Pembebasan Aleppo dan Kekalahan Politik serta Media Kubu Oposisi
Kota Aleppo yang terletak di utara Suriah setelah empat tahun akhirnya berhasil dibebaskan dari keberadaan anasir teroris secara total.
Panglima angkatan bersenjata Suriah Kamis (22/12) malam di statemennya menyatakan, pembersihan total kota Aleppo dari keberadaan anasir teroris dan pemulihan keamanan di kota ini sebuah prestasi dan transfromasi strategis.
Menurut keterangan militer Suriah, kemenangan ini merupakan titik balik penting dalam memerangi terorisme dan pukulan mematikan terhadap berbagai rencana teroris serta pendukung mereka.
Panglima militer Suriah menekankan, prestasi besar ini merupakan motivasi kuat untuk melanjutkan tugas suci militer dalam memerangi serta memberantas terorisme dan memulihkan keamanan serta stabilitas di seluruh wilayah Suriah.
Masih menurut statemen ini, kemenangan tersebut merupakan penekanan atas kekuatan militer Suriah dan sekutunya dalam mengakhiri perang kontra terorisme serta titik awal bagi babak baru kekalahan teroris di seluruh wilayah Suriah.
Panglima militer Suriah kembali menyeru seluruh anasir bersenjata meletakkan senjata mereka, karena perang melawan teroris akan terus berlanjut hingga pembebasan seluruh wilayah negara ini.
Aleppo diduduki teroris sejak 2012, yakni empat setengah tahun lalu. Sejak musim panas lalu, proses pembebasan Aleppo dimulai. Dengan kata lain, pembebasan Aleppo dari cengkeraman teroris hanya berlangsung kurang dari enam bulan. Urgensitas kemenangan Aleppo bagi kondisi lapangan Suriah, konstelasi kekuatan regional dan bahkan persaingan politik global membuat kubu anti Damaskus tidak segan-segan mengerahkan berbagai upaya untuk mencegah kemanangan final tersebut.
Gencatan senjata menjadi salah satu mekanisme kubu anti pemerintah Suriah menghalangi pembebasan Aleppo. Ketika militer Suriah September lalu bersama sekutunya mampu membebaskan jalur strategis Castello serta memutus kontak militer dengan sponsornya, Amerika Serikat dengan dalih kemanusiaan menuntut gencatan senjata yang kemudian disepakati oleh Rusia. Ketika gencatan senjata tinggal satu pekan berakhir, jet-jet tempur Amerika Serikat menyerang militer Suriah dan puluhan tentara tewas. Dengan demikian jelas bahwa tuntutan gencatan senjata tersebut bukan karena unsur kemanusiaan, namun untuk menghentikan proses kemenangan militer Suriah di Aleppo.
Amerika Serikat dan sekutu Barat serta Arabnya usai pengumuman pembebasan 99 persen wilayah Aleppo pada 13 Desember lalu, dengan dalih kemanusiaan juga menuntut gencatan senjata. Untuk meraih ambisinya tersebut, mereka memanfaatkan media dan berbagai media pro mereka mengerahkan segenap upayanya untuk melayani kubu anti Suriah termasuk Amerika.
Media pro kubu anti Suriah tanpa meliput pembebasan Aleppo, cenderung meliput teroris dan dengan menyebut teroris sebagai warga sipil, media ini berupaya menebar agitasi bahwa di Suriah tengah terjadi kejahatan perang.
Pemanfaatan Dewan Keamanan PBB sebagai alat juga termasuk strategi lain kubu anti Suriah khususnya Amerika Serikat mencegah kekalahan total di Aleppo. Bahkan Sekjen PBB, Ban Ki moon mengiringi negara-negara tersebut.
Meski demikian mekanisme dan strategi mereka tidak mampu mencegah pembersihan total Aleppo dari keberadaan anasir teroris dan kemenangan militer Suriah beserta sekutunya di kota ini akhirnya mencapai seratus persen. Oleh karena itu, panglima militer Suriah di statemennya menegaskan bahwa kemenangan ini merupakan penekanan atas kemampuan dan kekuatan militer Suriah beserta sekutunya dalam mengakhiri perang anti terorisme serta babak baru memberantas terorisme di seluruh wilayah Suriah. (MF)