Okt 15, 2022 17:43 Asia/Jakarta
  • Ned Price, Juru Bicara Departemen Luar Negeri AS.
    Ned Price, Juru Bicara Departemen Luar Negeri AS.

Perkembangan dan berita di Amerika Serikat selama sepekan lalu diwarnai sejumlah isu penting di antaranya dukungan penuh para pejabat Gedung Putih kepada perusuh di Republik Islam Iran.

Juru Bicara Departemen Luar Negeri AS mengakui bahwa pemerintahannya saat ini fokus mendukung kerusuhan di Iran daripada perjanjian nuklir JCPOA.

Kerusuhan baru-baru ini di Iran dengan dalih kematian Mahsa Amini digunakan musuh asing Republik Islam  untuk mencampuri urusan dalam negeri Iran dan memicu lebih banyak kerusuhan.

Ned Price, Juru Bicara Departemen Luar Negeri AS hari Rabu (12/10/2022) mengatakan, Kesepakatan nuklir Iran bukanlah fokus AS saat ini,".

Price lebih lanjut mengakui bahwa fokus pemerintah AS saat ini adalah mendukung kerusuhan di Iran, dengan mengungkapkan, "Salut untuk keberanian dan aksi luar biasa rakyat Iran melalui demonstrasi damai mereka yang menuntut hak kebebasan berkumpul dan berekspresi. Fokus kami saat ini adalah menarik perhatian pada apa yang mereka lakukan dan mendukung mereka dengan cara apa pun yang kami bisa."

Dalam kerusuhan baru-baru ini, para pemimpin politik Amerika dan kadang-kadang Eropa, bersama media mereka menyalahgunakan insiden tragis yang sedang diselidiki dan mendukung para pembuat onar dan pengganggu keamanan dengan slogan mendukung hak bangsa Iran.

Padahal jutaan orang Iran turun ke jalan-jalan untuk mendukung Republik Islam dan pemerintah Iran,serta sangat menentang kekacauan yang dihasut dari luar negeri.

AS akan Hentikan Penjualan Senjata Baru ke Arab Saudi, Ini Pemicunya

Seorang senator AS mengatakan kemungkinan negaranya akan berhenti menjual senjata baru ke Arab Saudi.

Sekelompok anggota DPR Amerika baru-baru ini menuntut penarikan pasukan Amerika dari Arab Saudi dan Uni Emirat Arab menyusul keputusan OPEC Plus untuk memangkas produksi minyak sebesar 2 juta barel per hari.

Chris Coons, Anggota Komite Hubungan Luar Negeri Senat AS dalam sebuah wawancara dengan CNN pada Jumat (14/10/20202) malam mengatakan bahwa kemungkinan Presiden Joe Biden akan menghentikan penjualan senjata baru ke Arab Saudi.

"Menurut pendapat saya, baik pemerintah maupun Senat AS akan mengambil tindakan terhadap Arab Saudi, dan salah satu dari tindakan ini kemungkinan besar akan menghentikan pengiriman senjata baru ke Arab Saudi di masa depan," ujar Coons

Senator AS lainnya dari Partai Demokrat, Chris Murphy, juga mendukung penghentian penjualan senjata ke Arab Saudi pada hari Jumat dan mengatakan bahwa AS harus menahan diri untuk tidak mengirimkan 280 sistem pertahanan udara ke Arab Saudi.

Menteri Luar Negeri AS Anthony Blinken juga mengatakan bahwa negaranya sedang meninjau konsekuensi dari keputusan OPEC Plus yang dipimpin oleh Arab Saudi untuk mengurangi produksi minyak pada hubungan kedua negara.

Presiden Amerika Serikat, Joe Biden baru-baru mengatakan, langkah Arab Saudi menurunkan produksi minyak dalam kerangka kerja sama dengan Rusia, akan berdampak pada hubungan Washington-Riyadh.

Gedung Putih menganggap keputusan OPEC Plus sebagai dukungan bagi operasi militer Rusia di Ukraina.

Keputusan Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC) untuk memangkas harga minyak mungkin telah menyebabkan kenaikan harga minyak di pasar global yang terjadi menjelang pemilu paruh waktu Kongres AS. Masalah ini dianggap sebagai pukulan politik yang keras bagi Presiden AS, Joe Biden.

