Mengapa Rusia Tuding AS dan UE Penyebab Eskalasi Ketegangan di Balkan?
Pada hari Sabtu (27/05/2023), Rusia menuduh Kosovo dan mitra Baratnya, Amerika Serikat dan Uni Eropa, meningkatkan ketegangan di Balkan dan mengumumkan bahwa mereka mengikuti bentrokan kekerasan antara polisi Kosovo dan pengunjuk rasa yang menentang walikota Albania.
Maria Zakharova, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Rusia mengatakan dalam sebuah pernyataan, Kami mengutuk keras langkah provokatif Pristina, yang membawa situasi lebih dekat ke tahap krisis dan mengancam keamanan seluruh wilayah Balkan. Tanggung jawab untuk meningkatkan ketegangan terletak tepat pada Amerika Serikat dan Uni Eropa.
Serbia dan sekutu tradisionalnya Rusia tidak mengakui kemerdekaan Kosovo, dan Moskow telah memblokir upaya kawasan itu untuk bergabung dengan PBB.
Saat ini, Serbia masih menganggap Kosovo sebagai bagian dari wilayahnya sebagai Provinsi Otonomi Kosovo dan Metohija.
Namun, Amerika Serikat dan negara-negara Eropa secara formalitas juga mengkritik Kosovo pada hari Jumat (26/5) atas apa yang tampak sebagai tindakan provokatif, dengan mengatakan bahwa penggunaan kekuatan untuk menunjuk walikota di wilayah Kosovo utara yang didominasi Serbia merusak upaya untuk memperbaiki hubungan yang tegang dengan Serbia.
NATO juga meminta Kosovo pada hari Sabtu (27/5) untuk mengurangi ketegangan. Sekalipun demikian, Barat telah mengambil pendekatan dukungan menyeluruh untuk Kosovo dan ini telah menyebabkan pemerintah Kosovo melakukan tindakan yang menyebabkan ketegangan saat ini dengan lebih intensif.
Menyusul tindakan otoritas Pristina untuk mengangkat orang keturunan Albania sebagai walikota di kota-kota utara Kosovo, ketegangan meningkat di wilayah ini.
Para pengunjuk rasa berusaha mencegah walikota Albania kota Zukan memasuki kantornya. Orang ini terpilih sebagai walikota setelah pemilihan umum yang diboikot oleh warga Serbia di Kosovo.
Setelah tindakan sepihak Kosovo, Presiden Serbia Aleksandar Vucic pada hari Jumat (26/5) meminta tentara negara itu dalam keadaan siaga maksimum dan memerintahkannya untuk maju ke perbatasan dengan Kosovo karena meningkatnya ketegangan di Kosovo.
Dia juga meminta NATO untuk "segera menghentikan kekerasan terhadap warga Serbia yang tinggal di Kosovo dan Metohija".
Pada hari Sabtu (27/05/2023), Rusia menuduh Kosovo dan mitra Baratnya, Amerika Serikat dan Uni Eropa, meningkatkan ketegangan di Balkan dan mengumumkan bahwa mereka mengikuti bentrokan kekerasan antara polisi Kosovo dan pengunjuk rasa yang menentang walikota Albania.
Di sisi lain, Dewan Keamanan Nasional Serbia mengumumkan pada hari Sabtu (27/5) bahwa angkatan bersenjata negara itu akan tetap berada pada tingkat kesiapan tempur tertinggi sampai pemberitahuan lebih lanjut karena kekerasan terhadap orang Serbia di Kosovo.
Setelah deklarasi kemerdekaan Kosovo secara sepihak dari Serbia pada 18 Februari 2008, negara-negara Barat, termasuk Amerika Serikat, Jerman, dan Inggris, serta sekutu Barat, mengakui kemerdekaan Kosovo. Sebaliknya, Serbia dan banyak negara lain seperti Rusia, Yunani, dan Cina menolak untuk mengakui kemerdekaan Kosovo.
Isu penting adalah bahwa Amerika Serikat dan Uni Eropa, sejalan dengan kepentingannya, terutama untuk melemahkan Serbia yang memiliki hubungan dekat dengan Rusia, telah mengakui kemerdekaan Kosovo dan terus memberikan dukungan yang luas kepada pemerintah Kosovo.
Kebijakan dukungan Uni Eropa justru mendorong sikap keras kepala pemerintah Pristina, dan hal ini membuat sangat sulit untuk mencapai kesepakatan dengan pemerintah Beograd, setidaknya hingga saat ini.
Pemerintah Serbia sangat menyadari bahwa tanpa menyelesaikan masalah Kosovo, ia tidak akan memiliki kesempatan untuk menjadi anggota Uni Eropa. Oleh karena itu Beograd menyetujui negosiasi dengan Kosovo dengan diawasi oleh UE.
Terlepas dari kelanjutan negosiasi dan penandatanganan beberapa perjanjian, Beograd tidak mengakui deklarasi kemerdekaan Kosovo secara sepihak, karena menyebut Kosovo masih tetap provinsi selatan Serbia, dan ingin membatalkan dokumen kemerdekaan Kosovo melalui cara diplomatik dan damai.
Namun, situasinya bertentangan dengan keinginan Beograd, dan tindakan Kosovo untuk memantapkan kemerdekaannya disertai dengan dukungan Uni Eropa dan Amerika Serikat, dan pada saat yang sama, tindakan pemerintah Pristina dalam rangka untuk menegakkan kedaulatannya dan mengurangi kehadiran dan pengaruh keturunan Serbia di Kosovo, seperti tindakannya baru-baru ini pada penunjukan orang-orang asal Albania sebagai walikota di kota-kota utara Kosovo telah menimbulkan reaksi keras mereka.
Ini juga meningkatkan kemungkinan konfrontasi militer antara Serbia dan Kosovo.(sl)