Mengapa UE Meningkatkan Campur Tangan dalam Urusan Internal Iran?
Sebagai kelanjutan dari aksi campur tangan Uni Eropa terkait urusan dalam negeri Iran, Parlemen Eropa sedang mempertimbangkan masalah menempatkan Korps Garda Revolusi Islam Iran (IRGC) dalam apa yang disebut daftar organisasi teroris.
Dalam pertemuan Parlemen Eropa pada hari Selasa (17/01/2023) mengenai kerusuhan di Iran, anggota-anggota parlemen ini menekankan perlunya menempatkan IRGC dalam daftar organisasi teroris, mengintensifkan sanksi hak asasi manusia terhadap Tehran dan meminta pertanggungjawaban Republik Islam.
Abir Al-Sahlani, anggota Parlemen Eropa mengklaim bahwa Korps Garda Revolusi Islam sangat dekat untuk dimasukkan dalam daftar organisasi teroris di Eropa. Inggris juga ingin menyatakan IRGC sebagai teroris.
Pada 11 Januari, Majelis Rendah Inggris dengan suara bulat menyetujui mosi yang meminta pemerintah negara itu untuk memasukkan IRGC ke dalam daftar organisasi teroris.
Rencana ini tidak mengikat dan meskipun ada peringatan dari badan pengawas di negara ini mengenai tindakan tersebut, hal itu disetujui dengan suara bulat di Parlemen Inggris.
Seyed Nezamedin Mousavi, Juru Bicara Parlemen Iran memublikasikan tweet di laman pribadinya dan berbicara kepada Parlemen Eropa dengan mengatakan, Resolusi apa pun terhadap IRGC akan ditanggapi dengan tegas dan persetujuan timbal balik dari Parlemen Iran.
Melanjutkan tweetnya, ia menilai sanksi dan menyebut teroris IRGC oleh negara-negara Barat "tidak memiliki nilai praktis dan hanya manuver propaganda yang absurd dan kejam".
Isu memasukkan IRGC Iran ke dalam daftar kelompok teroris diangkat oleh para menteri luar negeri negara-negara Uni Eropa di Brussel.
Banyak pengamat menilai hasil dari isu ini akan terlihat paling lambat pada akhir Februari 2023.
Oleh karena itu, pembahasan masalah ini diharapkan tidak akan selesai pada pertemuan Dewan Menteri Luar Negeri berikutnya di Brussel pada 23 Januari.
Dikatakan bahwa Jerman, Belanda, dan Republik Ceko mendukung memasukkan IRGC ke dalam daftar kelompok teroris.
Upaya Uni Eropa dan lembaga-lembaganya yang belum pernah terjadi sebelumnya, seperti Parlemen Eropa, di bidang menyatakan Korps Garda Revolusi Islam sebagai teroris, sebenarnya merupakan tindak lanjut langkah buta dan bimbang dari Eropa dalam mengikuti kebijakan Amerika Serikat.
Sebagai kelanjutan dari aksi campur tangan Uni Eropa terkait urusan dalam negeri Iran, Parlemen Eropa sedang mempertimbangkan masalah menempatkan Korps Garda Revolusi Islam Iran (IRGC) dalam apa yang disebut daftar organisasi teroris.
Pada 8 April 2019, Donald Trump, presiden Amerika Serikat menandatangani pernyataan dalam tindakan yang belum pernah terjadi sebelumnya di arena internasional dan bertentangan dengan hukum internasional dengan memperkenalkan Korps Garda Revolusi Islam sebagai organisasi teroris asing dan mengumumkan sanksi ekstensif terhadapnya.
Jadi, dengan tindakannya terhadap IRGC, pemerintahan Trump mengambil langkah baru untuk menghancurkan hukum internasional dan meruntuhkan norma dan aturan hukum internasional.
Sekarang Eropa, selama masa kepresidenan Joe Biden, Presiden Demokrat Amerika Serikat, sekali lagi bergerak di jalur konvergensi transatlantik dengan Amerika Serikat, dalam tindakan yang sejalan dengan Washington dan sejalan dengan mengintensifkan tekanan terhadap Iran dengan bermaksud mengulangi pengalaman gagal Amerika Serikat dalam memberikan sanksi kepada IRGC.
Namun, ada pertimbangan serius di bidang ini.
Pertama, negara-negara Uni Eropa sekarang berada dalam situasi ekonomi dan sosial yang tidak menguntungkan dan rapuh karena berlanjutnya Perang Ukraina di Eropa Timur dan konsekuensinya, yang disebabkan oleh kerja sama dengan Washington dalam menjatuhkan sanksi ekstensif terhadap Rusia, dan memasuki petualangan baru melawan Iran, yang tentunya akan menimbulkan reaksi serius dari Tehran, dan hanya akan menambah komplikasi dan kesulitan situasi saat ini bagi mereka.
Kedua, Korps Garda Revolusi Islam adalah bagian dari angkatan bersenjata Republik Islam Iran, yang memiliki sejarah panjang dan efektif dalam memerangi kelompok teroris yang didukung oleh Barat di kawasan Asia Barat, terutama di Suriah dan Irak, dan memastikan stabilitas dan keamanan di kawasan ini. Kemungkinan langkah Uni Eropa menyatakannya sebagai teroris bertentangan dengan hukum dan aturan internasional dan sebenarnya merupakan tindakan yang ditujukan untuk melemahkan perdamaian dan keamanan kawasan.
Masalah lainnya adalah kemungkinan konsekuensi dari tindakan lembaga-lembaga Uni Eropa, termasuk Parlemen Eropa dan Komisi Eropa dalam menyatakan Korps Garda Revolusi Islam sebagai teroris, yang pasti akan menghadapi tanggapan tegas dari Tehran.
Brigadir Jenderal Rasoul Senai Rad, Kepala Biro Politik IRGC mengatakan, Mendeklarasikan IRGC sebagai teroris akan meningkatkan tingkat ketegangan bagi Inggris dan sekutu Eropa dan Amerikanya. Menurut konstitusi Republik Islam Iran, Korps Garda Revolusi Islam adalah bagian dari angkatan bersenjata resmi dan sah negara itu, dan setiap tindakan terhadapnya dianggap sebagai tindakan melawan sistem dan kedaulatan Iran, yang pasti akan mendapat balasan.(sl)