Sementara Arab Saudi menyebut tuduhan Amerika bermotif politik, dan menolaknya.

Kemenlu Saudi membantah segala bentuk statemen terkait keberpihakan Riyadh dalam konflik internasional pasca-keputusan OPEC Plus untuk mengurangi produksi minyak. Kemenlu Saudi menambahkan, "Statemen-statemen ini tidak berlandaskan pada kenyataan. Keputusan OPEC Plus disepakati oleh seluruh negara anggota, bukan oleh satu negara saja."

Sebelumnya, media Saudi mengabarkan, Riyadh membeli 300 unit drone Wing Loong dari Cina yang merupakan penjualan terbesar bagi industri pertahanan Cina di bidang drone. Wing Loong adalah pesawat tanpa awak modifikasi dari generasi pertamanya yang didesain sebagai drone yang mampu terbang tinggi dan sedang.

Profesor Amerika Akui Negaranya Biang Kerok Perang di Ukraina

Pakar politik Amerika mengakui negaranya sebagai penyebab meletusnya perang antara Rusia dan Ukraina.

John Mearsheimer, pakar politik Amerika dan pendiri teori "Realisme Ofensif" hari Rabu (12/10/2022) mengemukakan akar perang di Ukraina dengan mengatakan bahwa penyebab perang ini adalah pengabaian ancaman eksistensial terhadap Rusia oleh pihak Barat.

Profesor universitas Chicago ini mengatakan, "Krisis yang kini telah berubah menjadi perang nyata terkait dengan upaya Barat untuk mengubah Ukraina menjadi benteng Barat di perbatasan Rusia,".

Menyinggung pertemuan NATO di Bucharest pada April 2008 dan rencana keanggotaan Ukraina dan Georgia dalam aliansi militer internasional itu, Mersheimer  menegaskan, "Moskow meyakini saat itu Barat melakukan hal yang akan melewati garis merahnya yang tidak dapat diterima, dan dianggap sebagai ancaman eksistensial terhadap Rusia."

Pemikir politik Amerika ini mengklarifikasi, "Ketika Presiden AS Joe Biden memasuki Gedung Putih pada Januari 2021, ia mengambil lebih banyak tindakan daripada pemerintahan Trump untuk mendukung Ukraina, dan ini praktis melintasi garis merah Rusia,".

Meskipun dukungan Barat terhadap Kyiv bersifat masif, tapi empat wilayah Ukraina yaitu: Donetsk dan Luhansk, bersama dengan Kherson dan Zaporizhzhia, yang bersama-sama membentuk 15 persen wilayah Ukraina, bergabung dengan Federasi Rusia sesuai referendum yang digelar beberapa pekan terakhir.

Biden: Bekerja Sama dengan Rusia, Saudi Harus Tanggung Akibatnya

Presiden Amerika Serikat mengatakan, langkah Arab Saudi menurunkan produksi minyak dalam kerangka kerja sama dengan Rusia, akan berdampak pada hubungan Washington-Riyadh.

Dikutip Reuters, Rabu (12/10/2022), Joe Biden dalam wawancara dengan stasiun televisi CNN mengonfirmasi tentang peninjauan ulang atas hubungan AS dengan Saudi, dan ia mengaku kunjungannya ke Riyadh dilakukan bukan untuk minyak.

"Izinkan saya jelaskan kepada Anda mengapa saya pergi ke Saudi. Saya pergi ke sana bukan karena minyak. Saya pergi untuk memastikan bahwa kami tidak bermaksud menjauh dari Timur Tengah," imbuhnya.

Biden kemudian menekankan peninjauan ulang hubungan AS dan Saudi, dan menurutnya apa yang telah dilakukan Riyadh dalam bekerja sama dengan Rusia, akan membawa dampak yang cukup luas.

Sebelumnya Juru bicara Dewan Keamanan Nasional AS, John Kerry mengatakan, setelah OPEC Plus minggu lalu mengumumkan akan mengurangi produksi minyaknya, Joe Biden berusaha meninjau ulang hubungan AS dan Saudi.
 

