Dinamika Asia Tenggara, 6 Mei 2023
(last modified Sat, 06 May 2023 08:18:00 GMT )
May 06, 2023 15:18 Asia/Jakarta
  • Presiden AS Joe Biden dan Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr
    Presiden AS Joe Biden dan Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr

Dinamika di negara-negara Asia Tenggara pekan lalu diwarnai sejumlah isu penting seperti; Marcos: Akses militer AS di Filipina bukan untuk menyerang negara lain.

Selain itu, masih ada isu lain seperti;

  • Korsel dan Indonesia Sepakati Peningkatan Transaksi Mata Uang Lokal
  • PM Anwar bahas ekonomi hingga EBT dengan Menlu Korsel
  • Menlu China kunjungi Myanmar, bertemu dengan panglima junta
  • Hungaria antusiastis pererat kerja sama dengan Laos
  • ASEAN Dituntut Lebih Transparan Selesaikan Krisis Myanmar

Marcos: Akses militer AS di Filipina bukan untuk menyerang negara lain

Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr pada Kamis (4/5) menegaskan bahwa perjanjian tahun ini untuk memberikan akses militer kepada Amerika Serikat oleh Filipina tidak dimaksudkan untuk menyerang negara lain.

Saat berbicara kepada sebuah kelompok kajian di Washington, Marcos mengatakan ia sudah menjelaskan hal itu kepada pejabat China dalam pertemuan baru-baru ini.

Ferdinand Marcos Jr

"Menteri Luar Negeri China baru saja mengunjungi saya.. dan saya katakan kepadanya bahwa (akses) tersebut bukan sebagai pangkalan militer untuk menyerang, gerakan melawan seseorang, negara lain, tidak China dan negara mana pun," kata Marcos.

Marcos juga menjelaskan bahwa AS tidak meminta Filipina untuk menyediakan pasukan jika seandainya terjadi perang antara AS dan China terkait Taiwan.

Saat berbicara di Center for Strategic and International Studies (CSIS), Marcos mengatakan Persetujuan Kerja Sama Pertahanan yang Ditingkatkan (EDCA) pada 2014 mengizinkan akses di Filipina itu terkait dengan dampak perubahan iklim.

Menurut Marcos, penggunaan pangkalan EDCA bagi aksi ofensif adalah hal yang akan berada di luar ketentuan yang telah dibicarakan antara Filipina dan AS.

Ia juga menegaskan bahwa Washington tidak pernah mengemukakan kemungkinan penggunaan pangkalan itu sebagai tempat persiapan untuk melakukan serangan ke negara lain.

Hubungan Manila dan Washington semakin akrab di bawah kepemimpinan Marcos Jr dan ia memberikan empat lagi akses bagi militer AS pada Februari lalu.

Langkah tersebut dipandang oleh China sebagai tindakan yan gmenyalakan api ketegangan di kawasan.

Menurut pengamat, AS memandang Filipina sebagai lokasi strategis untuk menempatkan roket, rudal dan sistem artileri untuk menghadapi ancaman China terhadap Taiwan, pulau yang dianggap bagian dari wilayah mereka.

Menteri Pertahanan AS Llyod Austin, setelah pertemuan dengan kementerian pertahanan Filipina bulan lalu, mengatakan bahwa terlalu dini untuk membicarakan mengenai fasilitas apa yang akan ditempatkan di pangkalan militer di Filipina.

Marcos berkunjung ke Washington untuk menemui Presiden Joe Biden dan membahas lebih jauh mengenai komitmen AS melindungi negaranya di bawah pakta keamanan 1951, di tengah semakin tingginya ketegangan di Laut China Selatan.

Biden menyatakan komitmen AS kepada Marcos Jr bahwa kerja sama kedua negara "sangat kuat", termasuk di Laut China Selatan --kawasan tempat Manila berada di bawah tekanan China.

Setelah kunjungan Marcos Jr ke Pentagon pada Rabu (3/5), kedua pihak menandatangani dokumen enam halaman yang berisi "pedoman pertahanan bilateral" , yaitu komitmen AS kepada Filipina di bawah perjanjian pertahanan bersama 1951.

