AS Tinjauan dari Dalam; 26 Desember 2020
(last modified Sat, 26 Dec 2020 06:48:01 GMT )
Des 26, 2020 13:48 Asia/Jakarta
  • Donald Trump
    Donald Trump

Dinamika di dalam negeri Amerika Serikat selama sepekan terakhir diwarnai sejumlah isu penting, di antaranya serba-serbi hasil pilpres dan upaya Trump tolak dan ubah hasil pemilu.

Selain itu, masih ada isu lainnya seperti pernyatan jenderal AS bahwa negaranya tidak ingin perang dengan Iran, pembelian senjata di dalam negeri AS naik drastis, seputar kontroversial grasi Trump kepada penjahat, klaim baru anti Iran Pompeo dan jawaban Tehran serta berbagai isu lainnya.

Trump Berusaha Ubah Hasil Pemilu

Presiden Amerika Serikat untuk membuktikan klaim kecurangan dan mengubah hasil pemilu presiden di negara ini, melakukan pertemuan dengan sejumlah anggota DPR dari kubu Republik.

Donald Trump

Seperti dilaporkan Reuters, Mark Maedows, kepala staf Gedung Putih di akun Twitternya menulis, sejumlah anggota DPR beberapa waktu lalu mengakhiri pertemuannya dengan presiden di tempat kerja Donald Trump dan menyatakan kesiapannya melakukan perlawanan dengan bersandar pada bukti kecurangan di pemilu presiden.

Sebuah sumber yang namanya menolak disebutkan kepada Reuters mengatakan, "Anggota DPR yang hadir dipertemuan ini mitra terpercaya Trump di DPR."

Menurut laporan media Amerika, Sidney Powell, mantan pengacara Trump hari Senin untuk ketiga kalinya dalam beberapa hari terakhir hadir di Gedung Putih dan disebutkan bahwa ia tengah membujuk Trump untuk mengklaim adanya kecurangan di pemilu.

CNN: Trump Berpikir untuk Gulingkan Pemerintah AS

Merespon penggunaan istilah "darurat militer" oleh Presiden Amerika Serikat Donald Trump di akun Twitternya, televisi CNN mengutip seorang mantan pejabat keamanan negara itu mengatakan, makna dari pesan Trump untuk pendukungnya adalah ia tengah berpikir menggulingkan pemerintahan di Amerika.

TV Alalam (21/12/2020) melaporkan, Donald Trump pada rapat kabinet di Gedung Putih hari Jumat (18/12) menyinggung penerapan darurat militer, dan beberapa pejabat yang hadir tampak ketakutan, padahal mereka terbiasa mendengar kata semacam "tidak demokratis" dan "menyulut fitnah" dari Trump.

CNN menambahkan, dalam rapat kabinet itu saat pejabat senior Gedung Putih mendengar rencana penerapan darurat militer, mereka menganggap hal itu akan dipahami sebagai tanda bahaya oleh media Amerika.

Menurut CNN, Michael Flynn, mantan penasihat Dewan Keamanan Nasional Amerika minggu lalu dalam wawancara dengan Newsmax menyarankan Trump untuk mengusulkan darurat militer pada rapat kabinet hari Jumat (18/12) agar bisa bertahan di Gedung Putih.

Trump Ciptakan Ketakutan Baru di Gedung Putih

Sebagian penasihat di Gedung Putih mulai khawatir dengan langkah-langkah yang bakal diambil Presiden Donald Trump di hari-hari terakhir jabatannya.

Seperti dilaporkan CNN, Selasa (22/12/2020), Trump kini mengandalkan sekelompok penasihat yang memaparkan taktik-taktik aneh untuk membatalkan hasil pemilu presiden AS.

Menurut beberapa pejabat senior dan orang yang dekat dengan presiden, situasi ini menciptakan ketidakpastian baru tentang bagaimana Trump akan melawan di akhir masa jabatannya.

Seorang pejabat Gedung Putih mengatakan, "Tidak ada yang yakin ke mana arah ini, dia masih menjabat selama sebulan lagi."

Wartawan MSNBC di akun Twitter-nya menulis, "Pertemuan Trump dengan Sidney Powell, seorang pengacara konspirasi masih terus berlangsung."

Sidney Powell dikabarkan kembali menyambangi Gedung Putih untuk ketiga kalinya untuk bertemu dengan Trump.

