Mencermati Alasan Kunjungan Erdogan ke Arab Saudi
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan telah mengunjungi Arab Saudi mengepalai delegasi politik dan ekonomi tingkat tinggi.
Pada tahap pertama perjalanan tiga harinya ke negara-negara Teluk Persia, Presiden Turki tiba di Jeddah, Arab Saudi, Senin (17/07/2023). Selain pejabat tinggi di pemerintahan Ankara, 200 pegiat bisnis Turki juga ikut mendampingi Presiden Turki dalam lawatan tiga hari ini.
Setelah Arab Saudi, delegasi Turki masing-masing akan melakukan perjalanan ke Qatar dan UEA. Tujuan sebenarnya dari kunjungan Recep Tayyip Erdogan ke negara-negara Arab Teluk Persia adalah untuk menarik modal dengan tujuan keluar dari krisis ekonomi Turki saat ini.
Media dan otoritas Turki menyebut daya tarik 50 miliar dolar sebagai alasan utama perjalanan ini. Sebelum perjalanannya ke tiga negara Teluk Persia, Presiden Turki mengatakan, Turki bermaksud untuk memperluas hubungan dengan negara-negara tersebut dan menyelesaikan kontrak investasi dengan ketiga negara itu.
Perjalanan delegasi tinggi Turki ke Arab Saudi dilakukan dalam situasi krisis ekonomi yang melanda Turki. Sekalipun pejabat pemerintah Ankara telah berupaya keras, harga dolar AS telah meningkat menjadi sekitar 27 lira, sementara sebelum pemilu, pemerintah dapat mempertahankan dolar di batas 20 lira.
Terlepas dari semua pasang surut hubungan Turki dengan negara-negara Teluk Persia, terutama Arab Saudi dan UEA, terlebih lagi setelah kudeta yang gagal pada Juli 2016, tampaknya kedua belah pihak ingin memperluas hubungan timbal balik untuk memenuhi kebutuhan bersama.
Dengan kata lain, hubungan Turki dan Arab Saudi menjadi dingin, terutama setelah pembunuhan Jamal Khashoggi, jurnalis yang kritis terhadap rezim Saudi, di Konsulat Jenderal Saudi di Istanbul. Sehingga hubungan politik dan ekonomi kedua negara turun ke level terendah.
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan pertama kali ingin mengadili para pelaku dan pemimpin kejahatan ini di Turki.
Namun setelah empat tahun, pemerintah Recep Tayyip Erdogan terpaksa memenuhi tuntutan Arab Saudi guna menormalkan hubungan bilateral, yang pertama adalah menutup kasus Jamal Khashoggi dan mengirimkan kasus kejahatan tersebut ke Riyadh.
Setelah itu, Erdogan mendapat izin untuk melakukan perjalanan ke Arab Saudi pada April tahun lalu dan berbicara dengan pejabat pemerintah Riyadh.
Berdasarkan propaganda media Turki, Arab Saudi dan negara-negara kawasan, Turki digambarkan membutuhkan negara-negara Teluk Persia karena krisis ekonomi.
Tinjauan beberapa fakta menunjukkan bahwa Arab Saudi, UEA, dan bahkan Qatar lebih membutuhkan bantuan Turki. Untuk investasi kecil di Turki, negara-negara ini akan menerima semua kebutuhan militernya dari Turki. Di saat yang sama, hubungan antara negara-negara Arab di Teluk Persia dan Turki masih lemah dan seolah-olah akan runtuh.
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan telah mengunjungi Arab Saudi mengepalai delegasi politik dan ekonomi tingkat tinggi.
Hubungan sementara ini dibentuk berdasarkan kebutuhan jangka pendek. Misalnya, media-media Saudi mengumumkan pada Januari tahun lalu, Otoritas Saudi mengusir seorang akademisi dari negara ini karena memuji Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan.
Meskipun media Saudi tidak mengungkapkan nama dosen ini, tindakan pemerintah Saudi ini menunjukkan bahwa otoritas Saudi bersedia menjaga hubungan bilateral dengan Turki pada tingkat yang terkendali.
Karena krisis ekonomi Turki akan tetap ada, dan negara-negara Arab di Teluk Persia, yang menyediakan lebih dari 90% pendapatannya melalui penjualan minyak mentah, masih memiliki kemungkinan untuk menguasai Turki dalam monopoli mereka.
Selama pertemuan delegasi Turki baru-baru ini, 9 nota kesepahaman (MOU) ditandatangani antara kedua pihak, meliputi sektor energi, real estat, konstruksi, pendidikan, teknologi digital, dan kesehatan.
Kementerian Pertahanan Arab Saudi juga mengumumkan penandatanganan kontrak dengan perusahaan Turki Baykar, produsen drone, dan tampaknya Arab Saudi telah mencapai tujuannya dari kunjungan Erdogan ke Riyadh.
Sementara penandatanganan nota kesepahaman oleh kedua belah pihak akan berlaku, itu akan memakan waktu lama, setidaknya enam bulan, di mana ada waktu bagi para pihak untuk menanggapi penandatanganan dokumen kontrak terbaru dan perjanjian.
Tidak diragukan lagi bahwa Arab Saudi, sebagai negara dengan sumber daya energi, terutama minyak mentah, berusaha mendapatkan posisi aman untuk dirinya sendiri di kawasan.
Di sisi lain, Turki yang kekurangan sumber daya energi menjadi pusat energi di Asia Barat, sehingga mendapatkan kredibilitas secara global. Ini bukan proses yang sangat menyenangkan bagi para pemimpin Saudi.
Tampaknya otoritas Riyadh telah menyiapkan berbagai rencana untuk Turki dalam hal ini, yang akan mereka terapkan seiring berjalannya waktu.
Secara keseluruhan, tampaknya menurut berita yang dimuat di media regional, perjalanan delegasi tinggi Turki ke Arab Saudi lebih menguntungkan pemerintah Riyadh dibandingkan dengan pemerintah Ankara.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pemerintah Ankara tidak dapat mencapai tujuan yang mereka tentukan dari perjalanan ke Arab Saudi.(sl)