Kekuatan Rudal Iran yang Tak Tergoyahkan
-
rudal Iran
Brigjen Masoud Jazayeri, Juru Bicara Angkatan Bersenjata Republik Islam Iran, Ahad (21/5) mereaksi statemen Rex Tillerson, Menteri Luar Negeri Amerika Serikat terkait kemampuan rudal Iran. Jazayeri mengatakan, pada situasi dunia dan kawasan saat ini, kelanjutan, percepatan dan pendalaman tujuan-tujuan pertahanan, termasuk sistem pertahanan rudal, merupakan prioritas Iran.
Rex Tillerson, Menlu Amerika, Sabtu (20/5) mereaksi kemenangan Hassan Rouhani dalam pemilu presiden ke-12 Iran dan memberikan sejumlah saran kepada Rouhani, salah satu di antaranya adalah agar ia menghentikan uji coba rudal Iran.
Pertanyaanya adalah, atas dasar apa Amerika menganggap kemampuan pertahanan dan kekuatan pencegahan Iran sebagai ancaman bagi kawasan. Padahal Washington sendiri menjual senjata termasuk sistem rudal canggih bernilai ratusan milyar dolar kepada Arab Saudi dan beberapa negara Arab kawasan lain untuk merusak keamanan kawasan. Berdasarkan konvensi internasional mana, kepemilikan rudal sebagai senjata pertahanan standar dan pencegahan, dianggap sebagai ancaman.
Tidak diragukan, memiliki kemampuan rudal merupakan bagian dari kapasitas standar pertahanan dan tidak ada satupun aturan internasional yang melarangnya. Republik Islam Iran dalam kerangka ini, dengan memperhatikan tingkat ancaman, menyusun strategi pertahanannya berdasarkan prinsip pencegahan. Berbeda dengan negara-negara adidaya dunia, Iran tidak mendefinisikan kekuatannya pada kepemilikan senjata pemusnah massal mulai dari senjata nuklir, senjata kimia sampai senjata biologis, karena agama melarang penggunaan senjata pemusnah massal.
Oleh karena itu, Iran percaya bahwa senjata atom atau produksi rudal dengan kemampuan membawa hulu ledak nuklir tidak sejalan dengan prinsip pencegahan, dan senjata semacam itu tidak punya tempat dalam doktrin militer Iran. Akan tetapi jelas bahwa keamanan menjadi penekanan Tehran. Sebagaimana sebelumnya dijelaskan Brigjen Hossein Dehqan, Menteri Pertahanan Iran, program Iran di bidang rudal, transparan dan tidak ada seorangpun yang bisa mengintervensinya.
Tujuan statemen pejabat Gedung Putih itu tidak lain adalah untuk menciptakan instabilitas di kawasan dan mendorong negara-negara Arab kawasan untuk membeli senjata dalam jumlah banyak dan tujuan itu diraih dengan menggunakan isu Iranfobia.
Sebelumnya Amerika sudah menyampaikan klaim ini di Dewan Keamanan PBB dan negara itu berusaha menunjukkan bahwa program rudal Iran adalah pelanggaran atas kesepakatan nuklir atau Rencana Aksi Bersama Komprehensif, JCPOA, namun gagal. Pasalnya, DK PBB dalam proses penandatanganan kesepakatan nuklir Iran dan Kelompok 5+1 mengeluarkan sebuah resolusi yang menegaskan bahwa aktivitas militer ilegal dan lazim, tidak ada artinya bagi Iran.
Meski demikian, manuver Amerika untuk menampilkan bahwa rudal Iran seolah-olah adalah ancaman yang dilakukan bersamaan dengan kunjungan Donald Trump, Presiden negara itu ke Saudi, telah memberikan dimensi baru pada upaya Washington dalam hal ini. Dengan langkah tersebut, Amerika berusaha merusak kekuatan rudal Iran, sebuah tujuan yang tidak akan pernah tercapai.
Realitasnya adalah, musuh merasa terganggu dengan kekuatan rudal Iran, karena itu mereka menganggap program rudal Iran sebagai ancaman. Seperti yang disampaikan Brigjen Jazayeri, permintaan Menlu Amerika atas Presiden Iran itu disebabkan kebodohan pejabat Amerika terkait Republik Islam. Brigjen Jazayeri menegaskan, tujuan dan kebijakan pertahanan Iran mengikuti sebuah proses yang jelas dan tidak bisa dipengaruhi faktor apapun. (HS)