Rusia vs Uni Eropa: Sanksi Dibalas Sanksi
Ketegangan politik dalam hubungan Rusia dan Uni Eropa meningkat secara luas baru-baru ini. Uni Eropa menyanksi pejabat Rusia begitu juga sebaliknya, dan hal ini menjadi salah satu senjata utama yang dipakai dalam konflik saat ini.
Kementerian Luar Negeri Rusia membalas sanksi yang dijatuhkan Eropa terhadap warganya, dengan menyanksi Ketua Parlemen Eropa David Sassoli beserta tujuh warga negara anggota Uni Eropa lainnya. Rusia memasukkan mereka dan beberapa wakil institusi resmi Uni Eropa ke daftar hitam.
Menanggapi langkah Rusia ini, Ketua Dewan Eropa, Ketua Parlemen Eropa dan Ketua Komisi Eropa dalam pernyataannya menyebut langkah Rusia itu tidak berdasar dan tidak punya justifikasi apa pun, pasalnya Moskow menyerang secara langsung Uni Eropa.
Meskipun ketegangan dalam hubungan Rusia dan Uni Eropa sudah meningkat sejak 2014, tapi dalam beberapa hari terakhir seiring terjadinya perubahan situasi politik di AS dan semakin mendekatnya Uni Eropa ke negara itu, ketegangan dalam hubungan keduanya mencapai titik yang tak pernah dicapai sebelumnya.
Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa Josep Borrell mengatakan, "Hubungan kami dengan Rusia mencapai level terendah, dan kami akan membalas setiap tindakan yang dilakukan pihak yang mengancam kami."
Dukungan Uni Eropa terhadap oposan ternama Rusia, Alexei Navalny di satu sisi, dan krisis Ukraina serta ketegangan di timur negara ini di sisi lain, telah meningkatkan intervensi Uni Eropa dalam konflik Ukraina-Rusia, dan memperluas krisis dalam hubungan Rusia dengan Barat.
Sanksi, dukungan militer dan politik terhadap Ukraina telah menjadi senjata Barat untuk menekan Rusia. Dalam hal ini Polandia dan Republik Ceko mengusir beberapa diplomat Rusia, dan Uni Eropa besama AS juga menjatuhkan sanksi terhadap sejumlah pejabat Rusia.
Langkah ini memicu reaksi keras dari Rusia. Moskow mengusir sejumlah banyak diplomat negara Eropa dan yang terbaru, Moskow memasukkan Ketua Parlemen Eropa dan sejumlah pejabat negara Eropa lain ke dalam daftar hitamnya.
Meningkatnya ketegangan Rusia dan Uni Eropa saat ini membawa dampak ekonomi. Parlemen Eropa mengesahkan sebuah resolusi yang menuntut penerapan sanksi baru terhadap Rusia, dan mengeluarkan Moskow dari jaringan pesan finansial dunia, Society for Worldwide Interbank Financial Telecommunication, SWIFT.
Hal ini mungkin saja akan melumpuhkan operasionalisasi proyek jalur pipa gas Nord Stream 2 yang merupakan proyek untuk memenuhi kebutuhan ekonomi Eropa terhadap gas sehingga dapat memperoleh gas dengan harga lebih murah dari Rusia.
Konfrontasi Rusia dan Uni Eropa mencapai puncaknya di saat konflik politik Moskow dengan AS juga masih berlangsung, dan Washington menjatuhkan sanksi luas terhadap Moskow. Sepertinya kedekatan hubungan AS dan Uni Eropa baru-baru ini telah menjadikan Eropa sebagai pemain asli yang berhadapan dengan Rusia.
Padahal jika hal ini berlanjut, Rusia yang akan menjadi pihak paling dirugikan karena AS biasanya akan meninggalkan sekutu-sekutunya sendiri ketika situasi berubah menjadi krisis, dan akan mengamankan kepentingannya sendiri.
Di sisi lain, Eropa dan Rusia memiliki perbatasan yang sama, dan setiap konflik kedua negara dapat menyulut api perang di kawasan ini. Kemenlu Rusia menegaskan sanksi Eropa dilakukan atas provokasi AS yang sama sekali tidak menutup-nutupi keinginannya untuk mengubah Eropa kembali menjadi arena konfrontasi, dan target sanksi Eropa adalah mencegah kemajuan Rusia apa pun risikonya.
Ketua Komisi Informasi dan Media, Dewan Federasi Rusia, Aleksey Pushkov mengatakan, "Presiden AS Joe Biden bermaksud menundukkan Rusia, tapi ia tidak akan bisa mencapai tujuannya."
Meningkatnya ketegangan Rusia dan Uni Eropa dapat menjadi tanda bahaya bagi hubungan Rusia dan Barat, juga bagi perdamaian dan keamanan perbatasan Rusia-Eropa, hal ini bukan saja akan dimanfaatkan oleh AS, bahkan akan merugikan Eropa sendiri dari sisi ekonomi dan politik. Masalah tersebut dipahami betul oleh pejabat Eropa, sebagian dari mereka bahkan sudah memberi peringatan. (HS)