Analis AS: Trump Mengorbankan Hukum Internasional Demi Ambisi Geopolitik
-
Daniel Lazare, analis isu politik dan internasional
Pars Today - Analis Amerika menilai kebijakan Trump di Asia Barat tidak sesuai dengan hukum internasional.
Daniel Lazare, analis isu politik dan internasional sekaligus jurnalis independen Amerika, dalam wawancara dengan IRNA menyatakan tentang diplomasi Presiden AS Donald Trump di dunia, khususnya di Asia Barat, "Donald Trump tidak menghargai hukum internasional dan hanya memikirkan perolehan sumber daya sebanyak mungkin."
Analis Amerika ini menambahkan, Sementara itu, Uni Eropa juga telah menjadi begitu lemah sehingga merasa tidak punya pilihan selain berpihak pada Washington, meskipun Trump telah menargetkan Eropa sendiri dengan sanksi.
Mengenai upaya AS dan Eropa untuk menerapkan sanksi terhadap Iran, Lazare mengatakan, Pengendalian Teluk Persia dan sumber daya energi Iran selalu menjadi prioritas bagi AS. Amerika Serikat tidak pernah mundur dari tujuan ini, tetapi tidak diragukan lagi telah menjadi semakin bermusuhan terhadap Iran sejak Trump menarik diri dari JCPOA pada Mei 2018.
Mengenai tujuan dan alasan AS dan Eropa untuk memulihkan sanksi dan menghidupkan kembali enam resolusi Dewan Keamanan yang telah dibatalkan terhadap Iran, Lazare mengatakan, "AS tidak tertarik pada kompromi dan justru ingin mengkonsolidasikan monopolinya di Teluk Persia untuk mencegah campur tangan kekuatan asing lainnya."
"Konsep tatanan berbasis aturan selalu sangat munafik dalam kasus Trump," tegasnya.
Perjanjian Gencatan Senjata Gaza dan Berlanjutnya Pembersihan Etnis
Lazare melanjutkan, Rakyat Gaza harus mewaspadai berlanjutnya pembersihan etnis dan pembantaian di Tepi Barat dan Gaza, dan proses ini dapat dipercepat.
Mengenai tujuan rencana gencatan senjata AS untuk Gaza, Lazare menyerukan pembentukan Timur Tengah yang bebas dari senjata nuklir dan menekankan, AS lebih berkomitmen dari sebelumnya untuk mempertahankan monopoli nuklir Israel dan tidak akan membiarkan apa pun menghalangi tercapainya tujuan ini.
"Mungkin lebih tepat dikatakan bahwa Amerika Serikat berkomitmen pada monopoli nuklir bersama dengan Israel, karena kerja sama antara Washington dan Tel Aviv belum pernah sedekat ini," imbuhnya.
Menanggapi pertanyaan, mengingat dukungan komprehensif Washington terhadap Tel Aviv, dapatkah perjanjian gencatan senjata Gaza dikatakan didasarkan pada realitas lapangan dan regional, dan bahwa implementasinya secara penuh dan sukses dimungkinkan?
Lazara mengatakan, "Saya sangat senang dengan berakhirnya perang Gaza. Namun, saya tidak yakin rencana gencatan senjata akan berlanjut dan dapat menyelesaikan krisis Palestina."
Menurutnya, "Saya rasa kecil kemungkinan Israel akan membiarkan demokrasi atau kebebasan berekspresi terbentuk di Gaza. Sebaliknya, Israel akan mengintensifkan pengawasannya sehingga tidak ada kata, tindakan, atau tulisan yang bertentangan dengan kebijakan Tel Aviv."
Jurnalis independen Amerika ini menyimpulkan dengan memprediksi, "Rakyat Gaza harus waspada terhadap berlanjutnya pembersihan etnis dan pembantaian di Tepi Barat dan Gaza, dan proses ini dapat dipercepat."(sl)