Menurut Marcos, hubungan Washington dan Manila kembali normal dan perlu dikembangkan lebih jauh agar mereka bisa lebih responsif terhadap tantangan yang ada saat ini atau di masa mendatang.

Di bawah pemerintahan Rodrigo Duterte, hubungan Filipina dengan AS sempat renggang gara-gara keputusan Duterte yang berpaling dari negara bekas penjajahnya itu dan menjalin hubungan lebih erat dengan Beijing.

Korsel dan Indonesia Sepakati Peningkatan Transaksi Mata Uang Lokal

Bank sentral Indonesia dan Korea Selatan menandatangani nota kesepahaman pada Selasa untuk bekerja sama dalam meningkatkan penggunaan mata uang mereka untuk transaksi bilateral, seperti transaksi giro dan investasi langsung.

Bank Sentral Indonesia

Kerja sama tersebut akan membantu dunia bisnis mengurangi biaya transaksi mereka dan paparan risiko nilai tukar dengan memungkinkan kuotasi nilai tukar langsung antara won Korea dan rupiah Indonesia dalam perdagangan antarbank, kata bank sentral dalam pernyataan bersama.

Kesepakatan tersebut ditandatangani oleh para gubernur kedua bank sentral di sela-sela Pertemuan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral ASEAN+3 di Incheon, Korea Selatan.

Situs Antara mengutip keterangan Gubernur BI Perry Warjiyo  hari Selasa,  melaporkan, "Kesepakatan ini akan mendorong penggunaan mata uang lokal masing-masing negara dalam transaksi bilateral antara Indonesia dan Korea Selatan seperti transaksi berjalan, investasi langsung, dan transaksi ekonomi dan keuangan lainnya," kata

Kerja sama itu diwujudkan melalui penandatanganan Nota Kesepahaman oleh Gubernur BI Perry Warjiyo dan Gubernur Bank of Korea RHEE Chang Yong pada Selasa (2/5) di sela-sela Pertemuan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral ASEAN+3 di Korea Selatan.

Kolaborasi tersebut menandai capaian penting dalam memperkuat kerja sama keuangan bilateral antara Bank Indonesia dan Bank of Korea.

Pelaku usaha dapat memanfaatkan kerja sama tersebut untuk mengurangi biaya transaksi dan eksposur terhadap risiko nilai tukar dalam melakukan transaksi bilateral kedua negara, antara lain melalui penggunaan kuotasi nilai tukar secara langsung antara mata uang Korean won dan rupiah dalam perdagangan antarbank.

"Kerja sama ini akan terus diperkuat melalui sharing informasi dan diskusi secara berkala antara otoritas Indonesia dan Korea Selatan," ujar Perry.

Otoritas kedua negara memandang bahwa penggunaan mata uang lokal masing-masing negara yang lebih luas untuk transaksi bilateral pada akhirnya akan berkontribusi dalam mempromosikan perdagangan antara Indonesia dan Korea Selatan serta memperdalam pasar keuangan dalam mata uang lokal di kedua negara.

Kerja sama itu merupakan bentuk kesepakatan antarotoritas untuk membentuk kerangka kerja sama guna mendukung penyelesaian transaksi bilateral antar dua negara, antara lain perdagangan dan investasi, yang dilakukan dengan mata uang masing-masing negara.

Hal tersebut akan memperluas kesepakatan kerja sama serupa yang dimiliki Bank Indonesia dengan otoritas Malaysia (Bank Negara Malaysia), Thailand (Bank of Thailand), Jepang (Japan Ministry of Finance), Tiongkok (People Bank of China), dan Singapura (Monetary Authority of Singapore).

PM Anwar bahas ekonomi hingga EBT dengan Menlu Korsel

Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim menerima kunjungan resmi Menteri Luar Negeri Korea Selatan  Park Jin di Putrajaya, Selasa, membahas kerja sama sektor ekonomi hingga energi baru terbarukan (EBT).

