Shiraz; Ibu Kota Budaya Iran dan Kota Penyair
https://parstoday.ir/id/news/iran-i178480-shiraz_ibu_kota_budaya_iran_dan_kota_penyair
Letak geografis yang strategis dan alam subur di sekitar Shiraz telah menjadikan kota ini — selama berabad-abad — sebagai rumah bagi taman-taman hijau dan kebun-kebun bunga yang mekar sepanjang musim. Shiraz, yang terletak di bagian selatan Iran, bukan hanya salah satu kota tertua di negeri itu, tetapi juga dikenal sebagai “ibu kota budaya Iran.”
(last modified 2025-10-18T04:37:50+00:00 )
Okt 18, 2025 11:28 Asia/Jakarta
  • Shiraz; Ibu Kota Budaya Iran dan Kota Penyair

Letak geografis yang strategis dan alam subur di sekitar Shiraz telah menjadikan kota ini — selama berabad-abad — sebagai rumah bagi taman-taman hijau dan kebun-kebun bunga yang mekar sepanjang musim. Shiraz, yang terletak di bagian selatan Iran, bukan hanya salah satu kota tertua di negeri itu, tetapi juga dikenal sebagai “ibu kota budaya Iran.”

Tehran, Parstoday yang dikutip dari Press TV melaporkan kekayaan sejarah dan keindahan alam menjadikan Shiraz pusat sastra, filsafat, dan puisi Persia sejak masa klasik hingga kini.

Di jantung identitas Shiraz bersemayam reputasinya sebagai “kota para penyair.” Nama-nama besar seperti Hafez, Sa’di, Khwaju Kermani, Jahan-Malek Khatun, dan Obeid Zakani telah menorehkan warisan abadi yang mengangkat kota ini sebagai mercusuar sastra Persia.

Hafez: Burung Merak dari Shiraz

Khwajah Syamsuddin Muhammad Hafez Shirazi, lahir pada tahun 1325 M, dikenal sebagai penyair nasional Iran. Karya-karyanya selama berabad-abad telah memikat hati para pecinta puisi di seluruh dunia.Sejak kecil, ia menghafal Al-Qur’an dan karena itu dijuluki “Hafez” (Penghafal). Ia menghabiskan seluruh hidupnya di Shiraz, menulis ghazal- ghazal yang kini dianggap mahakarya tak tergantikan dalam sastra Persia.

Puisi Hafez mencerminkan puncak tradisi ghazal — penuh kedalaman spiritual, kehalusan bahasa, dan refleksi filosofis.Pengaruhnya melampaui batas waktu: dari rumah-rumah Iran hingga universitas-universitas Eropa, bait-bait Hafez dibaca untuk mencari inspirasi, ketenangan, dan jawaban hidup.

Tokoh besar dunia seperti Goethe, Nietzsche, dan Ralph Waldo Emerson memandang Hafez sebagai penyair ideal yang melampaui peradaban dan agama.

Makamnya, Hafezieh, di utara Shiraz, kini menjadi ziarah budaya dan spiritual. Dikelilingi pohon-pohon cemara, air mancur, dan taman bunga, tempat itu menjadi ruang renungan dan perayaan.Tradisi “Fal-e Hafez” — membuka secara acak halaman Diwan Hafez untuk mencari nasihat ilahi — masih hidup di kalangan masyarakat Iran.Setiap Nowruz (Tahun Baru Iran) dan Yalda Night (malam terpanjang tahun), orang-orang berkumpul di sana membaca puisi Hafez sebagai ritual refleksi dan harapan.

Sa’di: Suara Moral dari Shiraz

Abu Muhammad Musharraf al-Din Muslih bin Abdullah Sa’di Shirazi, lahir sekitar tahun 1210 M, dikenal sebagai penyair, pemikir, dan guru moral terbesar Persia.Ia menempuh perjalanan panjang ke berbagai wilayah dunia Islam — dari Baghdad hingga India — sebelum kembali ke tanah kelahirannya di Shiraz.Pengalaman itu membentuk dua mahakaryanya yang abadi: “Bustan” (Taman) dan “Gulistan” (Kebun Mawar).

