Kekuatan Udara Hizbullah Meningkat, Mimpi Buruk bagi Pejabat Israel
Kekuatan udara Gerakan Muqawama Islam Lebanon, Hizbullah meningkat dan membuat rezim Zionis Israel semakin khawatir. Kekhawatiran ini semakin bertambah seiring meningkatnya kekuatan kelompok-kelompok di Palestina.
Menurut surat kabar berbahasa Ibrani Maariv, penyelidikan lingkaran militer rezim Zionis menunjukkan bahwa kemampuan udara Hizbullah, terutama di sektor drone, telah meningkat untuk melawan Angkatan Udara Israel.
Kalangan militer Zionis mengakui bahwa kekuatan pertahanan udara Hizbullah Lebanon mengalami perubahan besar dalam lima tahun terakhir, yang dapat menguarangi jarak antara kekuatan gerakan ini dengan kekuatan udara Israel.
Keputusan Hizbullah Lebanon untuk mengaktifkan sistem pertahanan udara SA-8, SA-22 merupakan perubahan strategis mendasar dari Hizbullah, seakan-akan pasukan Hizbullah berusaha membatasi aktivitas Angkatan Udara Israel, bahkan selama jam-jam gencatan senjata.
Pada tahun 2019, Hizbullah menarget pesawat tak berawak Israel, Hermes 450 dengan rudal SAM-8 sebagai tanggapan atas serangan drone rezim Zionis ini di pinggiran selatan Beirut. Bagi Israel, tindakan ini adalah awal ancaman Hizbullah untuk menembak jatuh semua pesawat tak berawak Israel yang masuk ke zona udara Lebanon.
Sebelumnya, seorang mayor jenderal cadangan di tentara Zionis mengungkapkan keprihatinan tentang kekuatan militer Hizbullah. Menurutnya, pasukan dan rudal Hizbullah mampu mencapai bagian mana pun dari wilayah Palestina pendudukan (Israel).
Amiram Levin, pensiunan pasukan Zionis yang bekerja untuk Mossad mengatakan, Hizbullah dapat menargetkan daerah yang sangat luas dan padat penduduk dengan puluhan ribu rudal.
Media rezim Zionis menyebut rudal-rudal akurasi Hizbullah sebagai pengganggu tidur para pejabat keamanan dan militer Israel.
Baru-baru ini, Hizbullah Lebanon juga berhasil menembak jatuh drone mata-mata rezim Zionis, yang telah memasuki wilayah Lebanon dari arah pemukiman Zionis, Zareit di utara Palestina yang diduduki.
Gambar-gambar yang diterbitkan dari operasi ini menunjukkan bahwa pasukan Zionis berusaha mendapatkan kembali kendali atas drone R-Copter 1000, tetapi gagal melakukannya. Drone ini dilengkapi dengan dua kamera berkualitas tinggi.
Sebelumnya dan dalam beberapa tahun terakhir, Hizbullah telah memperingatkan rezim Zionis bahwa mereka tidak akan lagi tinggal diam menghadapi pelanggaran wilayah udaranya oleh drone-drone Israel.
Setelah meletusnya konflik atas ladang gas Lebanon, yang akan dieksploitasi secara sepihak oleh rezim Zionis, Hizbullah mengirim tiga drone di atas ladang gas untuk menjalankan misi yang dinyatakan berhasil.
Rezim Zionis gagal mendidentifikasi dan menghancukan ketiga drone tersebut sebelum menjalankan misi-misinya. Ini merupakan ajang untuk memamerkan kekuatan drone Hizbullah.
Rezim Zionis berupaya agar Hizbullah tidak dapat memaksakan perimbangan deterensinya sehingga militer Israel bebas melanjutkan kegiatan spionasenya di wilayah Lebanon, namun kini keadaan telah berubah, rezim Zionis tidak menjadi takut jika melancarkan spionase ke wilayah Lebanon dan khawatir akan masuk ke dalam penyergapan Hizbullah.
Hizbullah Lebanon telah mampu menggariskan perimbangan baru dalam pertempuran udara yang mementahkan kemampuan rezim Zionis untuk menyusup ke wilayah udara Lebanon. Para pejabat keamanan dan militer Israel sendiri telah mengakui kemampuan Hizbullah ini.
Pengamat dan analis militer dan politik meyakini bahwa Hizbullah telah berhasil menggambar perimbangan baru dalam pertempuran udara dalam beberapa tahun terakhir, dengan tujuan untuk mencegah rezim Zionis menyusup ke wilayah udara Lebanon. Kemampuan Hizbullah ini membuat para pejabat Tel Aviv makin khawatir.
Yang menambah kekhawatiran rezim Zionis adalah pencapaian kelompok-kelompok Perlawanan Palestina di sektor kekuatan anti-drone dan pertahanan udara. Insinyur kelompok-kelompok Perlawanan Palestina telah berhasil mengembangkan model peluru kendali Strela-2 yang diluncurkan dari pundak. Mereka juga telah sukses mengujinya.
Strela-2 adalah sistem misil permukaan-ke-udara dengan ketinggian rendah (antara 500 dan 1500 meter), yang diluncurkan dari pundak. Sistem ini memiliki hulu ledak berdaya tinggi dan sistem panduan inframerah pasif.
Strela-2 memainkan peran sentral dalam Perang Vietnam melawan militer Amerika Serikat (AS). Strela-2 berhasil menembak jatuh lebih dari tiga ribu helikopter Amerika pada perang tersebut.
Setelah Perang Pedang al-Quds (Saif al-Quds) pada Mei 2021, kelompok-kelompok perlawanan Palestina mengintensifkan upayanya untuk mengembangkan rudal anti-udara guna mengurangi risiko seranga jet-jet tempur Israel. Kini mereka telah berhasil meraihnya.
Pengembangan senjata-senjata seperti Strela-2 menjadi kendala bagi terbangnya drone dan jet-jet tempur Israel secara sembarangan di atas Jalur Gaza. Sejak 2014, kelompok-kelompok perlawanan Palestina menggunakan senjata anti-pesawat 14,5 mm, sehingga helikopter Israel tidak lagi berani mendekati Gaza.
Pada akhirnya, zona udara Gaza tidak aman lagi bagi pesawat, drone dan jet tempur Israel, dan berubah menjadi tempat yang berbahaya bagi segala bentuk pesawat rezim Zionis.
Perkembangan kekuatan Hizbullah dan kelompok-kelompok perlawanan Palestina menunjukkan bahwa dengan berlalunya waktu, monopoli kekuatan udara rezim Zionis terpatahkan, dan hari demi hari, mereka meningkatkan dan memperkuat daya tangkalnya di medan udara, darat dan laut.
Perkembangan kekuatan poros perlawanan di Asia Barat menjadi mimpi buruk bagi para pejabat Israel. Mereka sudah tidak bisa lagi tidur dengan nyenyak, dan kekalahan akan terus membayanginya. (RA)