Keterkucilan AS dalam Masalah JCPOA
(last modified Thu, 12 Sep 2019 03:53:23 GMT )
Sep 12, 2019 10:53 Asia/Jakarta
  • Ilustrasi Presiden Donald Trump dan minyak Iran.
    Ilustrasi Presiden Donald Trump dan minyak Iran.

Presiden Amerika Serikat Donald Trump, berulang kali mengkritik kesepakatan nuklir JCPOA dan akhirnya menarik diri dari perjanjian itu pada 8 Mei 2018. Pemerintahan Trump kemudian memperluas sanksi terhadap Iran dan menentang semua proposal untuk menyelamatkan JCPOA.

Pendekatan ini mendapat reaksi dari negara-negara lain anggota kesepakatan nuklir JCPOA. Dalam hal ini, Wakil Tetap Rusia untuk Organisasi-organisasi Internasional di Wina, Mikhail Ulyanov dalam sebuah komentar hari Selasa (10/9/2019) mengatakan mayoritas anggota Dewan Gubernur Badan Energi Atom Internasional (IAEA) mengkhawatirkan tindakan AS terhadap Iran.

"Dewan Gubernur IAEA membahas laporan tentang verifikasi (kegiatan nuklir) di Iran. Banyak yang menyatakan penyesalan mendalam atas penarikan AS dari kesepakatan dan kekecewaan mereka dengan penerapan kembali sanksi terhadap Tehran. AS tetap terisolasi dalam masalah JCPOA," tulis Ulyanov via akun Twitter-nya.

Washington telah melakukan lobi-lobi dengan negara-negara lain anggota JCPOA termasuk sekutunya di Eropa agar mendukung langkah AS untuk menekan Iran dan merusak kesepakatan nuklir. Namun AS gagal meyakinkan mereka untuk mendukung tindakan sepihaknya ini.

Ini menunjukkan bahwa kekuatan-kekuatan dunia percaya bahwa JCPOA adalah sebuah kesepakatan yang baik dan efektif, dan berdasarkan sejumlah laporan IAEA, Iran juga sepenuhnya mematuhi ketentuan kesepakatan nuklir.

Uni Eropa dan Iran.

Uni Eropa dan Troika Eropa (Jerman, Prancis, dan Inggris) menentang keras pendekatan Trump terhadap JCPOA dan mengaku telah melakukan upaya tertentu untuk mempertahankan JCPOA. Namun, upaya Eropa khususnya mengenai Instrumen untuk Mendukung Pertukaran Perdagangan (INSTEX), belum membawa hasil apapun, oleh karena itu Iran memilih mengurangi komitmennya secara bertahap.

Saat ini JCPOA berada di bibir jurang setelah Washington menentang proposal Paris untuk menyelamatkan kesepakatan nuklir ini, dan juga pelaksanaan langkah ketiga pengurangan komitmen nuklir oleh Tehran sejak 6 September lalu.

Tentu saja jika Eropa benar-benar ingin mempertahankan denyut nadi JCPOA, maka mereka harus segera mengambil aksi nyata dan efektif.

Menurut Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif, negara-negara Eropa sama sekali belum memenuhi komitmennya kepada Iran, berbeda dengan Cina dan Rusia. Jika mereka berharap agar Iran memenuhi kewajibannya, maka Eropa harus menjamin penjualan minyak kami.

Meskipun Iran telah mengurangi komitmennya dalam JCPOA, namun tetap menekankan bahwa langkah ini bisa dipulihkan setelah Eropa mengambil langkah nyata dan memenuhi kewajibannya.

AS sendiri telah keluar dari JCPOA, tetapi tetap menuntut Iran untuk mematuhi butir-butir kesepakatan tersebut. Sekarang muncul pertanyaan, jika JCPOA penting untuk dipatuhi, mengapa AS meninggalkan kesepakatan ini secara sepihak? (RM)