RC-135 Masuk Zona Udara Korut, Pyongyang Beri Peringatan Tegas
Kementerian Pertahanan (Kemenhan) Korea Utara (Korut) memperingatkan Pentagon tentang pelanggaran zona udara negara tersebut oleh pesawat dan drone mata-mata Amerika Serikat (AS).
Dalam pernyataannya, Kemenhan Korut memperingatkan bahwa AS akan membayar harga mahal atas operasi udaranya yang provokatif, yang dilakukan untuk memata-matai dan menyusup ke zona udara Korut.
Pemerintah Pyongyang berulang kali mengumumkan bahwa AS berusaha memaksa Korut untuk menyerah pada tuntutannya dengan cara menciptakan ketakutan, tekanan dan ancaman di Semenanjung Korea.
Menanggapi hal itu, Pyongyang terus memperkuat kekuatan pencegahannya untuk menghapus setiap peluang yang akan diambil AS untuk menyerang Korut. Meskipun AS mengklaim berusaha membangun keamanan di Asia Timur, namun sebenarnya negara itu bergerak untuk mengganggu situasi keamanan di kawasan tersebut.
Lee Ming, seorang pakar urusan internasional, mengatakan, kebijakan AS adalah untuk melanjutkan kehadiran militernya di Semenanjung Korea dan di Asia Timur pada umumnya. Oleh karena itu, untuk membenarkan kehadiran militernya di wilayah tersebut, AS mengumumkan Korut dan Cina sebagai ancaman sehingga memiliki alasan bahwa kehadiran pasukan AS di Korea Selatan (Korsel) dan Jepang sebagai upaya untuk mengatasi ancaman tersebut.
Langkah provokaif terbaru AS langsung direspons Korut. Pemerintah Pyongyang menegaskan bahwa tidak ada jaminan bahwa peristiwa mengerikan seperti penghancuran pesawat mata-mata strategis Angkatan Udara AS di Laut Timur tidak akan terjadi. Reaksi tegas Korut ini tentunya menjadi ancaman serius bagi AS.
Peringatan Pyongyang tersebut bukan omong kosong, pasalnya, Korut memiliki kemampuan untuk merealiasikan ancamannya. Korut melihat bahwa pihaknya mempunyai kemampuan untuk menghadapi ancaman AS, termasuk menindak penerbangan pesawat dan drone mata-mata.
Pada awal Juli, pesawat mata-mata RC-135 dan U-2S, dan drone RQ-4B Global Hawk, terbang di atas Semenanjung Korea dan beberapa kali melanggar wilayah udara Korut.
Ancaman Korut terhadap AS menunjukkan bahwa Pyongyang dengan waspada memantau keamanan kawasan dan tidak akan membiarkan kehadiran militer AS di Korsel dan Jepang menjadi ancaman serius bagi keamanan nasional Korut.
Tidak diragukan lagi, konsekuensi dari peningkatan kehadiran militer AS di Asia Timur akan memicu perlombaan senjata, terutama dari Cina.
Li Haidong, seorang pakar urusan internasional, mengatakan, tujuan utama kehadiran militer AS di Asia Timur adalah Cina. Sejak pemerintahan Barack Obama, kebijakan AS telah bergeser ke arah penanganan Cina dengan hadir di perairan sekitar Cina.
Sejak saat itu, AS memperkuat posisi militernya di Jepang dan Korsel. Pentagon juga berusaha menekan Cina dan Korut dengan mengirimkan kapal-kapal perangnya ke perairan sekitar Cina dan mengerahkan pesawat-pesawat canggih di Korsel.
Korut menegaskan bahwa tindakan AS untuk mengerahkan peralatan nuklir strategis ke Semenanjung Korea merupakan upaya untuk menekan Korut dan negara-negara di kawasan, dan ini adalah ancaman serius bagi perdamaian.
AS meningkatkan level ancamannya di Asia Timur, dan baru-baru ini berusaha meningkatkan level ancaman itu terhadap Cina dan Korut dengan mengirimkan armada-armada Angkatan Laut dan pesawat nuklir. Tindakan ini juga dalam kerangka meningkatkan level ancaman terhadap Cina dan Korut. Dampaknya, situasi yang menghancurkan bagi negara-negara di kawasan ini bisa saja terjadi.
Oleh karena itu, Korut telah menegaskan bahwa tanggung jawab penuh atas situasi yang tidak terduga akan menjadi tanggung jawab AS. (RA)