Sementara itu, situs The Hill melaporkan bahwa lebih dari 60 ribu pendukung Trump mengumumkan di halaman Facebook bahwa mereka akan berpartisipasi secara simbolis dalam upacara pelantikan kedua Trump.

Para elektor secara resmi mengonfirmasi hasil pemilu presiden AS dan mengumumkan kemenangan Joe Biden. Namun, Trump tetap menolak dengan alasan adanya kecurangan. Upacara pelantikan Biden akan dilaksanakan pada 20 Januari 2021.

Jenderal AS: Kami tak Ingin Berperang dengan Iran

Komandan Pusat Komando Militer Amerika Serikat di Asia Barat, CENTCOM mengakui bahwa Washington tidak ingin menciptakan ketegangan atau terlibat konfrontasi dengan Iran.

Kenneth McKenzie

TV Alalam (23/12/2020) melaporkan, Jenderal Kenneth McKenzie dalam wawancara dengan ABC News menuturkan, saya percaya kita sedang berada di sebuah rentang waktu yang penuh bahaya. Saya ingin menekankan masalah kunci ini, kami tidak ingin berperang dengan Iran. Saya ingin menekankan hal ini.

Ia menambahkan, keyakinan saya adalah, Iran juga saat ini tidak ingin berperang dengan Amerika.

Terkait serangan rudal ke Kedutaan Besar Amerika di Baghdad, Irak, Jenderal McKenzie mengatakan, kami sudah menyampaikan kekhawatiran kami kepada pemerintah Irak. Kami ada di Irak karena permintaan mereka. Pemerintah Irak bertanggung jawab untuk melindung kami.

Media Amerika beberapa hari lalu mengabarkan, pemerintah Washington mengirim dua unit pesawat pembom Boeing B-52 Stratofortress ke kawasan Asia Barat.

Pembelian Senjata Api di Amerika Naik Drastis

Pembelian senjata api oleh warga Amerika Serikat meningkat 73 persen pada 2020 dibandingkan tahun sebelumnya.

Seperti dikutip Tasnimnews, Rabu (23/12/2020), media-media Amerika menilai naiknya angka permintaan senjata secara drastis pada tahun 2020 dipicu oleh krisis sosial dan politik termasuk wabah virus Corona, protes anti-rasisme, dan kekacauan yang dipicu oleh pemilu presiden AS.

Hingga Desember 2020, lebih dari 42 ribu warga Amerika tewas akibat kekerasan bersenjata dan sedikitnya 38 ribu orang terluka. Jumlah orang yang tewas karena tembakan aparat kepolisian AS juga naik signifikan pada 2020.

Berdasarkan sebuah penelitian, jumlah korban tewas akibat tembakan polisi AS hingga Desember 2020 mencapai 1.039 orang termasuk 21 remaja di bawah usia 18 tahun. Riset ini juga mencatat 28 persen orang yang tewas di tangan polisi adalah warga kulit hitam, padahal jumlah mereka hanya 13 persen dari total populasi Amerika.

Undang-undang kebebasan senjata api di AS dianggap sebagai pemicu meningkatnya kekerasan bersenjata di negara itu. Lobi-lobi senjata begitu kuat sehingga Kongres AS tidak mampu meloloskan aturan untuk membatasi penggunaan senjata api.

PBB Protes Trump Beri Grasi kepada Kriminal

Langkah presiden Amerika Serikat merilis instruksi pengampunan kepada empat penjahat di kasus pembunuhan warga sipil di Irak telah membangkitkan protes sejumlah lembaga internasional termasuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Image Caption

Menurut laporan Euro News, kantor HAM PBB Rabu (23/12/2020) seraya merilis statemen mengungkapkan kekhawatiran mendalam atas grasi tersebut dan menyatakan, instruksi ini membantu kekebalan hukum para penjahat dan membuat orang lain semakin berani melakukan kejahatan seperti ini di masa mendatang.

Deplu Irak menyatakan di pemberian grasi tersebut, keseriusan kejahatan yang ada diabaikan.

Kasus grasi yang diberikan Trump mencakup empat veteran serdadu Amerika yang bekerja di perusahaan jasa keamanan swasta Blackwater yang dijatuhi hukuman pada tahun 2007 di kasus pembantaian bundaran Nisour di Baghdad.

Keempat orang ini pada September 2007 dan ketika mengawal sebuah kelompok diplomat AS, menembaki warga sipil di bundaran Nisour Baghdad dan sedikitnya membantai 14 orang.

