Pembangkangan Sipil dan Perang Media; Dua Sayap Perang Kognitif Anti-Iran
(last modified Mon, 21 Nov 2022 10:24:44 GMT )
Nov 21, 2022 17:24 Asia/Jakarta
  • Bendera Iran
    Bendera Iran

Sejak September lalu, terbentuk babak baru kerusuhan di sejumlah kota Iran, di mana kerusuhan dan aksi teror ini menyebabkan sejumlah aparat keamanan dan warga sipil gugur dan terluka termasuk anak-anak dan pertempuan.

Selain korban jiwa, aksi kerusuhan di sejumlah kota Iran ini juga merusak properti publik dan pribadi, serta kerusuhan ini masih terus berlanjut.

Musuh Republik Islam Iran, khususnya pemerintah Amerika selama beberapa tahun terakhir senantiasa menekankan opsi militer terhadap Tehran tetap di atas meja, tapi seiring dengan meningkatnya kekuatan pertahanan Republik Islam, dan kesadaran serta keyakinan musuh atas kekuatan defensif ini, mereka mulai menggunakana metode lunak dan dengan menjalankan dua strategi "pembangkangan sosial" dan "perang media", mereka berusaha menggiring rakyat Iran ke arah kerusuhan dan pemberontakan.

Langkah koordinasi, terorganisir dan cepat media-media anti-Iran selama kerusuhan terbaru, mengindikasikan masalah ini bahwa masalah ini diarahkan dari sebuah kamar think tank yang cerdas dan kuat, di mana kamar think tank tersebut adalah dinas intelijen Barat, dan tidak ada yang lain.

Kerusuhan di Iran (dok)

Sejatinya, menyusul kekalahan pendekatan represi maksimum terhadap Iran dan rakyat negara ini oleh negara-negara Barat dan Amerika Serikat, mereka mulai menerapkan perang hibrida yang mencakup ancaman militer, perang ekonomi dengan memanfaatkan sarana seperti sanksi, perang diplomasi dengan metode perundingan, perang intelijen, perang rahasia, serangan siber dan perang kognitif dengan sarana dunia maya.  

Intervensi 28 negara, puluhan jaringan satelit dan jejaring sosial serta pengerahan 16 kelompok separatis dan anti-revolusi termasuk Komala, MKO dan PJAK dan lainnya dimaksudkan untuk merusak dan memajukan proyek pembunuhan di dalam Iran. Kelompok dan anasir ini dengan berbaur dan menebar pengaruhnya di dalam tubuh demonstran, memanfaatkan keributan untuk melancarkan proyek pembunuhan dan berusaha untuk mengaitkannya kepada militer dengan propaganda media.

Bersamaan dengan langkah ini, musuh yang putus asa memprovokasi rakyat untuk hadir di jalan-jalan, berusaha mengorganisir aksi demo anti-Iran di luar negeri. Oleh karena itu, telah diprogram bahwa di puluhan negara anti-Republik Islam Iran akan digelar aksi demo sehingga tekanan terhadap Tehran akan meningkat tajam.

Sejatinya, musuh Republik Islam Iran dalam bentuk perang hibrida berusaha menguasai opini pulbik dalam negeri Iran dan mendorongnya untuk melanjutkan serta memperluas kerusuhan. Musuh di perang kognitif mendalam ingin menguasai sebagian opini rakyat dan menggiringnya demi keuntungannya serta membenturkannya dengan cita-cita dan tujuan Republik Islam Iran. Mentalisasi masyarakat merupakan faktor penting yang diupayakan dengan tujuan melanjutkan dan memperluas kerusuhan.

Faktanya adalah musuh sangat tidak puas jika Iran bebas dan independen dalam meraih kemajuan dan bobotnya, khususnya di kawasan Asia Barat, meningkat serta menjadi teladan bagi negara lain. Pemimpin Besar Revolusi Islam atau Rahbar, Ayatullah al-Udzma Sayid Ali Khamenei terkait hal ini mengatakan, "Masalah utama mereka dengan Iran adalah Iran yang kuat, independen dan maju." (MF)