Mar 11, 2023 11:39 Asia/Jakarta

Setelah 7 tahun kebuntuan, Iran dan Arab Saudi akhirnya sepakat untuk melanjutkan hubungan dengan mediasi Cina.

Perwakilan Iran dan Arab Saudi menandatangani pernyataan di Cina tentang dimulainya kembali hubungan bilateral antara Tehran dan Riyadh dalam pertemuan yang dihadiri oleh Ali Shamkhani, Sekretaris Dewan Tinggi Keamanan Nasional, dan timpalannya dari Saudi, Musaad bin Mohammed al-Aiban.

Kedua pihak sepakat untuk memberikan landasan pelaksanaan pertukaran duta besar dan pembukaan kembali kedutaan, serta persyaratan lain untuk dimulainya kembali hubungan, dalam jangka waktu maksimal dua bulan.

Bendera Iran dan Arab Saudi

Hubungan antara Iran dan Arab Saudi diputus oleh Riyadh pada 2016. Alasan Riyadh untuk memutuskan hubungan adalah serangan terhadap kedutaan dan konsulat negara ini di Tehran dan Mashhad, sebuah tindakan yang juga dikutuk oleh Republik Islam Iran.

Alasan utama tindakan Saudi terhadap Iran adalah pendekatan kebijakan luar negeri Riyadh saat itu. Kebijakan luar negeri Saudi dari tahun 2015 hingga 2021 memiliki pendekatan yang agresif.

Pendekatan ini secara khusus dilakukan terhadap Republik Islam Iran dan sekutunya di tahun-tahun ini, dan bahkan Arab Saudi adalah bagian penting dari kebijakan tekanan maksimum Amerika Serikat terhadap Iran.

Sejak 2021, langkah-langkah diambil untuk memulihkan hubungan antara Riyadh dan Tehran, dan pemerintah Irak sebelumnya telah mencoba menengahi kedua negara.

5 putaran negosiasi antara perwakilan Iran dan Arab Saudi diadakan di Baghdad.

Pejabat kedua negara dengan jelas menekankan perlunya memulihkan hubungan, dan akhirnya, dengan mediasi Cina, para pihak di Beijing menandatangani pernyataan untuk memulihkan perjanjian.

Menghidupkan kembali hubungan antara Riyadh dan Tehran adalah kekalahan Amerika Serikat dan Zionis Israel.

Di satu sisi, masalah penting ini diwujudkan di Beijing dan dengan mediasi Cina, pesaing terpenting Amerika Serikat dalam tatanan dunia.

Setelah 7 tahun kebuntuan, Iran dan Arab Saudi akhirnya sepakat untuk melanjutkan hubungan dengan mediasi Cina.

Di sisi lain, kesepakatan ini merepresentasikan kegagalan upaya Washington dan Tel Aviv untuk menciptakan celah dan perselisihan antara Arab Saudi dan Iran.

Sekaligus, kesepakatan ini merupakan kekalahan dari strategi Iranophobia AS dan Zionis Israel, khususnya di kawasan Asia Barat.

Masalah penting lainnya adalah bahwa kesepakatan antara Riyadh dan Tehran untuk memulihkan hubungan akan berdampak konstruktif di kawasan Asia Barat.

Oleh karena itu, pengumuman kesepakatan ini mendapat tanggapan luas dan disambut baik oleh berbagai negara di kawasan.

Hossein Amir-Abdollahian, Menteri Luar Negeri Republik Islam Iran menulis dalam sebuah tweet bahwa kembalinya hubungan normal antara Republik Islam Iran dan Arab Saudi memberikan kapasitas yang besar bagi kedua negara, kawasan dan dunia Islam.

Hossein Beheshtipour, seorang analis masalah internasional percaya bahwa Riyadh dan Tehran adalah kekuatan regional yang hebat yang dapat bekerja sama satu sama lain pada saat yang sama karena kepentingan nasional mereka dan bidang keamanan dan politik mereka yang jelas.

Oleh karena itu, meningkatkan hubungan antara kedua pihak membantu menurunkan ketegangan dan membangun perdamaian dan stabilitas di kawasan, khususnya di Yaman.

Poin penting lainnya adalah bahwa kebangkitan kembali hubungan antara Iran dan Arab Saudi adalah bagian utama kebijakan bertetangga dari pemerintah Sayid Ebrahim Raisi.

Presiden Republik Islam Iran Sayid Ebrahim Raisi

Dalam bentuk kebijakan bertetangga, pemerintahan Raisi menekankan perluasan hubungan dengan negara-negara kawasan dan tetangga.

Hossein Amir-Abdollahian menulis dalam hal ini bahwa kebijakan bertetangga sebagai poros utama kebijakan luar negeri pemerintah Iran yang bergerak dengan kuat ke arah yang benar dan aparat diplomatik secara aktif berada di belakang persiapan langkah-langkah yang lebih di tingkat regional.(sl)

Tags