AS Keruk Keuntungan dari Hasutan Perang

Ekspor senjata Amerika Serikat mencapai sekitar 50 miliar dolar dengan peningkatan 15 miliar dolar sejak awal tahun fiskal 2022.

Meningkatnya permintaan senjata di Eropa pasca perang Rusia-Ukraina, lonjakan permintaan senjata di kawasan Indo-Pasifik di tengah perlombaan senjata AS dengan Cina, dan berakhirnya pandemi Covid-19 di dunia menjadi beberapa faktor yang menjadikan otoritas AS menjual lebih banyak senjata ke negara lain.

James Hursch, Direktur Badan Kerja Sama Keamanan Pertahanan AS hari Selasa (11/10/2022) menyatakan kepuasannya dengan peningkatan ekspor senjata AS.

"Statistik ini mencakup ekspor senjata militer, investasi militer di luar negeri dan lainnya yang mengenai urusan perdagangan senjata dan amunisi militer," ujar pejabat Pentagon ini.

Ia juga memprediksi, dalam tiga tahun ke depan, penjualan senjata Amerika akan meningkat.

Pada saat yang sama, Hersh mengakui, statistik ini tidak termasuk ekspor senjata dan amunisi yang dikirim secara tidak resmi oleh Departemen Luar Negeri AS dari waktu ke waktu ke negara lain di dunia.

Pada tahun 2018, pemerintahan mantan Presiden AS Donald Trump meluncurkan program baru yang disebut `Pembelian Peralatan Amerika,'' yang melonggarkan pembatasan penjualan militer dan mendorong pejabat AS untuk memainkan peran yang lebih besar dalam meningkatkan perdagangan luar negeri di bidang industri militer.

Demonstrasi Anti-Amerika di Depan Kedubes AS di Rusia

Demonstrasi anti-Amerika diadakan di depan Kedutaan Besar Amerika Serikat di Moskow, ibu kota Rusia.

Menurut laporan IRIB, para demonstran berkumpul di depan Kedutaan Besar AS di Moskow, ibu kota Rusia sambil meneriakkan slogan-slogan anti-Amerika dan mengutuk tindakan AS.

Para pengunjuk rasa membawa bendera Rusia, Belarusia, dan Uni Soviet, serta membawa replika rudal balistik strategis dan antarbenua Sarmat.

Hubungan AS dan Barat dengan Rusia telah tegang sejak 2014 menyusul pencaplokan Semenanjung Krimea ke negara ini.

Barat telah berulang kali memberikan sanksi kepada Moskow dengan dalih campur tangan Rusia dalam situasi internal Ukraina.

Rusia menolak klaim Barat ini.

Dalam beberapa bulan terakhir, hubungan antara Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) dan Rusia telah tegang karena klaim Barat tentang penempatan militer Rusia di perbatasan Ukraina.

Mediator AS: Israel Gagal Raih Target dalam Negosiasi dengan Lebanon

Mediator Amerika Serikat dalam perundingan penetapan batas laut antara Lebanon dan Rezim Zionis mengatakan, Tel Aviv gagal mewujudkan seluruh keinginannya dalam kesepakatan ini.

Dikutip situs i24 News, Jumat (14/10/2022), Amos Hochstein menjelaskan detail kesepakatan penetapan batas laut antara Lebanon dan Rezim Zionis. Menurutnya, intensitas protes terhadap Israel menurun karena Tel Aviv bersedia menerima syarat Hizbullah.

Mediator asal Amerika Serikat itu menambahkan, "Kesepatakan penetapan batas laut dua pihak ini, penting bagi keamanan Israel."

Akan tetapi, imbuhnya, Israel tidak berhasil meraih seluruh apa yang diinginkannya, dan masalah ini adalah hal yang lumrah dalam perundingan dan kesepakatan.

Pada saat yang sama, Amos Hochstein menjelaskan dampak ancaman Hizbullah terhadap perundingan penetapan batas laut.

"Israel kepada saya menegaskan bahwa tidak ada perundingan apa pun yang dilakukan di bawah ancaman," kata Hochstein.

Tags