Mengapa Al-Jubeir Terus Mengejar Tuduhan dan Klaim Bohong terhadap Iran?
AS dan Al Saud berusaha menuding Iran sebagai yang bertanggung jawab atas serangan terhadap Aramco.
Adel al-Jubeir, Menteri Penasihat urusan Luar Negeri Arab Saudi masih terus melanjutkan skenario ini dengan melontarkan klaim lain bahwa Iran berada di belakang serangan terhadap fasilitas minyak Aramco.
Al-Jubeir haris Sabtu, 23 November, dalam pertemuan "Dialog Manama" kembali mengulangi klaim bahwa drone-drone yang menyerang Aramco adalah buatan Iran. "Arab Saudi tidak menentang pembicaraan dengan Iran, tetapi tanggapan terhadap Iran seharusnya untuk mencegah hal itu terjadi lagi. Kebijakan menjaga Iran agar tetap puas tidak berhasil, sebagaimana berinteraksi dengan Hitler juga tidak akan membuahkan hasil."
Menteri penasihat luar negeri Saudi juga menunjukkan kehadiran pasukan AS di negara-negara Arab di pesisir Teluk Persia seraya menekankan, "Kehadiran pasukan Amerika di Teluk Persia tidak hanya akan berkurang tetapi juga meningkat."
Al-Jubeir, yang sejauh ini telah membuat retorika untuk menutupi kejahatannya dengan dukungan AS, telah kembali mencoba untuk membenarkan kejahatannya di Yaman dengan menggunakan Hitler dan pernyataan konyol.
Arab Saudi dan sekutunya di Yaman sejauh ini telah menewaskan lebih dari 14.000 orang Yaman, melukai puluhan ribu orang dan memaksa orang Yaman mengungsi.
Menanggapi kekejaman itu, tentara Yaman mengumumkan pada 14 September bahwa pihaknya menargetkan fasilitas minyak Arab Saudi di timur negara ini dalam operasi pembalasan dengan sepuluh drone.
Serangan itu menargetkan kilang "Abqaiq dan Khurais" yang berafiliasi dengan perusahaan minyak Aramco di Provinsi Syarqiyah, Arab Saudi. Menurut para pejabat Saudi, sebagai akibat dari serangan ini, produksi minyak di dua kilang minyak ini turun sekitar lima juta barel.
Laporan Express News merujuk pada peluncuran awal saham Aramco, "Serangan tentara Yaman pada fasilitas minyak Aramco mengurangi 500 miliar pound dari nilai perusahaan minyak Saudi ini."
Media Inggris ini menambahkan, "Mohammed bin Salman berusaha untuk menjual aset terbesar kerajaan senilai sekitar 1,5 triliun pound. Namun angka ini, sekarang menunjukkan penurunan tajam dibandingkan dengan perkiraan yang dibuat pada paruh pertama tahun 2019. Sebelumnya, nilai Aramco diperkirakan lebih dari 1,5 triliun pound."
Al-Jubeir berpikir bahwa dengan kekuatan militer dan pembelian senjata dari AS, ia dapat mengalahkan tentara dan perlawanan Yaman dalam hitungan hari, tetapi medan perang yang sebenarnya membuktikan bahwa sistem pertahanan mereka yang modern dan mahal bahkan tidak dapat mencegat rudal dan drone Yaman, dan untuk menebus rasa malu ini, mereka memfitnah orang lain.
Surat kabar Amerika The Hill menulis tentang perkembangan di Yaman, "Arab Saudi menemui jalan buntu di Yaman, dan kisah nyata Yaman adalah bahwa Arab Saudi menghadapi masalah di negara ini."
Tentu saja tidak mudah untuk menerima kenyataan bahwa Amerika Serikat dan Arab Saudi dihantam oleh tentara dan Muqawama Yaman adalah tidak mudah.
Mohammad Javad Zarif, Menteri Luar Negeri Iran di sela-sela peringatan berdirinya ASEAN ke-52 kepada para wartawan menyinggung tuduhan Amerika dan Arab Saudi terkait campur tangan Tehran dalam serangan ke fasilitas Aramco mengatakan, "Secara transparan kami mengatakan bahwa Amerika Serikat harus melihat fakta ketimbang melakukan aksi destruktif. Saya merasa bahwa pemerintah AS ingin melupakan realitas kawasan kami, dimana sekarang telah memasuki tahun keempat setengah, rakyat Yaman berada di bawah kejahatan luar biasa. Kejahatan ini dikonfirmasi oleh semua organisasi internasional bahwa anak-anak dan bayi terbunuh di Yaman selama bertahun-tahun karena pemboman yang menargetkan anak-anak. Karenanya, rakyat Yaman berusaha membela dirinya."
Sekarang, Arab Saudi sedang mencari jalan keluar dari rawa Yaman, tetapi satu-satunya jalan keluar dari rawa ini adalah menghentikan perang.