Jalan Keberuntungan
-
Imam Musa bin Jakfar as
Diriwayatkan dari Imam Musa bin Jakfar bahwa beliau berkata, “Jangan menilai banyak kebaikan yang kalian lakukan, meskipun memang banyak (karena akan menyebabkan ujub dan bangga diri) dan jangan meremehkan dosa meski sedikit karena kecil-kecil yang terkumpul akan menjadi besar.
Kemudian beliau berkata, “Takutlah kepada Allah dalam kesunyian dan segeralah menuju pada ketaatan Allah. Jujurlah dalan berbicara. Jagalah amanat dan ketahuilah bahwa hal ini menguntungkan kalian. Jangan ikut dalam segala pekerjaan yang tidak halal karena hal itu merugikan kalian. Bila kalian mengetahui, inilah jalan keberuntungan.
Menghilangkan Kekhawatiran Seorang Mukmin
Muhammad bin Abdullah Bakri mengatakan, “Dalam sebuah safar, saya memasuki kota Madinah. Uang saya sudah habis dan saya benar-benar khawatir. Saya memutuskan untuk berhutang pada seseorang. Saya tidak menemukan seseorang. Akhirnya saya terpikir untuk menemui Imam Kazhim as dan menjelaskan keadaan saya.
Beliau saat itu sedang bekerja di sebuah ladang di sebuah desa di sekitar Madinah. Saya datang ke sana. Beliau memperlakukan saya dengan penuh kasih sayang dan memberikan makanan dan kami makan bersama. Kemudian beliau menanyakan keadaan saya dan saya pun menceritakan kehidupan saya.
Imam Kazhim masuk ke dalam rumahnya. Sebentar kemudian beliau keluar dan jauh dari pandangan budaknya, beliau memberikan sebuah kantong kepada saya yang di dalamnya ada tiga ratus dinar. Setelah menerima uang, saya kembali ke Madinah.
Dengan demikian, bekal perjalanan saya telah tersedia dan dengan penuh kegembiraan saya menunggangi kendaraan dan bergerak menuju kampung halaman saya.
Thayyul Ardhi
Ali bin Yaqthin mengutus dua orang pembantunya dan berkata kepada mereka, “Belilah dua onta pejalan dan pergilah ke Madinah dari jalan menyimpang.”
Dia memberikan uang dan kertas-kertas kepada mereka dan berkata, “Berikan ini kepada Abu al-Hasan Musa bin Jakfar yang sekiranya tidak diketahui orang.”
Para pembantu itu berkata, “Kami pergi ke Kufah, membeli onta yang kuat. Kami menyiapkan bekal safar dan keluar dari Kufah dari jalan menyimpang sehingga sampai ke Bathnurrummah [sebuah tempat peristirahatan di tengah perjalanan menuju ke Madinah]. Kami berhenti di sana dan mengikat kedua onta itu dan meletakkan rumput di dekatnay dan kami makan. Tiba-tiba datang seorang penunggang kendaraan datang bersama budaknya.
Begitu mendekati kami, ternyata beliau adalah Imam Musa bin Jakfar as. Kemudian kami bangkit menghormati beliau dan mengucapkan salam. Kemudian kami memberikan surat-surat dan uang yang ada pada kami kepada beliau. Imam juga mengeluarkan surat-surat dari dalam jubahnya dan berkata, “Ini adalah jawaban surat-surat kalian.”
Kami berkata, “Bekal kami sudah tinggal sedikit, bila Anda mengizinkan, kami akan masuk ke Madinah. Kami akan menziarahi Rasulullah Saw dan menyiapkan bekal.”
Imam as berkata, “Keluarkan semua sisa bekal kalian.”
Kamipun mengeluarkan sisa bekal kami dan Imam mengambil dengan tangannya yang penuh berkah dan berkata, “Ini akan menyampaikan kalian sampai ke Kufah dan kalian telah melihat Rasulullah dan menziarahinya. Sesungguhnya saya telah mengerjakan salat Subuh dengan beliau dan mau mengerjakan salat Zuhur bersama beliau juga dan kembalilah kalian dari sini dalam penjagaan Allah.”
Menghancurkan Thagut
Harun Rasyid dalam perjalanan haji, pergi ke Madinah di sisi kuburan Rasulullah Saw. Dengan penuh kesombongan dan kebanggaan diri berkata, “Salam untukmu wahai anak paman!”
Imam Kazhim as yang saat itu juga berada di sana datang mendekati kuburan Rasulullah Saw untuk menghancurkan kesombongan Harun berkata, “Salam untukmu wahai ayah!
Yakni Hai Harun bila engkau ingin menganggap Rasulullah Saw sebagai anak paman dan menilai dirimu sebagai sepupunya dan menyalahgunakan posisi ini, maka ketahuilah bahwa akau adalah putranya.
Harun marah dan tampak jelas kemarahannya di wajahnya.
Membantu Orang Lain
Zakaria A’war berkata, “Saya melihat Imam Musa bin Jakfar as sedang mengerjakan salat. Di samping beliau ada seorang lelaki tua duduk. Dia ingin bangkit dan mencari-cari tongkatnya. Meski Imam sedang berdiri salat, beliau menunduk mengambil tongkat lelaki tua itu dan memberikan ke tangannya. Kemudian kembali pada posisi salatnya. Dari kejadian ini saya memahami akan pentingnya membantu orang lain.
Tukang Sihir Yang Disantap Macan
Harun Rasyid meminta tukan sihir di sebuah pertemuan untuk menjadikan Imam Musa bin Jakfar tidak bisa melakukan apa-apa sehingga merasa malu di hadapan masyarakat. Tukang sihir itu menerima permintaan itu.
Saat hidangan makanan sudah disiapkan, tukang sihir itu melakukan sesuatu sehingga ketika Imam mau mengambil roti, maka roti itu melompat.
Karena keinginan busuk Harun terpenuhi, dia benar-benar gembira dan tertawa terbahak-bahak.
Imam Musa bin Jakfar mengangkat kepalanya dan melihat gambar macan yang ada di tabir dan berkata:
“Hai macan Allah! Ambillah musuh Allah ini.” Seketika itu juga gambar tersebut menjadi macan yang sangat besar dan mencabik-cabik tukang sihir tersebut.
Harun bersama para pembantunya pingsan karena menyaksikan kejadian penting ini. Setelah Harun sadar, dia berkata kepada Imam, “Saya memohon mintalah kepada macan ini untuk mengembalikan tubuh lelaki tersebut ke awalnya.”
Imam Musa bin Jakfar berkata, “Bila tongkat Musa mengembalikan tali-tali dan tongkat-tongkat para tukang sihir yang telah ditelannya, maka gambar macan ini juga akan mengembalikannya.” (Emi Nur Hayati)
Sumber: Sad Pand va Hekayat; Imam Musa Kazdim as