Transformasi Timur Tengah 24 Agustus 2019
Transformasi Timur Tengah sepekan terakhir diwarnai oleh beberapa isu penting di antaranya jatuhnya kota Aden, penistaan rezim Zionis terhadap masjid al-Aqsa dan penyelenggaraan demonstrasi Hak Kepulangan ke 70.
Selain itu, Anda masih akan mendapatkan peristiwa pekan lalu seperti bagaimana rezim Zionis Israel melarang masuknya dua anggota Kongres AS ke Palestina pendudukan dan begitu juga mengenai pidato Sayid Hasan Nasrullah memperingati tahun ke13 dari Perang 33 Hari.
Aden Jatuh ke Tangan Dewan Peralihan Selatan
Konflik bersenjata yang terjadi antara pasukan Uni Emirat Arab dan Arab Saudi Sabtu lalu berujung pada kekalahan pasukan yang berafiliasi dengan pemerintah Mansour Hadi, mantan presiden Yaman yang mendapat dukungan Arab Saudi. Dewan Peralihan Selatan yang berafiliasi dengan UEA berhasil mengontrol istana Maashiq, gedung kepresidenan di Aden. Bandara Aden yang merupakan maskapai penerbangan yang berafiliasi dengan pemerintah Mansour Hadi juga telah ditutup. Dewan Peralihan Selatan setelah menguasai istana Maashiq dalam pernyataannya telah menekankan pembentukan negara Yaman Selatan seperti sebelum tahun 1990. Transformasi selatan Yaman seakan -akan menunjukkan Uni Emirat Arab dan Arab Saudi tengah berusaha memecah belah Yaman.
Kejatuhan Aden merupakan kekalahan besar bagi Arab Saudi. Menanggapi jatuhnya istana Maashiq dan kota Aden, Ahmad al-Muyassari, Menteri Dalam Negeri Mansour Hadi mengritik keras Arab Saudi dan mengatakan, "Kami mengakui kekalahan dan mengucapkan selamat kepada Uni Emirat Arab yang mengalahkan kami. Sekalipun ini bukan perang terakhir dan kami akan membebaskan kembali tanah air kami. Sekitar 400 kendaraan lapis baja UEA terlibat dalam perang dan kami melawan mereka dengan senjata biasa. Arab Saudi bungkam selama empat hari menghadapi transformasi Aden. Dalam kondisi dimana mitra kami tengah memotong kedua telinga di kepala kami."
Menteri Informasi pemerintah Mansour Hadi, Muammar al-Iryani Menanggapi jatuhnya istana Maashiq dan kota Aden, menulis bahwa pemerintah Hadi pada tahapan sulit ini telah sangat mengandalkan koalisi Saudi.
Penistaan Rezim Zionis terhadap Masjid Al-Aqsa dan Demo Hak Kembali
Pasukan rezim Zionis Israel pekan lalu telah menggugursyahidkan 7 warga Palestina dan melukai lebih dari 130 orang. Tentara Israel menembak mati empat pemuda Palestina di perbatasan Gaza, Sabtu (10/08). Pekan lalu, memperingati hari Idul Adha, warga muslim Palestina melaksanakan shalat Idul Adha dengan dihadiri oleh lebih dari 100.000 jamaah di dalam masjid al-Aqsa. Pasukan Zionis Israel yang tidak mampu melarang warga Palestina memasuki masjid al-Aqsa menyerang jemaah Palestina dengan gas air mata dan bom sonik yang menyebabkan satu orang gugur syahid dan melukai setidaknya 65 orang
Sementara Kamis lalu, pasukan Zionis menutup pintu-pintu masjid untuk para jamaah Palestina dan mengusir warga Palestina dari masjid al-Aqsha menyusul gugur syahidnya dua pemuda Palestina di Quds.
Dalam operasi mati syahid yang dilakukan dua pemuda Palestina yang berusia kurang dari 14 tahun, mereka bersua akhirnya menjadi syahid.
Sementara itu, Kementerian Kesehatan Palestina mengumumkan bahwa setidaknya 63 warga Palestina terluka oleh tembakan militer Zionis dalam pawai ke-70 Hak Kembali Jalur Gaza pada hari Jumat. Kementerian Kesehatan Palestina mengatakan 17 anak-anak dan 3 wanita termasuk di antara yang terluka.
Pasukan Zionis menggunakan gas air mata dan gas beracun terhadap warga Palestina di samping menembakkan peluru selama penumpasan terhadap demonstran Palestina.
Kejahatan militer Zionis Israel terhadap Palestina dan khususnya melarang warga Palestina untuk memasuki masjid al-Aqsa, sangat parah sehingga bahkan perwakilan Arab dari Knesset Israel pun bereaksi
Perwakilan Knesset keturunan Arab mengeluarkan pernyataan pada hari Jumat, yang menyebutkan bahwa sikap wakil-wakil Arab di Knesset terkait masalah masjid Al-Aqsa tidak berubah dan bahwa tempat suci itu milik umat Islam. Gerakan Perlawanan Islam Palestina (Hamas) juga menekankan bahwa kota Quds adalah garis merah Palestina dan segala agresi terhadap masjid al-Aqsa merupakan pelanggaran terhadap umat Islam dan rakyat Palestina.
