Epik Nissho Maru, Kisah Aliansi Anti-Kolonial Iran dan Jepang
Setelah nasionalisasi industri minyak di Iran, Inggris mengumumkan dalam pernyataan resminya bahwa negara mana pun yang membeli minyak dari Iran harus menunggu Inggris mengambil tindakan melawannya. Namun Jepang tidak terpengaruh oleh dominasi Barat.
Iran dan Jepang, sebagai dua negara penting di Asia Barat dan Timur, selalu menjalin hubungan persahabatan satu sama lain yang telah berlangsung lebih dari 1500 tahun.
Menurut temuan para peneliti dan arkeolog, hubungan Iran dan Jepang sudah ada sejak zaman dinasti Sasanid di Iran dan Jalur Sutra. Secara umum kita dapat mengatakan bahwa Jepang selalu berada di baris pertama dalam persahabatan dan hubungan dengan Iran.
Dalam artikel Pars Today kali ini, kita akan menelisik salah satu titik balik hubungan ini mengenai gerakan nasionalisasi industri minyak Iran dan kisah kapal tanker Jepang Nissho Maru.
Pasca Perang Dunia II, ketika Jepang berusaha membangun kembali negaranya setelah serangan AS dan sekutunya, negara tersebut dan industri minyaknya membutuhkan mitra yang dapat diandalkan untuk membeli minyak. Tepat pada periode ini, industri minyak di Iran dinasionalisasi, dan setelah itu, pemerintah Inggris dan Amerika berusaha membatasi penjualan minyak Iran dan menempatkan Iran di bawah embargo minyak dalam kerangka yang ilegal.
Setelah nasionalisasi industri minyak di Iran, Inggris mengumumkan dalam pernyataan resminya bahwa negara mana pun yang membeli minyak dari Iranakan menghadapi tindakan Inggris terhadap mereka. Tujuannya adalah untuk menghentikan penjualan minyak dan menghentikan perekonomian Iran. Ini adalah sanksi ekonomi pertama terhadap Iran dalam sejarah modern.
Di sisi lain, perusahaan Jepang, Idemitsu, yang bermaksud untuk menghidupkan kembali industri minyak dan industri kilang negara tersebut dan mengetahui tentang keberanian pemerintah dan rakyat Iran melawan penjajah, memutuskan untuk mematahkan embargo ini dan membeli minyak langsung dari Iran.
Pemilik dan direktur idemitsu pertama-tama mengirim adik laki-lakinya Keisuke ke Iran dengan menyamar sebagai reporter untuk bernegosiasi dengan pemerintahan Mossadegh. Pada tanggal 23 Maret 1953 kapal tanker minyak perusahaan Idemitsu bernama Nisso Maru dengan 55 awak berangkat dari pelabuhan Kobe. Tujuan awalnya diperkenalkan sebagai Arab Saudi; Namun kapal tersebut justru bergerak menuju pelabuhan Abadan, Iran.
Kapal berbendera Jepang melewati kapal Inggris di Teluk Persia dan pada pukul satu dini hari tanggal 10 April dan berlabuh di dermaga nomor 19 pelabuhan Abadan. Pemuatan minyak akan segera dimulai, yang akan memakan waktu sekitar dua hari. Setelah memberikan hadiah dari pemerintah Iran kepada kapten kapal, Tatsuo Niyita, Nissho Maru berangkat dari Abadan pada pagi hari tanggal 15 April dalam suasana penuh kekhawatiran dan kecemasan melewati kapal-kapal Inggris di perairan dangkal Teluk Persia. Nisso Maru berlabuh di pelabuhan Kawasaki, Jepang pada tanggal 9 April, dan berhasil mematahkan embargo yang menindas dari kubu kolonial ketika itu.
Idemitsu segera mengumumkan dalam sebuah wawancara tanggal pengiriman kapal tanker minyak Nissho Maru berikutnya ke Iran untuk membuat embargo Inggris sama sekali tidak efektif.
Mengingat Jepang telah mengambil tindakan yang berani, maka pemerintah Iran saat itu menyatakan harga minyak tersebut sebagai hadiah dari bangsa Iran kepada bangsa Jepang.
Selanjutnya, pemerintah Inggris yang mengklaim kepemilikan minyak yang dibeli tersebut menggugat Idemitsu sebanyak dua kali. Pertama kali, sidang dimenangkan Idemitsu, dan kedua kalinya, dengan negosiasi pihak Jepang, Inggris menarik pengaduannya dan meminta maaf kepada Idemitsu.
Peristiwa yang dikenal dengan nama kapal Nisso Maru ini merupakan salah satu titik balik hubungan kedua negara yang dikenang dan dirujuk dalam berbagai kesempatan selama bertahun-tahun setelahnya.
Peristiwa ini disebut-sebut sebagai simbol persahabatan dan hubungan mendalam serta aliansi anti-kolonial antara kedua negara.
Insiden kapal Nisso Maru begitu berpengaruh dalam hubungan Iran-Jepang, bahkan sebuah buku dan film pun dibuat di Jepang berdasarkan hal tersebut. Novel berjudul A Man Called Pirate karya Naoki Hyakuta yang menjadi buku terlaris tahun ini di Jepang pada tahun 2013, dan film Fueled: The Man They Call Pirate yang dirlis 2016 berkisah tentang ini.
Hal menarik dari peristiwa saat itu adalah surat dari pimpinan perusahaan Jepang, Idemitsu yang ditujukan kepada awak kapal Nissho Maru, mengungkapkan, "Orang Iran berani dan berdiri melawan Inggris. Meskipun dikepung oleh 7 perusahaan minyak, tapi kapal Nissho Maru-lah yang harus berangkat untuk membantu Iran."
Pada tanggal 20 Maret 1951, program nasionalisasi industri minyak Iran disetujui oleh anggota komisi perminyakan di parlemen Iran, dan minyak Iran secara resmi dinasionalisasi.
Setelah periode politik yang tegang dengan nasionalisasi industri minyak Iran, pengaruh Inggris terputus dari industri minyak Iran, dan hal ini menyebabkan penarikan bertahap Inggris dari wilayah tersebut.
Nasionalisasi industri minyak Iran juga menjadi titik balik dalam sejarah perkembangan politik di kawasan Asia Barat. Nasionalisasi Terusan Suez di Mesir di bawah kepemimpinan Gamal Abdel Nasser mencontoh nasionalisasi industri minyak Iran.(PH)