Keras Kepala AS Pertahankan Embargo Senjata Iran
Amerika Serikat pada 2019 memulai kampanye besar-besaran untuk mencegah pencabutan embargo senjata Iran yang akan berakhir pada 18 Oktober 2020 berdasarkan resolusi 2231 Dewan Keamanan PBB.
Pasca kekalahannya di DK PBB, Amerika sekarang mencoba cara baru yang tampak muncul dari keputusasaan yaitu mengacam akan menyanksi perusahaan-perusahaan senjata jika nekat berdagang dengan Iran.
Pemerintah Gedung Putih mengumumkan, setiap perusahaan senjata internasional yang melakukan transaksi bisnis dengan Iran, akan masuk daftar sanksi Amerika.
Wakil khusus Amerika untuk Iran, Elliott Abrams mengatakan, setelah berakhirnya embargo senjata Iran, langsung, dan dengan kekuatan penuh, semua perusahaan internasional yang bekerjasama dengan Iran akan mendapatkan sanksi sekunder Amerika.
Beberapa jam sebelumnya, Menteri Luar Negeri Amerika Mike Pompeo mengatakan, Washington sedang berusaha agar embargo senjata Iran berlaku permanen.
Sepertinya sikap baru Amerika dalam hal ini diambil karena keputusasaan setelah upayanya mempertahankan embargo senjata Iran terus gagal. Sebelumnya Washington berharap bisa dengan mudah mendesak DK PBB mengesahkan draf usulannya untuk mencegah pencabutan embargo senjata Iran.
Kenyataannya bukan hanya negara-negara adidaya dunia seperti Rusia dan Cina yang menjadi rival Amerika dan menolak draf usulan Washington, tapi juga sekutu Amerika di Eropa sendiri bersama seluruh negara anggota DK PBB kecuali Republik Dominika, menolak permintaan berulang, dan bahkan ancaman Washington, untuk mencegah pencabutan embargo senjata Iran.
Direktur Institut Studi Internasional di Roma, Italia, Natalie Tucci mengatakan, hasil voting terbaru di DK PBB yang bertentangan dengan usulan Amerika untuk memperpanjang embargo Iran, merupakan kekalahan destruktif bagi diplomasi pemerintah Presiden Donald Trump.
Selanjutnya Amerika mengajukan surat edaran yang mengklaim pelanggaran tegas kesepakatan nuklir, JCPOA oleh Iran, sehingga menyebabkan aktifnya kembalinya secara otomatis sanksi internaisonal termasuk embargo senjata Iran mulai 20 September 2020.
Namun sampai sekarang langkah Amerika itu ditentang oleh mayoritas anggota DK PBB, oleh karena itu ketua periodik DK PBB tidak melakukan langkah apapun untuk mengaktifkan kembali sanksi Iran.
Selain itu Sekjen PBB Antonio Guterres pada 16 September 2020 terkait klaim Amerika bahwa sanksi Iran secara otomatis aktif kembali mengatakan, kami akan menyikapi JCPOA berdasarkan pendapat Dewan Keamanan.
Artinya pasca 20 September 2020, tidak dibentuk komite sanksi, juga tidak ada pakar PBB yang bertugas mengaktifkan kembali sanksi Iran, dengan kata lain tidak ada mekanisme pelaksanaan apapun dalam hal ini.
Sehingga satu-satunya cara yang tersisa bagi Amerika adalah mengaktifkan kembali secara sepihak resolusi-resolusi sanksi PBB, dan menggunakan semua kemampuan ekonomi serta diplomatiknya untuk memaksakan hal ini kepada masyarakat internasional.
Iran selama bertahun-tahun, karena tidak bisa mengimpor senjata dari luar negeri akibat embargo DK PBB, memproduksi sendiri persenjataan yang dibutuhkannya. Artinya Iran tidak terlalu memerlukan pembelian besar-besaran senjata dari luar negeri.
Realitasnya apa yang dikhawatirkan Amerika dari pencabutan embargo senjata Iran adalah pengaruh besar Iran di pasar senjata dunia. Amerika tampak ketakutan dengan bertambah kuatnya pertahanan, dan ekonomi Iran. (HS)