Apr 13, 2024 10:30 Asia/Jakarta
  • Perdana Menteri Fumio Kishida dan Presiden Joe Biden
    Perdana Menteri Fumio Kishida dan Presiden Joe Biden

Dalam pertemuan dengan Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida di Gedung Putih, Presiden AS Joe Biden menekankan dukungan komprehensif Washington terhadap Jepang dalam melawan Cina, termasuk penggunaan pencegahan nuklir.

Kedua pihak juga menandatangani perjanjian keamanan-militer komprehensif, yang mencakup banyak hal seperti pengembangan kerja sama di bidang rudal dan luar angkasa.

Biden dan Kishida menekankan dalam pernyataannya bahwa era baru kerja sama strategis antara Amerika Serikat dan Jepang telah dimulai, yang tujuannya adalah untuk menciptakan kemitraan keamanan global untuk menghadapi "tantangan yang kompleks dan saling berhubungan", yang menurut pandangan mereka adalah Cina sebagai penyebab terpenting dari tantangan global yang ingin diatasi oleh Washington dengan memperkuat koalisi anti-Cina yang berpusat di Amerika, termasuk AUKUS.

Dalam pernyataan bersama kedua pihak, ditegaskan bahwa negara-negara anggotanya yaitu Australia, Inggris, dan Amerika Serikat sedang mempertimbangkan kerja sama dengan Jepang di bidang kemampuan dan teknologi canggih dalam berbagai bidang, termasuk komputasi kuantum, urusan kapal selam, supersonik, kecerdasan buatan, dan teknologi siber.

Artinya, AS berupaya memperluas wilayah geografisnya hingga ke perbatasan Cina dengan memasukkan Jepang ke dalam aliansi sekutunya di AUKUS sekaligus memperkuatnya.

Sekaitan dengan hal ini, James Brady, pakar isu internasional dari lembaga pemikir Teneo mengatakan, Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida, sebagai seseorang yang telah kehilangan posisinya di mata rakyat Jepang dan, dengan kata lain, tidak diperhatikan sama sekali, sedang mencoba untuk berpartisipasi aktif dalam skenario kawasan Amerika untuk membuktikan dirinya, termasuk di AUKUS, karena masyarakat Jepang tidak terlalu menganggap dirinya sebagai pemimpin bagi masyarakat Jepang.

Sementara itu, perkembangan kerja sama keamanan dan militer antara Jepang dan Amerika tidak didukung oleh masyarakat negara tersebut.

Presiden AS Joe Biden, yang menghadapi ketidakpuasan internal yang meluas akibat skandal mendukung rezim Zionis dalam pembantaian rakyat tertindas di Gaza, juga berusaha mengalihkan opini publik dalam negeri dengan menampilkan ancaman regional dan internasional Cina serta memperkuat aliansi regional melawan ancaman Beijing.

Oleh karena itu, dalam pertemuan dengan Kishida, Biden mengklaim aliansi Jepang dan Amerika Serikat merupakan landasan bagi perdamaian, keamanan, dan kesuksesan di kawasan Indo-Pasifik dan seluruh dunia.

Pada saat yang sama, Amerika Serikat hanya menyebarkan kebencian ke seluruh dunia untuk tujuan jahatnya, seperti yang dikatakan Dimitri Peskov, Juru Bicara Kremlin, Kehadiran militer Amerika di Jepang dan kerja sama keamanan kedua pihak, selalu menjadi penghalang bagi perjanjian perdamaian antara Moskow dan Tokyo.

Dalam upaya untuk memanfaatkan Jepang sebanyak mungkin dalam lingkaran keamanan Washington, Amerika mempunyai dua tujuan dasar.

Pertama, dengan mendukung Jepang, hal ini melibatkan Tokyo pada masalah dan konsekuensi dari ketegangan global yang dilakukan Gedung Putih.

Kedua, mendorong dan membujuk Jepang untuk terus mendukung Ukraina dalam perang dengan Rusia pada tahap saat ini, sehingga pengeluaran Barat, khususnya Amerika Serikat, dapat sedikit dikurangi.

Namun, terlepas dari kenyataan bahwa konstitusi Jepang melarang negara ini memiliki misi militer, tapi pemerintah Tokyo, di bawah dukungan dan lampu hijau Amerika Serikat, berusaha memainkan peran aktif dalam kebijakan regional dan global Washington.

Berdasarkan perjanjian keamanan komprehensif, AS dan Jepang akan membentuk forum kerja sama industri-militer untuk mengembangkan program militer mereka, yang dapat menciptakan peluang untuk mengembangkan dan memproduksi rudal serta memperbaiki kapal perang dan pesawat Amerika.

Selain itu, kedua negara sedang membentuk kelompok kerja untuk pelatihan pilot jet tempur, termasuk di bidang kecerdasan buatan dan simulator canggih, serta kerja sama bersama dan pelatihan instruktur pilot, yang dapat menjadi ancaman serius terhadap keamanan kawasan. Sebuah masalah yang selalu diperingatkan oleh Cina dan Rusia.(sl)

Tags