Mengapa Pemerintah Biden Mengklaim akan Merevisi Kebijakan Sanksi AS?
Menurut Wall Street Journal, pemerintahan Biden sedang mengubah cara Amerika Serikat menggunakan sanksi hukuman, dengan tujuan menghindari tekanan luas, mencegah kerusakan ekonomi sekunder, dan mengambil tindakan bersama dengan sekutu sebagai ganti unilateralisme.
Seorang pejabat senior AS dalam hal ini mengatakan, pemerintahan Biden hampir menyelesaikan tinjauan komprehensif kebijakan sanksi AS dan diperkirakan akan merilisnya pada akhir musim panas. Meskipun rinciannya belum tersedia, para pejabat pemerintah Biden mengklaim bahwa mereka telah memasukkan beberapa elemen strategi baru ke dalam sejumlah langkah, termasuk rencana pelonggaran sanksi ekonomi terhadap Iran.
Amerika Serikat selalu menggunakan sanksi sebagai alat dan, sejalan dengan tujuan kebijakan luar negerinya, memiliki sejarah terpanjang dalam menerapkan segala macam sanksi sepihak untuk menekan dan melemahkan negara lain.
Sanksi ini dilakukan terutama dengan dalih menentang kebijakan dan tindakan Washington. Bahkan pada saat kritis ini, ketika Washington berada dalam situasi ekonomi dan kesehatan yang mengerikan bagi banyak negara, Washington terus menerapkan sanksi sekuat mungkin.
Selama era Trump, selain menjatuhkan sanksi terberat dalam sejarah terhadap Iran sebagai bagian dari kampanye tekanan maksimum, Amerika Serikat memberlakukan berbagai sanksi sepihak terhadap negara-negara seperti Rusia, Cina, Venezuela, Kuba, Suriah, dan Korea Utara.
Langkah-langkah tersebut diambil dalam konteks pendekatan unilateralis yang menjadi garis depan kebijakan luar negeri AS, terutama pada masa pemerintahan Donald Trump. Namun, efektivitas sanksi ini, terutama terhadap Iran, benar-benar dipertanyakan.
Senator Demokrat Chris Murphy mengatakan, sanksi terhadap Iran "tidak menguntungkan" Amerika Serikat.
Dalam konteks ini, Amerika Serikat juga menggunakan dolar sebagai alat karena menjadi mata uang internasional utama untuk menekan negara lain. Amerika Serikat telah berulang kali mengeksploitasi ketergantungan perusahaan dan bank serta sistem keuangan internasional pada dolar sebagai alat tekan untuk memaksa negara lain mematuhi tuntutan Washington atau menentangnya serta mengejar kebijakan dan tindakan yang tidak disukainya.
Senator Demokrat Chris Murphy mengatakan, sanksi terhadap Iran "tidak menguntungkan" Amerika Serikat.
Ini telah memicu reaksi dari negara-negara penentang dan bahkan sekutu Eropa Washington, yang mengarah pada pembentukan bertahap konsensus global tentang perlunya mencegah AS terus menggunakan dolar secara instrumental dalam rangka tekanan ekonomi, perdagangan dan keuangan terhadap negara lain.
"Amerika Serikat menggunakan dolar sebagai senjata. Amerika Serikat tahu bahwa sistem keuangan internasional masih tidak memiliki alternatif selain dolar, sehingga mengambil keuntungan dari ini," kata pakar keuangan Alasdair McLeod.
Pendekatan sanksi AS telah menemui kemunduran besar dan telah banyak dikritik di seluruh dunia. Sekarang ada kampanye global, bahkan di Amerika Serikat, untuk memaksa Amerika Serikat mencabut sanksi AS yang menindas, tidak manusiawi, dan sepihak terhadap negara lain.
Sebanyak 26 negara, termasuk Iran, Suriah, Rusia, Cina dan Irak, mengeluarkan pernyataan bersama pada Oktober 2020 yang menyatakan bahwa sanksi ekonomi sepihak dan opresif oleh Amerika Serikat dan beberapa negara Barat terhadap beberapa negara merdeka menjadi kendala utama untuk menghadapi virus Corona dan menuntut diakhirnya situasi ini.
Pada saat yang sama, kebijakan sanksi AS dalam banyak hal bertentangan dengan kepentingan sekutu Washington, seperti desakan pemerintah AS untuk melanjutkan sanksi terhadap proyek pipa gas Nord Stream 2, yang seharusnya mengirimkan gas Rusia ke Jerman melalui Laut Baltik. Hal ini memicu protes keras dari Jerman sebagai mitra utama dalam proyek gas tersebut.
Sekarang pemerintahan Biden, yang sangat menyadari konsekuensi negatif dari kebijakan sanksi sepihak, mengklaim telah melakukan pertimbangan ulang dalam masalah ini. Sekalipun demikian, Biden bukan hanya tidak mengurangi kebijakan sanksi pemerintah Trump, tetapi justru mengintensifkan pendekatan sanksi terhadap Rusia dan Cina.