Jan 22, 2024 11:15 Asia/Jakarta

Mohammad Mokhber, Wakil Presiden Republik Islam Iran mempresentasikan proposal Iran untuk menyelesaikan masalah Palestina pada pertemuan Gerakan Non-Blok ke-19 yang diadakan di Kampala, ibu kota Uganda.

Dalam beberapa tahun terakhir, Republik Islam Iran selalu menampilkan posisinya yang transparan dan pragmatis terhadap Palestina kepada opini publik dunia.

Apalagi dalam beberapa tahun terakhir, dengan dukungan langsung dari Amerika dan Barat, rezim penjajah Zionis telah menggunakan kekerasan untuk merampas tanah-tanah yang pemilik utamanya adalah warga Palestina, yang terpaksa meninggalkan rumah mereka akibat pendudukan tersebut.

Perusakan rumah warga Palestina

Semua pemukiman Zionis yang kebetulan dibangun dalam beberapa tahun terakhir bertentangan dengan resolusi PBB, dan rezim penjajah Quds mulai membangun pemukiman Zionis dengan melanggar hukum internasional.

Mengungsikan jutaan warga Palestina ke negara-negara tetangga adalah akibat langsung dari pendudukan rezim Zionis.

Mengadakan referendum tidak diragukan lagi akan memuaskan keinginan nyata jutaan warga Palestina untuk kembali ke tanah milik mereka.

Menurut rencana tersebut, seluruh pengungsi Palestina yang telah dipindahkan ke luar perbatasan Palestina karena perang yang dilakukan Zionis, akan kembali ke tanahnya dan kemudian akan diadakan referendum dengan partisipasi seluruh penduduk tanah tersebut, termasuk Muslim, Kristen, dan Yahudi.

Jika referendum ini digelar, maka akan ditentukan juga jenis pemerintahan di tanah Palestina.

Menekankan kerangka demokrasi, termasuk menentukan nasib suatu negara melalui kotak suara, adalah ciri utama rencana Republik Islam Iran, yang menjamin hak-hak rakyat Palestina dan merupakan kebalikan dari rencana kompromi dan tidak membuahkan hasil dari AS dan negara-negara Barat.

Dalam beberapa tahun terakhir, Amerika Serikat dan sekutu Gedung Putih di Eropa lebih menekankan rencana dua negara untuk menyelesaikan krisis Palestina.

Mohammad Mokhber, Wakil Presiden Republik Islam Iran mempresentasikan proposal Iran untuk menyelesaikan masalah Palestina pada pertemuan Gerakan Non-Blok ke-19 yang diadakan di Kampala, ibu kota Uganda.

Rencana ini, yang merupakan hasil Perjanjian Oslo tahun 1993, tapi bertentangan dengan slogan dan propaganda pemerintah Amerika, tidak membuahkan hasil bahkan justru memperburuk krisis di Wilayah Pendudukan.

Rezim Zionis dengan jelas menunjukkan bahwa mereka tidak mematuhi perjanjian dan resolusi apa pun, dan terus melanjutkan kebijakan agresifnya bahkan dengan menduduki wilayah Tepi Barat dan Gaza yang dikuasai oleh Otoritas Palestina dan Gerakan Perlawanan Islam Palestina (Hamas).

Bisa dibilang, rencana dua negara yang didukung oleh AS dan Barat telah sepenuhnya memberikan kondisi bagi kelanjutan dan perluasan pendudukan rezim Zionis.

Zionis ekstrem bahkan telah bersekongkol dan berencana mengusir warga Palestina dari Tepi Barat dan Gaza, dan mereka terang-terangan mengangkat isu ini.

Setelah operasi Badai Al-Aqsa, para pemimpin rezim Zionis menunjukkan tujuan mereka untuk menghancurkan wilayah Palestina sepenuhnya.

Bezalel Smotrich, Menteri Keuangan Rezim Zionis mengatakan, Kita harus mendorong masyarakat Gaza untuk meninggalkan daerah ini karena mereka hidup dalam kemiskinan dan kesulitan.

Avigdor Lieberman, mantan Menteri Perang Rezim Zionis juga menuntut penghancuran perbatasan antara Jalur Gaza dan Mesir agar warga Palestina di Gaza bisa mengungsi di Gurun Sinai.

Gurun Sinai

Tidak efektifnya rencana kompromi seperti "rencana dua negara" menjadi semacam bukti posisi Iran dalam beberapa tahun terakhir dengan mengadakan referendum di Wilayah Pendudukan.

Sebuah referendum di mana penduduk dan pemilik sebenarnya Palestina berpartisipasi dan memutuskan masa depan yang mereka inginkan.(sl)

Tags