Jul 22, 2020 20:45 Asia/Jakarta
  • Mohammad Javad Zarif, Menteri Luar Negeri Iran
    Mohammad Javad Zarif, Menteri Luar Negeri Iran

Menteri Luar Negeri Republik Islam Iran, Mohammad Javad Zarif, tiba di Moskow pada hari Selasa (21/07/2020) untuk bertemu dengan Presiden dan Menteri Luar Negeri Rusia.

Selama kunjungan, Menteri Luar Negeri Iran menyampaikan pesan dari Presiden Republik Islam Iran, Hassan Rouhani, kepada Presiden Federasi Rusia, Vladimir Putin. Konsultasi mengenai perjanjian Rencana Aksi Bersama Komprehensif (JCPOA), perkembangan regional dan masalah bilateral juga menjadi fokus pembicaraan antara Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif dan Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov.

Vladimir Putin dan Mohammad Javad Zarif

Tehran dan Moskow memiliki hubungan strategis, dan atas dasar ini, ada konsultasi terus-menerus antara kedua negara mengenai perkembangan kawasan.

Hubungan strategis ini mencakup jangkauan yang luas dari kerja sama ekonomi dan konvergensi politik di tingkat internasional hingga menghadapi ancaman bersama. Salah satu dari ancaman ini adalah unilateralisme AS, yang sebagian di antaranya adalah pengenaan sanksi lintas hukum yang bertujuan merongrong kekuatan ekonomi negara-negara yang menentang paksaan AS.

Meluasnya penggunaan sanksi memiliki tempat yang sangat istimewa dalam struktur pengambilan keputusan pejabat Gedung Putih, dan presiden AS memiliki keinginan kuat untuk menggunakannya terhadap negara-negara independen. Tetapi trik itu telah tumbuh secara eksponensial selama masa kepresidenan Donald Trump. Dia telah berusaha keras untuk menggunakan sanksi ekonomi dan perang dagang serta menarik diri dari sebagian besar kesepakatan dan perjanjian internasional, dan menjatuhkan sanki kepada banyak negara, termasuk Cina, Iran, Turki, Pakistan, Yaman, Korea Utara, Suriah, Kuba, Venezuela, hingga Rusia dan Kolombia."

Meluasnya penggunaan sanksi telah menimbulkan pertanyaan apakah, di sisi lain, aliansi dapat dibentuk antara negara-negara yang telah dikenakan sanksi sepihak.?

Dalam wawancara dengan surat kabar Kommersant Rusia yang diterbitkan pada hari Selasa (21/07/2020), Duta Besar Iran untuk Moskow, Kazem Jalali, merujuk pada upaya AS untuk melemahkan ekonomi Rusia, Cina dan Iran mengatakan, "Sudah waktunya bagi ketiga negara untuk membentuk kutub "Negara di bawah sanksi" untuk melawan tindakan Washington.

Penindasan dan pemaksaan Amerika serta tindakan bermusuhannya adalah masalah serius dan melampaui masalah antara Iran dan Amerika Serikat. Masalah yang paling penting adalah melanggar hukum dan melanggar kewajiban internasional, di mana Amerika Serikat di era Trump telah membuat rekor baru. Menurut situs web Departemen Keuangan AS, sekitar 35 negara yang berbeda dengan produk domestik bruto sebesar $ 5,3 triliun telah dikenakan berbagai sanksi.

Pengalaman menunjukkan bahwa jika negara-negara yang dikenai sanksi bersatu, mereka dapat mengalahkan negara-negara yang mengembargo dengan memenuhi kebutuhan masing-masing.

Richard Nephew, perancang utama sanksi terhadap Iran, yang telah menulis buku tentang panduan sanksi, menyatakan, "Apa yang dapat menyebabkan kegagalan sanksi adalah ketahanan negara sasaran terhadap sanksi.

Richard Nephew

Tentu saja, sebagian besar elemen kekuatan dan dominasi Amerika di berbagai bidang, karena perannya di arena internasional, penerimaan hegemoninya di berbagai bidang telah didukung oleh berbagai negara untuk hegemoni ini. Namun hari ini, sejumlah negara yang menolak untuk mematuhi perintah AS semakin bertambah.

Sekalipun demikian, beberapa negara yang terkena sanksi dapat mempertimbangkan pembentukan kutub baru menghadapi Amerika Serikat dan hal ini bukan sesuatu yang jauh dari benak mereka. Untuk alasan ini, pertama-tama harus ada kepercayaan bersama di antara negara-negara yang terkena sanksi tentang perlunya membentuk koalisi ini, yang membutuhkan diplomasi aktif dan konsultasi antara pihak berwenang dan para elit negara-negara di bidang ini.

Gagasan membentuk klub "Negara di bawah sanksi" dalam hal ini akan menjadi pengalaman baru yang, jika diterapkan, setidaknya akan meningkatkan motivasi dan gagasan konfrontasi kolektif dengan unilateralisme Amerika dan bisa menjadi awal dari akhir unilateralisme Amerika.

Tags