahun terakhir di Palestina mengindikasikan kegagalan seluruh proyek normalisasi hubungan dengan rezim Zionis.
Rahbar dalam pidato Hari Quds Sedunia memandang pembentukan perlawanan di kawasan Asia Barat sebagai fenomena yang penuh berkah.
"Hanya dengan kekuatan perlawanan, masalah-masalah dunia Islam, terutama masalah Palestina dapat diselesaikan," ujar Ayatullah Khamenei.
Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran dalam pidato berbahasa Arab yang ditujukan kepada dunia Islam, terutama dunia Arab, menekankan fakta bahwa selama rezim Zionis mendominasi Quds, maka setiap hari sepanjang tahun harus dianggap sebagai Hari Quds. Ditegaskannya, "Quds Sharif adalah jantung Palestina yang dijarah rezim Zionis, maka dari laut ke sungai menjadi kelanjutan Quds,".

Pemerintahan mantan Presiden AS Donald Trump mengambil tindakan yang belum pernah terjadi sebelumnya untuk kepentingan rezim Zionis yang sangat merugikan Palestina, terutama pengakuan Al Quds sebagai ibu kota rezim Zionis. Pejabat tinggi rezim Zionis menjadikan momentum ini sebagai realisasi proyek pengusiran semua orang Palestina dari Al Quds Timur dan perluasan yahudisasi. Oleh karena itu, langkah pertama yang dilakukan rezim Zionis difokuskan pada pengusiran warga Palestina dari daerah tua terutama Sheikh Jarrah di Al Quds Timur pertengahan tahun 2021. Hal ini menimbulkan reaksi protes yang tajam dan meluas dari warga Palestina di Tepi Barat dan Jalur Gaza, dan untuk pertama kalinya protes menyebar ke wilayah pendudukan tahun 1948.
Sementara itu, reaksi kelompok jihad Palestina terhadap tindakan rezim Zionis ini dan berlanjutnya serangan rezim terhadap Masjid Al-Aqsa menyebabkan pertempuran lain antara rezim Zionis dan kelompok perlawanan di Gaza yang berakhir dengan gencatan senjata.
Khalid al-Batash, anggota biro politik gerakan Jihad Islam Palestina, mengatakan, "2021 adalah tahun paling berpengaruh bagi Palestina, dan pertempuran Saif al-Quds memiliki tempat khusus di antara perkembangan tahun ini,".

Pada tahun 2022, rezim Zionis, dalam sebuah langkah baru yang bertujuan untuk mengubah identitas Quds Timur dan melanggar batas Masjid Al-Aqsa sebagai kiblat pertama umat Islam, meluncurkan serangan masif terhadap jamaah Palestina di Masjid Al-Aqsa selama bulan suci Ramadhan.
Tindakan ini memancing reaksi keras dari warga Palestina dan berujung bentrokan yang meluas antara mereka dengan militer rezim Zionis. Pada saat yang sama, muncul fenomena yang berkembang di wilayah pendudukan 1948 dalam bentuk serangan pemuda Palestina terhadap Zionis di wilayah tersebut, yang menyebabkan ketakutan dan kepanikan yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Ayatullah Khamenei dalam pidatonya kemarin mengambil contoh nyata dari penyebaran perlawanan di seluruh Palestina, seperti gerakan perlawanan di Jenin yang telah membuat Zionis gila, tuntutan 70 persen warga Palestina untuk melancarkan serangan militer ke rezim penjajah, gerakan jihad rakyat Palestina di wilayah utara, dan selatan wilayah pendudukan tahun 1948, demonstrasi luas di Yordania dan Al Quds Timur, pertahanan luar biasa pemuda Palestina atas Masjid Al Aqsa dan manuver militer di Jalur Gaza.
"Seluruh Palestina telah berubah menjadi arena perlawanan, dan rakyat Palestina sepakat untuk melanjutkan jihad. Fenomena-fenomena penting ini berarti kesiapan penuh rakyat Palestina untuk melawan rezim agresor, dan membuka tangan organisasi-organisasi perjuangan untuk terjun ke medan tempur, kapan pun diperlukan," tegas Rahbar.
Ayatullah Khamenei juga menyebut pesan penting dari peristiwa ini dan fenomena yang terjadi di Palestina dalam beberapa tahun terakhir meluluhlantakan semua plot kompromi dengan rezim Zionis. Rahbar menekankan, "Tidak ada satu pun proyek terkait Palestina yang bisa dilaksanakan tanpa kehadiran atau bertentangan dengan pandangan pemilik asli tanah ini, yaitu rakyat Palestina sendiri. Maka, hal ini berarti seluruh kesepakatan-kesepakatan sebelumnya seperti Perjanjian Oslo, proyek Arab solusi dua negara, Kesepakatan Abraham, atau normalisasi hubungan yang menghinakan tidak berlaku,".(PH)