Sep 04, 2020 10:18 Asia/Jakarta
  • Mahkamah Pidana Internasional
    Mahkamah Pidana Internasional

Amerika Serikat telah mengambil pandangan negatif terhadap berbagai organisasi dan institusi internasional selama pemerintahan Donald Trump. Langkah terbaru pemerintahan Trump adalah memberikan sanksi kepada Mahkamah Pidana Internasional (ICC), yang merupakan badan internasional yang bertanggung jawab atas kejahatan perang serta kejahatan terhadap kemanusiaan.

Departemen Keuangan AS pada Rabu (02/09/2020) menjatuhkan sanksi kepada dua pejabat senior di Mahkamah Pidana Internasional di Den Haag, Belanda. Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo mengatakan bahwa jaksa pengadilan Den Haag Fatou Bensouda dan Ketua Bidang Humas dan Kerja Sama Peradilan ICC, Fakiso Mochochko telah diberi sanksi oleh Amerika Serikat. Menurutnya, orang lain yang membantu Bensouda dalam hal ini akan dikenakan sanksi tersebut serta pembatasan visa.

Fatou Bensouda, Jaksa Mahkamah Pidana Internasional

Tindakan AS yang belum pernah terjadi sebelumnya dan ilegal tersebut mendapat tanggapan tajam dari Mahkamah Pidana Internasional, yang menolak langkah tersebut dan menyebutnya sebagai "belum pernah terjadi sebelumnya dan tidak dapat diterima", seraya menekankan bahwa "tindakan seperti itu hanya merusak upaya bersama kami untuk memerangi kekebalan dari kejahatan publik".

Pada 11 Juni 2020, Presiden AS Donald Trump menandatangani perintah eksekutif yang mengesahkan sanksi terhadap ICC. Trump memberlakukan izin tersebut karena penyelidikan Mahkamah Pidana Internasional atas kejahatan AS di Afghanistan. Menurut Richard Decker, Direktur Keadilan Internasional di Human Rights Watch, "Pemerintahan Trump terus menyerang supremasi hukum di dunia dengan memboikot ICC, menempatkan Amerika Serikat di pinggir lapangan."

Amerika Serikat bukan anggota ICC dan tidak mengakui yurisdiksinya untuk menyelidiki warga Amerika dengan alasan bahwa hal itu mengancam "kedaulatan nasional Amerika." Pejabat pemerintah Trump telah menggunakan berbagai alasan untuk membenarkan tindakan ilegal terhadap ICC ini, termasuk tidak adanya keanggotaan Amerika Serikat dalam Statuta Roma. Alasan lain yang dikemukakan oleh Washington adalah bahwa tindakan ICC tersebut tidak sesuai dengan hukum internasional.

Anehnya, Mahkamah Pidana Internasional adalah otoritas tertinggi untuk mengakui dan menuntut kejahatan perang serta kejahatan terhadap kemanusiaan, jadi bagaimana pejabat pemerintah Trump mengklaim bahwa pengadilan tersebut tidak memiliki yurisdiksi untuk menangani kejahatan militer AS di Afghanistan?

Merujuk pada yurisdiksi ICC, Mehdi Zakerian, pakar hukum internasional mengatakan, "Masuknya ICC ke dalam situasi di Afghanistan tidak ilegal atau, seperti yang dikatakan Amerika Serikat, bersifat politis, tetapi menurut otoritasnya, proses peradilan ada dalam agenda."

Bukti menunjukkan bahwa tujuan utama dari sanksi AS terhadap pejabat senior Mahkamah Pidana Internasional adalah untuk mengintimidasi mereka agar mencegah ICC menyelidiki kejahatan militer AS di Afghanistan dan kejahatan Zionis di Palestina Pendudukan. Pada saat yang sama, pendekatan yang diambil Washington untuk mencapai tujuan ini didasarkan pada praktik konsisten dan permanen yang sama dari pemerintahan Trump, yaitu pengenaan sanksi.

Faktanya, Amerika Serikat telah menjadi kecanduan menjatuhkan sanksi kepada dunia, dan terus melakukannya terhadap negara-negara musuh, saingan dan teman, sementara sekarang terhadap lembaga-lembaga internasional dengan tujuan memaksa mereka untuk mematuhinya. Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif seraya menjelaskan sanksi AS terhadap kepala jaksa ICC, mentwitt:

Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif

"Praktik ini dimulai dengan boikot individu, kemudian diintensifkan dan menyebar ke kekuatan kecil, menengah dan utama, dan sekarang telah mencapai pribadi-pribadi internasional. Satu-satunya cara untuk menghentikan kegilaan tak berujung ini adalah dengan berhenti menyenangkan Amerika. Menyerah karena takut akan kemarahan Amerika hanya meningkatkan keinginan Amerika Serikat untuk melakukan pemaksaan."

Sejatinya, Washington telah mengeluarkan perintah eksekutif sebagai langkah pencegahan untuk mencegah Mahkamah Pidana Internasional memulai penyelidikan kejahatan militer AS di Afghanistan. Namun, tanggapan AS disambut dengan reaksi global, dengan kelompok berisikan 67 negara mengeluarkan pernyataan bersama pada akhir Juni 2020 sebagai tanggapan atas ancaman AS terhadap Mahkamah Pidana Internasional, yang menegaskan kembali dukungan mereka untuk ICC. Sikap internasional terhadap tindakan koersif dan ilegal dari pemerintahan Trump ini menunjukkan isolasi Amerika Serikat dan tindakan sepihak yang tidak dapat diterima.

Tags