Babak baru Penjualan Senjata ke Arab Saudi; Partisipasi di Perang Yaman
(last modified Sun, 02 Oct 2022 13:00:35 GMT )
Okt 02, 2022 20:00 Asia/Jakarta
  • Kanselir Jerman, Olaf Scholz dan Mohammad bin Salman
    Kanselir Jerman, Olaf Scholz dan Mohammad bin Salman

Sekitar satu pekan setelah kunjungan Kanselir Jerman, Olaf Scholz ke Arab Saudi, Berlin kembali memulai ekspor peralatan perang ke Riyadh.

Jerman sejak akhir 2018, sebagai protes atas intervensi Arab Saudi di perang Yaman dan kemudian karena kasus pembunuhan Jamal Khashoggi, jurnalis Arab Saudi, menyatakan menjatuhkan sanksi persenjataan kepada Riyadh. Tapi kini Berlin secara resmi memulai ekspor senjata ke Riyadh, padahal koalisi Arab Saudi menggunakan senjata dan peralatan ini untuk mengobarkan perang terhadap rakyat tak berdaya Yaman.

Dualisme pendekatan dan perilaku pemerintah Jerman saat ini di bidang ini telah memicu kemarahan banyak warga dan elit politik.

Sevim Dağdelen, anggota Komisi Kebijakan Luar Negeri parlemen Jerman dari partai sayap kiri terkait hal ini mengatakan, transaksi ini benar-benar menguak fakta kebijakan luar negeri pemerintha koalisi yang mengklai menjaga nilai-nilai, yang menyebabkan bersihnya wajah Mohammad bin Salman, pembunuh khashoggi. Mohammad bin Salman, putra mahkota Arab Saudi memimpin perang berbiaya besar melawan warga sipil Yaman, dan menumpas setiap penentangan dan oposisi di dalam negeri.

Kanselir Jerman Olaf Scholz

Penjualan senjata merupakan salah satu kebijakan utama ekonomi dan politik negara-negara Barat, di mana setiap tahun mereka meraup keuntungan miliaran dolar. Persenjataan ini mayoritasnya dijual ke negara-negara yang tercantum di list pelanggar HAM, di mana selama beberapa tahun terakhir dan seiring dengan berlanjutnya perang Arab Saudi terhadap Yaman, Riyadh tercatat sebagai pembeli senjata terbesar negara-negara Eropa. Faktanya, negara-negara Eropa dan Amerika meski di luarnya meneriakkan slogan anti-perang, dan berbicara mengenai perdamaian, tapi dalam prakteknya mereka terlibat di kejahatan perang negara-negara seperti Arab Saudi dengan kontrak penjualan besar senjata.

Janine Wissler, ketua Partai Sayap Kiri terkait hal ini mengatakan, penjualan senjata ke negara-negara yang menginjak-injak hak perempuan dan hak asasi manusia (HAM), membantai Jamal Khashoggi dan mengobarkan perang keji terhadap Yaman adalah sebuah skandal.

Selama beberapa tahun terakhir, refleksi kejahatan aliansi Saudi di Yaman dan pembantaian perempuan serta anak-anak di negara ini telah membangkitkan gelombang kemarahan publik, kebencian dan protes terhadap kebijakan pemerintah-pemerintah Barat, di mana para pemerintah ini diminta untuk menghentikan dan menolak penjualan senjata ke negara-negara pelanggar HAM.

Tapi sekarang sikap negara-negara barat telah berubah dalam hal ini dan mereka menjual senjata ke Arab Saudi. Faktanya, perang antara Rusia dan Ukraina dan kurangnya energi telah menyebabkan negara-negara Barat mengubah pendekatan mereka terhadap Arab Saudi. Seperti yang telah diumumkan Jerman setelah kunjungan Scholz ke Riyadh, mereka ingin menyesuaikan hubungannya dengan Riyadh untuk mendapatkan kerja sama Arab Saudi dalam memasok Jerman  dengan minyak dan gas. Selama perjalanan ini, ia juga menandatangani perjanjian untuk membeli kapal yang membawa gas cair dari Qatar, yang kargonya seharusnya tiba di Jerman pada akhir Desember tahun ini.

Faktanya negara-negara Barat meski di luarnya meneriakkan slogan anti-perang dan berbicara mengenai perdamaian, tapi dalam prakteknya mereka tidak pernah mematuhi slogannya tersebut, bahkan mereka mengobarkan perang di berbagai negara di penjuru dunia. Dalam hal ini, rakyat negara-negara yang dilanda perang menjadi korban utama keuntungan senjata negara-negara Barat. (MF)