Kekacauan Politik di Lebanon Setahun Pasca Demo
(last modified Wed, 21 Oct 2020 15:08:23 GMT )
Okt 21, 2020 22:08 Asia/Jakarta
  • Saad Hariri
    Saad Hariri

Lebanon sejak 17 Oktober 2019 dilanda aksi unjuk rasa rakyat yang berujung dengan mundurnya Saad Hariri yang saat itu menjabat perdana menteri. Setahun sejak peristiwa tersebut, Lebanon masih saja tidak berhasil mengangkat PM baru.

Saad Hariri, Hassan Diab, dan Mustapha Adib adalah tiga perdana menteri Lebanon yang bergantian memimpin dalam waktu setahun, dan perdana menteri keempat belum juga terpilih pasca pengunduran diri Mustapha Adib yang hanya mampu bertahan sebulan. Pertanyaannya mengapa Lebanon dalam setahun terakhir terus menyaksikan instabilitas politik ?

Alasan terpenting adalah didahulukannya urusan sektarian, dan kepentingan pribadi daripada kepentingan nasional. Lebanon secara politik terbelah menjadi dua kubu besar yaitu kelompok 14 Maret, dan kelompok 8 Maret.

Kondisi ini menyebabkan sebagian tokoh, dan gerakan di Lebanon memiliki pandangan golongan, bahkan pribadi, dan tidak bersedia sedikitpun untuk bekerjasama dengan pemerintah berkuasa.

Gerakan Al Mustaqbal di bawah Saad Hariri, Partai Pasukan Lebanon pimpinan Samir Geagea, dan Partai Sosialis Progresif pimpinan Walid Jumblatt, di antara oposisi pemerintahan Hassan Diab, dan tidak mengikutsertakan wakilnya di kabinet.

Akan tetapi kelompok oposisi pemerintah Lebanon, sejak hari pertama kabinet Hassan Diab bekerja, sudah menjalankan operasi penggulingan untuk membalas ketidakikutsertaan wakilnya di pemerintahan.

Di sisi lain, taktik yang digunakan Saad Hariri dan sekutunya dalam transformasi politik Lebanon, juga menjadi salah satu faktor instabilitas politik negara ini. Hariri yang menjabat perdana menteri Lebanon selama setengah dekade terakhir, pasca pemilu Mei 2008 menggunakan taktik "negosiasi eksklusif" untuk membentuk kabinet yang diinginkannya.

Namun Hariri dan Gerakan Al Mustaqbal dalam pemilu mengalami kekalahan, dan tanpa memperhatikan posisi serta perolehan kursi kelompok politik lain, terutama kelompok Ahlu Sunnah, ia berusaha merebut mayoritas kursi kementerian untuk Al Mustaqbal, namun gagal.

Dalam unjuk rasa Oktober 2019, Hariri menggunakan taktik "pengunduran diri dini" yaitu hanya 13 hari pasca pecahnya demonstrasi, dan berusaha menekan kelompok-kelompok politik lain, serta membentuk kabinet baru yang diinginkannya, namun lagi-lagi upayanya gagal, dan Hassan Diab terpilih untuk membentuk kabinet baru Lebanon.

Seiring dengan kegagalan Hassan Diab akibat banyaknya sabotase para pendukung Barat, dan kegagalan Mustapha Adib membentuk kabinet, sekali lagi Saad Hariri mengumumkan diri maju sebagai kandidat PM Lebanon yang baru.

Pada kenyataannya, permainan politik Hariri ujung-ujungnya berusaha memaksa pembentukan sebuah kabinet yang sesuai keinginannya dan didukung Arab Saudi, serta negara Barat, dan ini merupakan faktor instabilitas politik di Lebanon yang berlarut-larut.

Faktor lain berlanjutnya kekacauan politik di Lebanon adalah karena beberapa faksi politik negara ini bersama rezim Arab, Barat, dan rezim Zionis Israel berusaha mengeliminir posisi politik Hizbullah dalam struktur kekuasaan Lebanon.

Realitasnya poros Arab, Barat dan Ibrani menyadari posisi kuat Hizbullah, tapi karena tidak mampu mengikis dukungan rakyat melalui pemilu, mereka lebih memilih kondisi tanpa pemerintahan daripada adanya pemerintahan tapi Hizbullah berpartisipasi aktif di dalamnya.

Surat kabar Al Akhbar menulis, Amerika dan Saudi sepakat bahwa pemerintah Lebanon tidak berada dalam jangkauan mereka, dan musuh mereka yaitu koalisi perlawanan memiliki pengaruh besar di pemerintahan.

Oleh karena itu, kondisi kevakuman kabinet di Lebanon dianggap lebih baik, dan beberapa kelompok politik Lebanon mendukung sikap ini untuk merebut simpati poros Arab, Barat dan Ibrani tersebut demi meraih kekuasaan, dan secara praktis menjerumuskan Lebanon ke dalam kekacauan tak berujung. (HS)