Kegagalan Besar Trump Melucuti Senjata Nuklir Korea Utara
-
Perundingan antara Donald Trump dan Kim Jong-un
Terlepas dari kontroversi propaganda Donald Trump dan mengklaim pencapaian besar dalam pelucutan nuklir Korea Utara, hasil dari pembicaraan dua hari antara Trump dan Kim Jong-un, Pemimpin Korea Utara di Hanoi, ibukota Vietnam, adalah kegagalan besar bagi Trump dalam kebijakan luar negeri.
Tuntutan luar biasa dari Amerika Serikat atas Pyongyang, yaitu penutupan fasilitas nuklirnya tanpa hak istimewa yang diinginkan pemimpin Korea Utara terkait penghapusan sanksi besar-besaran terhadap negara itu, dapat dianggap sebagai alasan utama kegagalan pembicaraan putaran kedua antara kedua negara.
Sebenarnya, pertemuan itu tidak berhasil karena jurang antara "apa yang diinginkan Trump dengan apa yang dipikirkan Kim". Perlucutan senjata nuklir Semenanjung Korea adalah salah satu tuntutan utama Trump dari Kim dan sebagai imbalannya, Korea Utara berupaya menghapuskan sanksi internasional, menandatangani perjanjian final perdamaian berdasarkan akhir Perang Korea, menarik pasukan dan senjata Amerika Serikat dari Semenanjung Korea dan membuat saluran langsung diplomatik untuk menyelesaikan masalah.
Ri Yong-ho, Menteri Luar Negeri Korea Utara hari Kamis malam (28/02), dalam konferensi pers mengatakan bahwa pemerintah hanya bersedia menghentikan fasilitas inti nuklirnya dengan imbalan mencabut serangkaian sanksi.
Meskipun di masa-masa awal kepresidenannya, Trump mengirim kapal-kapal induk Amerika Serikat ke Semenanjung Korea dan secara langsung memperingatkan Korea Utara dan bahkan secara serius mengancam akan melakukan serangan nuklir ke negara itu, tapi pada saat yang sama ia memasuki negosiasi politik dengan Pyongyang, dimana hasil dari lobi-lobi ini adalah KTT Singapura pada bulan Juni 2018 antara Trump dan Kim.
Pada akhir pertemuan tersebut, pemimpin kedua negara menandatangani sebuah dokumen yang mewajibkan Pyongyang melucuti senjata nuklirnya dan pada saat yang sama Amerika Serikat memberi jaminan keamanan bagi Korea Utara. Namun, seperti yang diharapkan, proses implementasi perjanjian mengalami masalah dikarenakan Amerika Serikat tidak melaksanakan komitmennya dan Washington justru menekankan komitmen sepihak oleh Korea Utara.
Penyelenggaraan putaran kedua perundingan di Hanoi pada 27 dan 28 Februari, terlepas dari pernyataan sebelumnya yang disampaikan para pejabat senior Amerika Serikat tentang publikasi pernyataan di akhir pertemuan kedua kepala negara, tetapi tuntutan sepihak Washington dari Pyongyang, tanpa memperhatikan tuntutan penting Kim, yakni pencabutan sanksi terhadap Korea Utara, praktis menyebabkan kebuntuan dalam negosiasi.
Amerika Serikat tidak ingin mengurangi sanksi di masa sekarang tanpa menutup dan menghancurkan fasilitas nuklir Korea Utara. Untuk alasan ini, paling banyak konsesi yang siap diberikan oleh Trump pada tahapan ini kepada Kim adalah pengumuman resmi berakhirnya Perang Korea. Perang yang berakhir pada tahun 1953 dengan gencatan senjata dan tanpa perjanjian damai.
Pemerintah Trump ingin memaksa Korea Utara dengan cara yang lebih fleksibel di bidang diplomasi dan lebih keras dalam kerangka ekonomi. Tujuannya agar Pyongyang menyerahkan daftar gudang senjata nuklir Korea Utara dan menyerahkannya atau dapat diinspeksi lalu kemudian dihancurkan. Dengan demikian, kekuatan nuklir Pyongyang tidak dapat kembali seperti sebelumnya dan mengambil jarak untuk mempersenjatai dirinya dengan gudang senjata nuklir dan pada saat yang sama harus menerima verifikasi yang sangat akurat.
Trump dalam konferensi persnya mengatakan, ""Mereka memiliki banyak tuntutan. Untuk itu, saya memutuskan untuk tidak setuju. Karena saya percaya kesepakatan yang buruk jauh lebih buruk daripada tidak melakukan kesepakatan. Jika saya mau, saya bisa menandatangani perjanjian dengan pemimpin Korea Utara hari ini, tetapi saya menolak untuk menandatangani kesepakatan yang buruk."
Tetapi pertemuan Hanoi menunjukkan bahwa Korea Utara tidak begitu sederhana dan cepat percaya, sebagaimana yang dibayangkan Amerika Serikat, sehingga hanya dengan janji-janji kosong Washington, mereka akan melepaskan capaian-capaian dan kartu truf asli mereka, yaitu gudang-gudang senjata nuklirnya.