Perlawanan Rakyat Bahrain Menuntut Keadilan
(last modified Tue, 15 Feb 2022 11:36:22 GMT )
Feb 15, 2022 18:36 Asia/Jakarta
  • Simbol perlawanan rakyat Bahrain.
    Simbol perlawanan rakyat Bahrain.

Rakyat Bahrain menyerukan persatuan untuk melawan rezim Al Khalifa pada peringatan 11 tahun revolusi Bahrain.

Pada 14 Februari 2011, rakyat Bahrain mengobarkan perlawanan terhadap rezim Al Khalifa. Kebangkitan ini dimulai setelah pecahnya revolusi di Tunisia dan Mesir, tetapi sebenarnya sejarah perlawanan rakyat Bahrain punya sejarah yang lebih panjang daripada kebanyakan negara-negara Arab.

Sejak Bahrain merdeka pada 1971, perlawanan sipil terhadap rezim Al Khalifa mulai terbentuk. Al-Khalifa terkadang dipaksa untuk memberikan konsesi kepada kubu oposisi, termasuk pada tahun 2000, dengan disahkannya sebuah piagam nasional.

Setelah kematian Sheikh Isa bin Salman Al Khalifa, putranya, Raja Hamad bin Isa mulai memerintah di Bahrain. Ia mulai mengambil langkah-langkah baru untuk mengakhiri konflik dan menciptakan stabilitas politik di negaranya.

Pada Februari 2001, Hamad bin Isa Al Khalifa memutuskan untuk menggelar referendum Piagam Nasional yang berisi tentang reformasi politik. Piagam reformasi ini disetujui oleh rakyat Bahrain dengan suara 98,4 persen.

Piagam itu menjanjikan pembentukan parlemen terpilih, pemisahan kekuasaan, independensi peradilan, perlindungan hak-hak politik perempuan, dan kebebasan sipil, tetapi langkah reformasi ini tidak sampai berumur dua tahun dan dilanggar oleh rezim Al Khalifa sendiri.

Komunitas Islam al-Wefaq berpartisipasi dalam pemilu parlemen 2006 dan 2010, masing-masing memenangkan 17 dan 18 kursi dari total 40 kursi. Partisipasi ini ditujukan untuk melemahkan rezim diktator di Bahrain, bukan untuk bekerja sama dengannya.

Penguasa Bahrain mengkhawatirkan kebangkitan rakyat pada Februari 2011, karena gerakan itu – seperti perkembangan di Tunisia dan Mesir – akan mengarah pada penggulingan rezim dan perubahan sistem politik di Bahrain. Oleh sebab itu, Raja Hamad bin Isa Al Khalifa, dengan dukungan Arab Saudi, Amerika Serikat dan Israel, menolak memberikan konsesi apa pun kepada para pengunjuk rasa dan oposisi.

Meski rezim Al Khalifa dan sekutunya menumpas aksi protes damai, namun pendekatan ini tidak membuat rakyat untuk mundur dari tuntutannya. Tuntutan mereka untuk reformasi telah berubah menjadi penggulingan rezim.

Ayatullah Sheikh Isa Qassem.

Setelah 11 tahun berlalu, para penentang rezim Al Khalifa tetap mengejar tuntutan mereka dengan slogan "kami bersatu di jalan kebenaran." Dengan kata lain, oposisi menolak melegitimasi penguasa dan menekankan persatuan untuk melawan rezim dan mengakhiri kediktatoran di Bahrain.

Pada dasarnya, oposisi Bahrain sedang menuntut hak untuk menentukan nasib sendiri, sebuah hak yang dilanggar oleh kehadiran pasukan Amerika, Inggris, Saudi, dan rezim Zionis di negara itu.

Komunitas Islam al-Wefaq dalam sebuah pernyataan, mengatakan bahwa oposisi Bahrain menuntut sebuah konstitusi baru yang akan menetapkan hak untuk menentukan nasib sendiri.

Ayatullah Sheikh Isa Qassem, Pemimpin Syiah Bahrain, mengatakan dalam pidato peringatan 11 tahun Revolusi 14 Februari bahwa persoalan utama Bahrain adalah masalah politik, dan masalah ini tidak dapat diselesaikan tanpa konstitusi yang adil.

Menurutnya, menyusun konstitusi baru adalah satu-satunya jalan keluar dari krisis politik di Bahrain. Ia mendesak rezim di Manama untuk mengejar kesepakatan dengan oposisi.

"Tuntutan rakyat Bahrain sangat penting. Rakyat akan melanjutkan pemberontakan mereka sampai tuntutannya dipenuhi sepenuhnya,” kata Sheikh Qassem saat menyampaikan pidato yang disiarkan langsung dari kota Qom, Iran.

Koalisi 14 Februari Bahrain dalam sebuah statemen menyatakan, "Kami sepenuhnya yakin bahwa kunci perubahan demokratis adalah pembongkaran pangkalan militer AS, Inggris, dan rezim Zionis serta pengusiran mereka dari Bahrain." (RM)