Pengadilan Amerika Serikat setelah menggelar sejumlah sidang menjatuhkan hukuman seumur hidup kepada Nicholas Slater dan tiga lainnya dengan 30 tahun penjara. Pelaku kriminal berkas ini sejak awal sidang menerima dakwaan pembunuhan sengaja dan tidak sengaja, namun mereka mengatakan melakukan hal tersebut di kondisi khusus dan untuk membela diri.

Donald Trump selama memerintah telah mengeluarkan 48 grasi dan keringanan hukuman.

Klaim Baru Pompeo terhadap Iran dan Jawaban Tehran

Beberapa roket Katyusha menghantam zona hijau Baghdad yang menjadi tempat kantor pemerintah dan kedutaan besar, termasuk Kedutaan Besar AS.

Serangan roket tersebut merusak beberapa bangunan dan kendaraan, namun tidak menimbulkan korban jiwa.

Tidak lama setelah terjadi serangan tersebut, Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo di akun Twitternya hari Senin mencuit, "Militan yang didukung Iran secara sembrono menyerang Baghdad dan melukai warga sipil Irak. Rakyat Irak harus menuntut para penyerang. Para penjahat ini harus mengakhiri tindakan destabilisasi yang dilakukannya,".

Image Caption

Juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran Saeed Khatibzadeh menjawab  klaim Pompeo di akun Twetternya dengan mengatakan, "Kami secara keras membantah tuduhan anti-Iran dari Pompeo yang secara terbuka bertujuan untuk menciptakan ketegangan. Iran menolak serangan apa pun terhadap fasilitas diplomatik. Kehadiran militer AS selama ini justru sumber ketidakstabilan di kawasan.Tidak ada distorsi yang dapat membebaskan Amerika Serikat dari kejahatannya."

Di penghujung periode kepresidenan Trump, Amerika Serikat terus mencari alasan untuk melanjutkan petualangannya dengan memutarbalikkan fakta, setelah mengalami kekalahan politik fatal di kawasan. Iran, Irak, Afghanistan, Yaman dan Lebanon menjadi  arena kekalahan Amerika Serikat dalam menjalankan kebijakan luar negerinya.

Pompeo membuat klaim infaktual terhadap Iran dan menuding komandan pasukan Al Hashd Al-Shaabi sebagai pihak yang berada di balik serangan Minggu malam. Padahal, serangan tersebut sengaja dirancang oleh Amerika Serikat sendiri untuk membenarkan keberadaan pasukannya di Irak.

Qais al-Khazali, sekretaris jenderal Asa'ib Ahl al-Haq dan pemimpin faksi al-Sadiqun di parlemen Irak mengatakan bahwa kedutaan AS saat ini di Baghdad bukanlah kedutaan sahabat Irak, karena langkah Washington bertentangan dengan undang-undang parlemen Irak yang menegaskan pengusiran pasukan AS dari negaranya.

Dia menambahkan bahwa kekuatan militer kedutaan AS yang besar dan sejumlah besar senjata menengah dan berat di kedutaan telah mengubahnya menjadi barak militer yang dapat digunakan untuk menargetkan arus politik Irak dan membahayakan keamanan ibu kotanya.

Faktanya, Amerika Serikatlah yang saat ini menciptakan ketidakamanan dan melancarkan serangan roket dan mortir ke pusat-pusat diplomatik di Baghdad demi membenarkan keberadaan pasukannya. Kini, AS perlu menjaga kelangsungan hidup militernya di Irak yang semakin terancam. Di sisi lain, AS berusaha melemahkan Al-Hashd Al-Shaabi dengan menghasut opini publik Irak supaya menentang keberadaan pasukan relawan rakyat itu.

Destabilisasi kawasan oleh Amerika Serikat memperkuat spekulasi bahwa Gedung Putih yang saat ini diwakili oleh Mike Pompeo terus berupaya menciptakan ketegangan, keresahan, dan perselisihan di negara-negara yang menjadi poros perlawanan.

Juru bicara kementerian luar negeri Iran menegaskan bahwa serangan terhadap fasilitas diplomatik dan pemukiman tidak dapat diterima, tapi  menlu AS terus-menerus menuding Al-Hashd Al-Shaabi sebagai pihak yang bertanggung jawab dalam serangan tersebut, tanpa menyodorkan bukti faktual satu pun.