Mengapa Snapback akan Gagal?
https://parstoday.ir/id/news/iran-i177432-mengapa_snapback_akan_gagal
Menteri Luar Negeri Iran menegaskan bahwa mekanisme snapback akan gagal.
(last modified 2025-09-27T10:00:41+00:00 )
Sep 27, 2025 17:30 Asia/Jakarta
  • Mengapa Snapback akan Gagal?

Menteri Luar Negeri Iran menegaskan bahwa mekanisme snapback akan gagal.

Tehran, Pars Today- Seyed Abbas Araghchi, Menteri Luar Negeri Iran dalam konferensi pers setelah sidang Dewan Keamanan PBB pada Jumat malam, 26 September, mengatakan, “Sebagaimana serangan militer telah gagal, snapback juga akan gagal.”

Ia menambahkan bahwa Iran tidak akan pernah tunduk pada tekanan. 

“Jika tekanan non-regional menggantikan hukum, kita tidak akan mendapatkan hasil apa pun,” tegas Araghchi.

Araghchi menilai aktivasi snapback adalah tindakan ilegal dan akan menutup jalan diplomasi. Menurutnya, jika snapback dijalankan, perjanjian Iran dengan Badan Energi Atom Internasional (IAEA) tidak akan terlaksana, dan langkah negara-negara Eropa ini akan berdampak pada kerja sama Iran dengan badan tersebut.

Dalam sidang Dewan Keamanan, Araghchi juga menyebut rancangan resolusi yang diajukan sebagai “upaya tulus untuk memajukan diplomasi” namun menuduh Amerika Serikat mengkhianati diplomasi dan tiga negara Eropa telah “mengubur perjanjian nuklir (JCPOA).”

Sidang DK PBB pada 26 September membahas dan memberikan suara atas resolusi yang diajukan Rusia dan Cina untuk mencegah kembalinya otomatis sanksi PBB terhadap Iran. Resolusi itu, yang dimaksudkan memperpanjang teknis Resolusi 2231 selama enam bulan (hingga 18 April 2026), gagal lolos karena penentangan AS dan negara-negara Eropa, dengan hasil: 4 suara mendukung (Cina, Rusia, Pakistan, Aljazair), 9 suara menentang (Prancis, Inggris, AS, Sierra Leone, Slovenia, Denmark, Panama, Somalia, Yunani), dan 2 suara abstain.

Dengan kegagalan resolusi tersebut, proses yang disebut snapback berdasarkan Pasal 11 Resolusi 2231 masuk tahap akhir, dan sanksi yang sebelumnya ditangguhkan pasca perjanjian nuklir 2015 (JCPOA) berada di ambang pemulihan otomatis. Padahal Iran berulang kali menegaskan telah mematuhi seluruh kewajibannya, dan bahwa keluarnya AS secara sepihak dari JCPOA serta pelanggaran janji pihak Eropa merupakan penyebab utama situasi saat ini.

AS dan troika Eropa (Jerman, Prancis, Inggris) yang selama tujuh tahun terakhir dengan kebijakan sepihak dan tindakan ilegal telah melemahkan JCPOA, kini berusaha memanfaatkan mekanisme DK PBB untuk meningkatkan tekanan politik dan ekonomi terhadap Teheran. Padahal IAEA berulang kali menegaskan aktivitas nuklir Iran bersifat damai, dan belum lama ini Iran serta IAEA mencapai kesepakatan di Kairo.

Pejabat tinggi Iran menekankan bahwa Republik Islam Iran tidak akan pernah menyerah pada tekanan atau pemaksaan. Teheran menegaskan tetap siap berdialog atas dasar saling menghormati dan pencabutan nyata sanksi, tetapi setiap kebijakan tekanan dan ancaman akan dijawab dengan tegas.

Troika Eropa memicu proses snapback pada 28 Agustus 2025, sementara DK PBB menolak usulan Rusia dan Cina untuk menundanya pada 26 September. Dengan demikian, sanksi PBB akan berlaku kembali mulai Minggu, 28 September. Namun mekanisme snapback dinilai tidak akan mencapai tujuan yang diumumkannya.

Beberapa alasan antara lain:
- Tidak adanya konsensus global untuk pelaksanaan seragam.
- Jalur pendapatan utama Iran (khususnya ekspor minyak ke Asia Timur) sejak lama mampu melewati sanksi.
- Alat eksekusi PBB terbatas.
- Pengalaman sebelumnya menunjukkan reaksi Iran terhadap tekanan Barat adalah mengurangi kerja sama nuklir.

Jika tolok ukur keberhasilan snapback adalah penurunan signifikan pendapatan luar negeri Iran dan memaksa Teheran mundur dari program nuklirnya, bukti menunjukkan hal itu tidak akan tercapai. Bahkan analis Barat memprediksi dampak ekonominya terbatas dibanding sanksi sepihak ketat AS, dan lebih bersifat politis serta simbolis.

Iran masih mengekspor minyak. Meski di bawah tekanan besar, Cina secara terbuka menyatakan sebagian besar impor minyaknya berasal dari Iran, dengan rata-rata 1,43 juta barel per hari pada 2025.

Selain itu, ada perbedaan tajam Timur-Barat dalam implementasi sanksi. Meskipun snapback secara hukum mengikat semua anggota PBB, dalam praktiknya hal itu bergantung pada kemauan pemerintah, sistem hukum, dan kapasitas pengawasan mereka. Cina dan Rusia tidak mendukung dan bahkan menentangnya.

DK PBB juga tidak memiliki instrumen secondary sanctions seperti AS. Karena itu, tidak dapat secara sistematis memaksa bank non-Barat, perusahaan pelayaran, atau perusahaan minyak asing untuk mematuhi. Sementara Iran telah menguasai teknik menghindari sanksi dan menyesuaikan struktur ekonominya.

Iran juga mengancam akan membatalkan kesepakatan baru dengan IAEA jika snapback dilaksanakan. Sejak Juni 2025, IAEA beberapa kali mengumumkan hilangnya continuity of information dan akses terbatas ke fasilitas nuklir Iran. Dengan kata lain, semakin keras tekanan snapback, semakin besar kemungkinan Iran mengurangi transparansi nuklirnya, yang justru berlawanan dengan tujuan Barat untuk confidence building.

Kesimpulan

Pelaksanaan snapback terhadap Iran akan berakhir dengan kegagalan jika tolok ukurnya adalah perubahan signifikan perilaku nuklir dan regional Iran atau penurunan nyata pendapatan luar negerinya. Hal ini disebabkan oleh perbedaan besar Barat-Timur, jaringan mapan penghindaran sanksi oleh Iran, keterbatasan eksekusi PBB, serta reaksi Iran berupa pembatasan kerja sama dengan IAEA.(PH)