Inilah Reaksi terhadap Langkah Tidak Manusiawi Trump di Yaman
Pemerintahan Donald Trump berusaha keras untuk memenuhi tuntutan sekutu-sekutu regional Amerika Serikat di Asia Barat pada hari-hari akhir usia pemerintahannya.
Di antara upaya itu adalah pengumuman keputusan AS untuk memasukkan gerakan rakyat Yaman, Ansarullah ke dalam daftar organisasi teroris dan memberlakukan sanksi terhadapnya. Keputusan ini disambut hangat oleh Arab Saudi dan sekutunya.
Namun, di dalam negeri, langkah pemerintahan Trump itu menuai reaksi keras. 25 anggota Dewan Perwakilan Rakyat AS, yang dipimpin oleh Ketua Komite Urusan Luar Negeri DPR Gregory Meeks dalam sebuah surat kepada Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo, mengutuk keputusan picik pemerintahan Trump yang menyatakan Ansarullah sebagai organisasi teroris. Mereka juga menuntut informasi tentang proses yang menyebabkan pengambilan keputusan politik yang terburu-buru itu.
Meeks menulis, langkah yang diambil pada hari-hari terakhir pemerintahan Trump ini tidak diragukan lagi akan memperburuk krisis kemanusiaan terbesar di dunia dan menempatkan ribuan warga Yaman pada risiko yang lebih besar.
Penasehat Keamanan Nasional untuk pemerintahan Presiden terpilih Joe Biden, Jake Sullivan (Jacob Jeremiah Sullivan) juga menentang keputusan pemerintahan Trump untuk memasukan Ansarullah ke dalam daftar organisasi teroris. Dia mengatakan, keputusan ini hanya akan memperparah penderitaan rakyat Yaman.
Tampaknya ada gerakan yang meluas secara internasional dan sekarang di AS untuk menentang langkah pemerintahan Trump yang tidak rasional dan tidak manusiawi tersebut. Sebelumnya, para pemimpin lembaga-lembaga yang berafiliasi dengan PBB juga menyinggung situasi kemanusiaan yang mengerikan di Yaman akibat agresi brutal selama enam tahun oleh koalisi pimpinan Arab Saudi terhadap rakyat negara ini.
Lembaga-lembaga itu mengutuk embargo AS terhadap Ansarullah, yang akan berlaku pada 19 Januari 2021. Mereka juga mengungkapkan kekhawatiran mengenai dampak mengerikan akibat sanksi tersebut dan menuntup pembatalannya. Namun tampaknya pemerintahan Trump tidak mungkin berubah pikiran. Hal ini mengingat hubungan dekatnya dengan Arab Saudi dan Uni Emirat Arab (UEA), dua negara yang mengobarkan perang di Yaman.
Langkah pemerintahan Trump tersebut tampaknya memiliki beberapa tujuan. Pertama, keputusan terbaru AS ini diambil untuk melemahkan perlawanan rakyat Yaman dan memaksa mereka untuk menyerah.
Meski koalisi pimpinan Arab Saudi dan UEA telah melancarkan serangan militer ke Yaman selama enam tahun dan pemboman terhadap rakyat negara ini setiap harinya, namun mereka tidak mendapat hasil apapun, bahkan sejauh ini mereka telah menghabiskan miliaran dolar untuk mencapai ambisinya di Yaman. Mereka juga telah menderita banyak kerugian militer dan kehilangan peralatan perang.
Untuk itu, Trump sebagai sekutu dekat Arab Saudi ingin membantu dengan mengembargo Ansarullah dengan harapan bisa mematahkan perlawanan rakyat Yaman dan mengubah perimbangan yang menguntungkan pasukan koalisi.
Namun kenyataannya berbeda, dan sanksi terhadap Ansarullah berarti mencegah pengiriman bantuan kemanusiaan kepada jutaan warga Yaman. Hal inilah yang menjadi fokus kritik dan kecaman internasional, dan bahkan kecaman dari dalam negeri AS sendiri.
Todd (Christopher) Young, seorang Senator dari Partai Republik dalam tweetnya menulis, keputusan Mike Pompeo untuk memasukkan al-Houthi (Ansarullah) Yaman sebagai organisasi teroris adalah langkah keliru lain AS dalam konflik Yaman.
Kedua, tampaknya langkah terbaru AS tersebut adalah upaya pemerintahan Trump untuk membuat batu sandungan terhadap jalan kebijakan luar negeri dan regional dari pemerintahan AS berikutnya, yaitu pemerintahan Biden. (RA)