Menurut Anwar, mereka sepakat untuk meningkatkan lagi pertukaran kunjungan di peringkat tertinggi antara kedua negara, selain membahas kerja sama sektor ekonomi, pertahanan, pembangunan infrastruktur, pengangkutan dan EBT.

Anwar Ibrahim

Mereka, kata dia, membincangkan juga isu penting bersama dan kerja sama memperkuat hubungan dua negara, selain juga bertukar pandangan terkait isu Internasional dan geopolitik.

Pertemuan yang juga dihadiri Menteri Luar Negeri Malaysia Zambry Abdul Kadir tersebut terlaksana di Perdana Putra dalam rangkaian kunjungan resmi Park selama dua hari di Malaysia, yakni 1-2 Mei 2023.

Wisma Putra dalam pernyataan medianya menyebutkan lawatan resmi Park bertepatan dengan Ulang Tahun ke-40 Dasar Pandang Ke Timur (LEP) oleh Malaysia dan Korea Selatan.

Pada 2022, Korsel merupakan rekan dagang kedelapan terbesar Malaysia dengan jumlah mencapai 114,21 miliar ringgit Malaysia (RM) (25,94 miliar dolar AS) atau sekitar Rp377,29 triliun. Angka tersebut meningkat 29,3 persen dari nilai yang dicatatkan 2021.

Korsel juga merupakan investor asing ketujuh terbesar Malaysia dalam sektor pembuatan untuk projek yang dilaksanakan bernilai RM33 miliar (9,25 miliar dolar AS) atau sekitar Rp109.013 triliun.

Menlu China kunjungi Myanmar, bertemu dengan panglima junta

Menteri Luar Negeri China Qin Gang bertemu dengan panglima junta Myanmar Min Aung Hlaing di Naypyitaw pada Selasa (2/5) dan menegaskan solidaritas Beijing kepada pemerintah yang dipimpin militer di negara Asia Tenggara itu.

Qin menjadi menteri luar negeri China pertama yang bertemu dengan Jenderal Senior Min Aung Hlaing di ibu kota Myanmar sejak kudeta terjadi pada Februari 2021.

Menlu Cina Qin Qang

Menurut pihak junta, Qin pada pertemuan tersebut mengatakan kunjungannya itu menunjukkan bahwa China berada di pihak Myanmar dalam komunitas internasional.

Pihak junta juga menyebutkan bahwa Qin akan bertemu dengan sejumlah pejabat pemerintah junta lainnya selama dia berada di Myanmar hingga Kamis.

Qin mengunjungi Myanmar ketika Aung San Suu Kyi, mantan pemimpin Myanmar yang ditahan dalam aksi kudeta,  dipenjara atas berbagai tuduhan --termasuk korupsi.

Lawatan itu juga berlangsung ketika komunitas Muslim Rohingya, yang merupakan etnis minoritas di Myanmar, tetap berada di Bangladesh setelah mengalami penganiayaan di Myanmar --negara yang mayoritas penduduknya beragama Buddha.

Kementerian Luar Negeri China mengatakan bahwa kunjungan Qin ditujukan untuk memperdalam kerja sama praktis di berbagai bidang, seperti ekonomi

Lawatan Qin itu juga disebutkan untuk mendukung upaya Myanmar dalam "menjaga stabilitas, merevitalisasi ekonomi, meningkatkan kehidupan masyarakat, dan mewujudkan pembangunan berkelanjutan."

Setelah berkunjung ke Myanmar, Qin akan melakukan lawatan ke Panaji, India, dan menghadiri pertemuan menteri luar negeri Organisasi Kerja Sama Shanghai pada 4-5 Mei, menurut Kemenlu China.

Hungaria antusiastis pererat kerja sama dengan Laos

Hungaria sangat antuasiastis memperkuat persahabatan dan kerja sama dengan Laos, kata Menteri Luar Negeri dan Perdagangan Hungaria Peter Szijjarto.

"Selama ini, kami menikmati hubungan yang didasari persahabatan dan sikap saling percaya. Menurut saya, kedua hal ini adalah aspek paling penting yang kini hilang dari arena politik internasional," kata Szijjarto  dalam wawancara dengan media Laos pada Kamis (27/4).

