Kebuntuan Politik Mengejutkan: Macron antara Membubarkan Parlemen, Mengundurkan diri, dan Dipecat
-
Emmanuel Macron
Pars Today – Pengunduran diri perdana menteri kelima di pemerintahan Prancis membuat Istana Elysee dikepung berbagai tuntutan oposisi pemerintah untuk membubarkan parlemen, pengunduran diri presiden atau bahkan pencopotan presiden dari jabatannya.
Reaksi politik langsung meledak dari semua pihak. Marine Le Pen, pemimpin partai sayap kanan ekstrem National Rally (RN), menyerukan pembubaran parlemen segera. Sementara itu, Jean-Luc Mélenchon dari kubu kiri Prancis menyerukan "pemeriksaan segera" atas usulan pemecatan presiden, dan David Lisnard dari kubu Republik menyerukan pengunduran diri presiden "demi menyelamatkan negara." Bahkan sekutu presiden Prancis pun menyatakan keprihatinan mendalam atas kekacauan pemerintahan.
Krisis ini berakar pada hilangnya mayoritas absolut Macron di Majelis Nasional, yang membuat mustahil untuk membentuk pemerintahan yang stabil. Para ahli menyebut krisis ini "belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah Republik Kelima" dan memperingatkan bahwa stabilitas negara berada dalam risiko serius.
Macron kini menghadapi tiga pilihan sulit: membubarkan parlemen dan mengambil risiko mengadakan pemilu baru, mengundurkan diri secara sukarela, atau menghadapi ancaman pemakzulan yang semakin besar. Masing-masing pilihan ini dapat menimbulkan konsekuensi yang tak terduga bagi Prancis dan Eropa.
Emmanuel Macron, yang gagal mengamankan mayoritas yang jelas bagi dirinya dan partainya dalam masa jabatan keduanya, menghadapi tantangan memilih perdana menteri yang, dengan perlawanan dari partai-partai politik, akan menghalangi kabinet untuk berfungsi. Dari Elisabeth Borne, perdana menteri pertama periode ini, hingga Sébastien Lecornu, lima perdana menteri telah berupaya membantu Macron dalam kepresidenan dan dalam menghadapi parlemen di mana partai-partai oposisi memainkan peran penting.
Masa jabatan kedua Macron sebagai presiden, dengan banyak perdana menteri dan masa jabatan mereka yang singkat dan tidak berhasil, telah menjerumuskan Republik Kelima Prancis ke dalam krisis yang dianggap "belum pernah terjadi sebelumnya" oleh para ahli politik. (MF)