Zionis Israel Melarang Dua Anggota Kongres AS ke Palestina Pendudukan
Rezim Zionis pekan lalu bukan hanya mengintensifkan kejahatan terhadap warga Palestina dan Masjid Al-Aqsa, tetapi juga mencegah dua anggota muslim Kongres AS melakukan perjalanan ke wilayah-wilayah pendudukan. Anggota Kongres AS Ilhan Omar dan Rashida Tlaib mengumumkan pekan lalu bahwa mereka berniat melakukan perjalanan ke wilayah pendudukan. Kedua anggota Kongres dari kubu Demokrat ini mengumumkan bahwa mereka berniat melakukan perjalanan ke Palestina pendudukan guna lebih memahami situasi dan Rashida Tlaib berencana untuk bertemu dengan anggota keluarganya di Tepi Barat.
Setelah pengumuman itu, kabinet Zionis (Knesset) melakukan sidang rahasia dan memutuskan untuk melarang perjalanan tersebut. Pada awalnya, Perdana Menteri Zionis Benjamin Netanyahu mengatakan pada hari Rabu, "Ilhan Omar dan Rashid Tlaib tidak akan diizinkan masuk Quds."
Selanjutnya, Kementerian Luar Negeri Zionis Israel menyatakan bahwa dua anggota muslim Kongres AS tidak diizinkan memasuki Palestina yang diduduki. Namun, Kementerian Luar Negeri Zionis Israel mengatakan Rashida Tlaib dapat melakukan perjalanan ke Tepi Barat hanya untuk mengunjungi keluarganya. Setelah rezim Zionis menyetujui kunjungan anggota Kongres Palestina Rashida Tlaib ke Tepi Barat, ia mengumumkan bahwa ia tidak akan melakukan perjalanan ke Tepi Barat meskipun ada izin dari rezim Israel.
Poin penting adalah bahwa Presiden AS Donald Trump secara terbuka mendukung langkah rezim Zionis untuk mencegah dua anggota Kongres AS melakukan perjalanan ke wilayah-wilayah pendudukan. Trump menulis di laman Twitternya, "Jika Israel tidak mencegah masuknya Omar dan Tlaib, pada dasarnya telah menunjukkan dirinya hebat. Karena dua orang ini membenci Israel dan orang-orang Yahudi dan mentalitas mereka tidak akan pernah berubah." Trump kemudian menggambarkan mereka sebagai "memalukan" dengan mengklaim bahwa kedua wakil Muslim itu hampir tidak bisa hadir di Kongres berikutnya.
Kedatangan dua anggota Kongres wanita Muslim AS telah menyebabkan pukulan politik yang parah ke Zionis Israel. Dalam hal ini, Ilham Omar dan Rashida Tlaib, dua kandidat Demokrat, juga terlibat kampanye "Boikot Israel" di dalam partai dengan dukungan gerakan BDS. Bahkan baru-baru ini mereka menyiapkan rencana untuk memberikan hak berpartisipasi dalam kampaye "Boikot Israel" kepada warga Amerika Serikat. Rezim Zionis Israel menilai kebijakan ini dan langkah-langkah yang dilakukan dua wakil muslim di Kongres Amerika Serikat sebagai "Anti Semitisme", padahal langkah-langkah ini, sebenarnya penentangan dua anggota Kongres terhadap kejahatan dan pendekatan rasisme rezim Zionis Israel.
Hizbullah Memperingati 13 Tahun Perang 33 Hari
Sayid Hasan Nasrullah, Sekjen Hizbullah Lebanon hari Jumat, 16 Agustus, menyampaikan pidato di peringatan ke-13 kemenangan di Perang 33 Hari. Sekjen Hizbullah selain menekankan bahwa setelah Perang 33 Hari, keamanan di selatan Lebanon semakin kuat, juga mengatakan, "Perang 33 Hari merupakan kelanjutan serangan Amerika Serikat ke Afghanistan dan Irak dan penyempurna lingkaran perang-perang ini, dimana rencana tidak hanya terbatas pada geografi Lebanon. Perang ini diharapan dapat menghancurkan Hizbullah dan menghapus Muqawama dari Lebanon, Irak dan begitu juga melengserkan pemerintah Suriah lalu diakhiri dengan memblokade Iran.
Sekalipun demikian, Sayid Hasan Nasrullah menekankan bahwa 13 tahun telah berlalu dari Perang 33 Hari, sementara Iran berhasil menjatuhkan drone mata-mata Amerika Serikat dan menghentikan kapal tanker Inggris. Apa yang dilakukan Iran itu kembali membuktikan bahwa Iran memiliki keberanian untuk melakukan itu. Sayid Hasan Nasrullah menyebut sikap Amerika Serikat yang enggan mengumumkan perang melawan Iran merupakan sebuah satu keberhasilan dan kemenangan. Menurut Sekjen Hizbullah, "Ini membuktikan bahwa Donald Trump, Presiden Amerika Serikat memahami dengan baik kekuatan militer Iran."
Sekjen Hizbullah Lebanon menjelaskan bahwa rezim Zionis Israel, Arab Saudi, Uni Emirat Arab dan sejumlah negara Arab lainnya di Teluk Persia ingin agar terjadi perang di Teluk Persia. Sayid Hasan Nasrullah menjelaskan, "Hizbullah menginginkan dihentikannya perang di Yaman dan Suriah serta mempertahankan stabilitas di Lebanon dan Irak.