Szijjarto menilai saat ini banyak negara khawatir dihakimi, didikte, dan diajari negara lain, bukannya saling memberi perhatian, saling memahami, dan saling menghormati.

"Saat ini, hubungan antara Laos dan Hungaria selalu identik dengan sikap saling menghormati dan persahabatan. Kita menekankan banyak hal dalam berbagai pertemuan tingkat tinggi. Saya pribadi sudah 12 kali bertemu dengan menteri luar negeri Laos dalam enam tahun terakhir," kata Szijjarto.

"Saya rasa semua kesuksesan yang kita raih telah membuktikan semua pertemuan tersebut tidak sia-sia," sambung dia.

Szijjarto mengunjungi Laos pada 26-27 April untuk meresmikan tiga proyek investasi besar yang dikelola oleh sejumlah perusahaan Hungaria di ibu kota Laos di Vientiane.

Proyek tersebut di antaraya perluasan pabrik pemasok air dan Koperasi Pengolahan Ikan Veunkham di Distrik Xaythany.

Szijjarto vertemu dengan Wakil Perdana Menteri yang juga Menteri Luar Negeri Laos Saleumxay Kommasith pada Kamis dan Perdana Menteri Sonexay Siphandone sebelum menjalani sesi wawancara dengan televisi nasional Laos pada hari yang sama.

ASEAN Dituntut Lebih Transparan Selesaikan Krisis Myanmar

Ketua organisasi riset dan advokasi masyarakat Myanmar, Progressive Voice, Khin Ohmar, menilai Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) dapat lebih terbuka dalam menyelesaikan krisis di Myanmar.

Situs Antara melaporkan, dalam sebuah diskusi di Jakarta, Rabu, Khin mengaku tidak tahu apa yang telah ASEAN lakukan selama ini dan sejauh apa organisasi kawasan tersebut bekerja menyelesaikan krisis Myanmar.

Pemerintah Indonesia mengatakan bahwa mereka telah melibatkan beberapa pemangku kepentingan di Myanmar, tetapi kami tidak melihatnya secara terbuka, di mana transparansinya?,” kata Khin.

Menteri Luar Negeri Retno Marsudi pada 5 April lalu menyatakan Indonesia telah berkomunikasi dengan berbagai pihak di Myanmar sebagai upaya memulai dialog inklusif. Salah satu hasilnya adalah dibukanya akses AHA Centre untuk menyalurkan bantuan kemanusiaan.

Ketika ditanya soal kemungkinan Indonesia sebagai Ketua ASEAN 2022 lebih memilih menempuh dialog tertutup atau quiet diplomacy dalam menangani isu Myanmar, Khin menyebut langkah tersebut  "sandera diplomatik".

Bagi kami rakyat Myanmar, quiet diplomacy adalah bentuk penindasan ganda; penindasan dari militer dan ASEAN yang memilih untuk melakukannya secara tertutup,” ujar dia.

Kami melihatnya seperti menunda penegakan keadilan dan membiarkan lebih banyak orang tewas terbunuh. Quiet diplomacy hanya akan memperburuk kekejaman di lapangan,” kata dia.

Khin mendesak para pemimpin ASEAN agar membantu mengakhiri serangan udara yang terus dilancarkan junta terhadap masyarakat sipil Myanmar. Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA) mencatat lebih dari 3.000 warga sipil tewas dalam dua tahun terakhir.

Dia berharap pertemuan puncak ASEAN di Indonesia tahun ini menghasilkan langkah nyata demi menurunkan kekerasan di Myanmar.

Sementara itu, pendiri dan Koordinator ALTSEAN-Burma yang memperjuangkan hak asasi manusia di kawasan ASEAN terutama Myanmar, Debbie Stothard, mengatakan jalur diplomasi apa pun yang ditempuh ASEAN dan Indonesia dalam menyelesaikan krisis Myanmar belum ada kemajuan karena junta hingga kini masih menyerang warga sipil Myanmar.