Ketika Amerika Memulai Perang, Sudah Pasti Akhir Perang Tidak di Tangan AS
Republik Islam tidak akan memulai perang apa pun, tetapi jika diserang, ia akan mempertahankan diri dengan sekuat tenaga.
Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif, yang telah melakukan perjalanan ke New York untuk menghadiri sidang Majelis Umum PBB, mengatakan dalam sebuah wawancara dengan CNN, "Iran telah berulang kali memperingatkan Amerika Serikat bahwa jika memulai perang, sudah pasti akhir perang tidak di tangan AS."
Dalam beberapa dekade terakhir, ada berbagai konspirasi AS di kawasan yang beberapa di antaranya telah memaksakan perang terhadap negara-negara di kawasan.
Perang tidak diragukan lagi merupakan fenomena tercela dan tertolak, tetapi pertahanan melawan agresor memiliki makna yang berbeda. Dari sudut pandang ini, kekhasan paling penting dalam pertahanan dan pencegahan adalah memiliki kekuatan militer yang sepadan dengan ancaman.
Karena sebuah negara yang memiliki kekuatan pertahanan konvensional dapat menggunakan kekuatannya untuk mengusir ancaman dan segera menanggapi agresor, serta menjadi instrumen yang dapat mencegah terjadinya perang. Memiliki kekuatan semacam ini bahkan dapat menimbulkan keraguan pada kekuatan militer besar dalam memutuskan untuk memulai perang.
Ali Shamkhani, Sekretaris Dewan Tinggi Keamanan Nasional dalam mengevaluasi ancaman Amerika Serikat dan kekuatan defensif dan agresif Republik Islam Iran dalam menghadapi ancaman ini mengatakan:
"Republik Islam Iran selalu menganggapi serius ancaman militer musuh dan untuk alasan inilah kami bersikeras memiliki kekuatan pencegah baik di bidang rudal maupun di bidang pertahanan udara canggih. Hari ini, di bidang militer, Iran mampu merespons dengan tegas segala ancaman dan ini diketahui oleh Trump dan pemerintah AS serta masalah ini benar-benar jelas bagi Tel Aviv. Itu sebabnya mereka mengancam dengan keras. Tentu saja karena mereka jelas tahu bahwa mereka tidak bisa berperang, karenanya mereka membuat suara ancaman lebih intens. Ini adalah metode Trump, Trump bukan ahli berperang, makanya ia mengancam agar tidak berperang."
Iran sekarang memiliki kekuatan rudal di tingkat pencegahan dan dapat menggunakan kekuatan rudalnya bila diperlukan untuk menargetkan posisi musuh dan pasukan teroris AS di Teluk Persia dan Selat Hormuz, serta pangkalan militer Washington di negara-negara pesisir Teluk Persia. Tingkat kemampuan pertahanan ini berarti strategi "pencegahan".
Dengan kapasitas seperti itu, jika Amerika Serikat memutuskan untuk meluncurkan perang melawan Iran, negara itu harus mempersiapkan diri untuk pertempuran serentak di beberapa front di wilayah tersebut, termasuk di dalam pangkalan negara tuan rumah dan pasukannya. Dengan kata lain, perang dengan Iran tidak hanya akan tetap di perbatasan Iran, tetapi dengan cepat akan menyebar dan menjadi perang regional yang tentunya tidak akan menguntungkan Amerika Serikat dan sekutu regionalnya.
Michael Shenkman, pakar dan analis politik Rusia dalam menjelaskan kenyataan ini mengatakan, "Amerika Serikat ketika melakukan invasi militer ke Iran akan terjebak dalam kondisi, dimana untuk melepaskan diri darinya, siapapun tidak dapat memprediksinya."
Jelas bahwa tujuan Amerika untuk menyebarkan rasa tidak aman dan perang di wilayah ini adalah untuk menunjukkan ketidakmampuan Republik Islam Iran dalam menjamin keamanan. Namun terlepas dari upaya Amerika Serikat dan mitra regionalnya, Iran ternyata mampu menghadapi segala ancaman yang ada dengan cerdas. Pendirian ini karena mendapat dukungan dari kekuatan dan peran menentukan Iran dalam menjaga stabilitas di kawasan itu yang bukan hanya memberikan keamanan di dalam negeri, tetapi juga memperkuat keamanan kolektif di kawasan.
Oleh karena itu, pernyataan Mohammad Javad Zarif dalam sebuah wawancara dengan CNN dan penekanan menteri luar negeri iran tentang kekuatan pencegahan Iran harus dianggap sebagai peringatan penting bagi AS dan sekutu regionalnya yang ingin membuat beragam skenario anti-Iran.