Bustan (1257) seluruhnya ditulis dalam bentuk syair dan berisi kisah-kisah moral tentang keadilan, kasih, kerendahan hati, dan kesederhanaan.Setahun kemudian, Gulistan hadir dalam bentuk campuran prosa dan puisi, mengangkat tema tentang pemerintahan, etika, dan kebijaksanaan hidup.

Karya Sa’di dikenal karena kesederhanaan bahasanya namun kedalaman maknanya. Ia mengubah konsep etika dan filsafat menjadi cerita yang mudah dicerna dan penuh keindahan.Bait terkenalnya, “Bani Adam a’zaye yek peykarand / ke dar afarinesh ze yek goharand”(“Anak manusia adalah anggota dari satu tubuh; diciptakan dari satu hakikat yang sama”) — kini diabadikan di markas besar PBB di New York, sebagai pesan universal tentang kemanusiaan.

Makamnya, Sa’dieh, terletak di taman tenang di Shiraz. Setiap 21 April (31 Farvardin) diperingati sebagai Hari Sa’di Nasional, di mana masyarakat Iran berkumpul untuk menghormati sang guru abadi moralitas.Bangunan makam yang memadukan arsitektur tradisional taman Persia dengan desain modern menegaskan posisi Shiraz sebagai kota yang memelihara warisan budaya dan etika.

Jahan-Malek Khatun: Penyair Perempuan dari Shiraz

Jahan-Malek Khatun, putri Raja Mas’ud dari Shiraz (abad ke-14), adalah salah satu penyair perempuan paling penting dalam sejarah Iran.Ia hidup di masa pergolakan politik dan kehilangan tragis — ayahnya dibunuh pada 1342 M — namun penderitaan itu memperkaya emosi dan kedalaman puisinya.

Karya-karyanya meliputi ghazal, rubai, qasidah, dan ratapan bagi putrinya sendiri.Dengan gaya lembut namun tegas, puisinya membuka jendela langka ke dunia perempuan Persia abad pertengahan.Warisan sastranya menjadikan Jahan-Malek Khatun sebagai simbol kekuatan intelektual perempuan Iran.

Khwaju Kermani: Jembatan antara Dua Era

Khwaju Kermani (abad ke-14) menghabiskan tahun-tahun terakhir hidupnya di Shiraz setelah berkelana ke Isfahan dan Kerman.Ia dikenal karena puisinya yang penuh perasaan dan spiritualitas — berbicara tentang cinta, kerinduan, dan keindahan Ilahi.Dengan karya besar seperti “Humay o Humayun,” “Gol o Nowruz,” dan “Rawdat al-Anwar,” Khwaju dianggap sebagai penghubung antara moralitas Sa’di dan mistisisme Hafez.

Sebagai penyair senior sekaligus mentor bagi Hafez muda, pengaruhnya terhadap perkembangan estetika puisi Shiraz sangat mendalam.Khwaju Kermani adalah pilar transisi dalam evolusi ghazal Persia.

Obeid Zakani: Suara Satir dari Shiraz

Obeid Zakani, tokoh lain dalam sejarah sastra Shiraz, dikenal sebagai penyair satir dan pengkritik sosial-politik.Meski namanya tidak setenar Hafez atau Sa’di, karyanya menunjukkan keragaman intelektual dan keberanian moral masyarakat Shiraz.Puisi-puisinya mengkritik kemunafikan, korupsi, dan kemerosotan moral elite — menjadikannya pelopor sastra satir Persia klasik.

Shiraz: Kota yang Menyatu dengan Puisi dan Kehidupan

Dari bait-bait Hafez hingga hikmah Sa’di, dari lirisisme Khwaju hingga satir Zakani, Shiraz tetap menjadi jantung kebudayaan Iran.Kota ini bukan sekadar tempat lahirnya para penyair — ia sendiri adalah sebuah puisi yang hidup.(PH)