Albania, Sarang Baru MKO (Bagian 3/Terakhir)
Terorisme adalah persoalan terbaru masyarakat dan salah satu ancaman paling berbahaya bagi hak-hak bangsa, ketertiban, keamanan dan stabilitas internasional, di mana sepanjang sejarah, terutama selama 100 tahun terakhir, terorisme merupakan akar terpenting ancaman bagi perdamaian dan keamanan dunia.
Dewasa ini terorisme muncul dalam berbagai bentuk dan format. Sejumlah kekuatan hegemonik yang mengusung bendera perang terhadap terorisme, justru menjadi bagian dan pendukung dari terorisme itu sendiri.
Pada tahun-tahun pertama kemenangan Revolusi Islam Iran, organisasi teroris MKO (Mujahedin-e Khalq Organization) mengambil kebijakan kekerasan dan aksi bersenjata untuk menarget pejabat dan rakyat Republik Islam Iran. Kelompok munafikin ini telah melakukan serangkaian tindakan terorisme mengerikan pada dekade 1980 dengan meneror dan mengebom para pejabat dan warga sipil.
Lebih dari 17.000 warga Republik Islam Iran tewas akibat serangan teror, di mana hal ini mengingatkan peristiwa pahit dan kezaliman yang dilakukan teroris dan para pendukungnya terhadap bangsa negara itu. 35 tahun lalu, MKO meledakkan kantor Perdana Menteri dan Kepresidenan Republik Islam Iran yang menyebabkan gugur syahidnya Presiden Mohammad Ali Rajai dan PM Mohammad Javad Bahonar.
Kejahatan tersebut bukan yang pertama dan terakhir yang dilakukan oleh teroris MKO di Republik Islam Iran. Peristiwa ini kemudian berubah menjadi titik balik bagi rakyat Republik Islam Iran untuk memerangi terorisme, di mana tanggal 8 Syahrivar dalam kalender negara Islam ini dijadikan sebagai Hari Pemberantasan Terorisme.
Peristiwa pahit terorisme selama dua tahun terakhir di Perancis termasuk serangan ke kantor majalah mingguan Charlie Hebdo di Paris dan teror di Nice menunjukkan bahwa ancaman terorisme merupakan sebuah fenomena global dan melampaui perbatasan beberapa negara serta memiliki dimensi yang luas. Oleh karena itu, untuk mencerabut akar terorisme yang merupakan faktor ancaman terhadap keamanan global diperlukan upaya komprehensif, serius dan nyata oleh semua negara dunia melalui koordinasi dan kerjasama yang tepat.
Dengan kata lain, peristiwa teror di Perancis, Irak dan Suriah serta di negara-negara lainnya –yang telah merenggut nyawa ratusan orang dan bahkan belasan ribu warga Republik Islam Iran tewas akibat aksi teror– merupakan isu yang harus menjadi perhatikan serius dan ditanganani secara sama. Sebenarnya, para pelaku kejahatan-kejahatan ini dan para pendukung ideologi, finansial dan senjata mereka merupakan komponen teka-teki yang harus dipecahkan. Ketika kelompok teroris Takfiri Daesh (ISIS) menduduki kota Mosul di Irak utara, situs MKO menulis bahwa Mosul jatuh ke tangan "revolusioner." Ungkapan seperti ini bertujuan untuk menipu publik. Sebab, mereka bukan kaum revolusioner, namun kelompok teroris berbahaya.
Ancaman global terorisme tidak akan dapat dipecahkan kecuali jika diambil langkah serius, bersamaan dan saling terkait untuk memberantasnya. Oleh karena itu, langkah yang harus dipertimbangkan tidak hanya terfokus pada tindakan preventif, namun juga langkah tegas terhadap para pendiri, pendukung dan pelindung kelompok-kelompok teroris seperti MKO dan Daesh.
Republik Islam Iran menekankan pentingnya untuk memberantas terorisme, namun pemerintah negara ini berulang kali mengungkapkan kekhawatiran bahwa Barat sedang mengejar tujuan ganda di balik pemberantasan terorisme. Jelas bahwa kekhawatiran terhadap terorisme adalah hal yang wajar dan bisa dipahami, namun kekhawatiran ini harus disusul dengan tindakan yang tepat dan nyata sehingga bisa membantu untuk menciptakan keamanan dunia. Kebijakan standar ganda dalam menangani isu terorisme akan menyebabkan perluasan fenomena buruk ini.
Dukungan AS kepada MKO menunjukkan dualisme kebijakan negara ini terkait isu terorisme. Pada September 1980, AS menyiapkan kondisi untuk memindahkan anasir-anasir teroris MKO ke Perancis. Namun setelah enam tahun di Perancis, pemerintah Paris mengusir mereka. Anasir-anasir MKO itu kemudian dipindahkan ke Baghdad, ibukota Irak dan mendapat dukungan penuh dari rezim Saddam. Mereka mendirikan sebuah kamp di Provinsi Diyala dan menamainya dengan "Kamp Ashraf."
Pasca tumbangnya rezim Saddam Irak, rakyat dan pemerintah negara ini mengkhawatirkan kelanjutan kejahatan dan aktivitas teroris MKO di Irak sehingga diputuskan untuk mengusir mereka dari negara Arab ini. Menyusul protes terus-menerus rakyat dan pemerintah Irak, AS menyiapkan segalanya untuk memindahkan anggota-anggota MKO ke Albania. Menurut sumber-sumber Kementerian Luar Negeri AS, PBB telah memindahkan lebih dari 3.000 anggota organisasi teroris tersebut dari Irak ke negara lain.
Setelah pengumuman pemindahan kelompok terakhir dari anggota-anggota MKO ke Albania, John McCain, Senator Republik dari Arizona AS dan Ed Royce, Ketua Komite Hubungan Luar Negeri DPR negara ini mereaksi berita tersebut. McCain dalam sebuah pernyataan menyinggung komitmen Amerika untuk melindungi anggota-anggota MKO.
Semetara itu, Ed Royce dalam statemenya mengatakan bahwa ia puas dan bahagia karena semua anggota MKO di Kamp Liberty bisa dipindahkan ke Albania dan ke negara-negara lain. Ia mengucapkan terimakasih kepada pemerintah Albania yang bersedia menerima sisa-sisa anggota MKO.
Kebijakan para pejabat AS tersebut menunjukkan bahwa Negeri Paman Sam ini mendukung berbagai kejahatan MKO. Meskipun anasir-anasir teroris ini gagal menjalankan misinya, namun Washington masih menaruh harapan kepada mereka untuk meraih tujuan-tujuannya. Kini, para pemimpin teroris MKO telah menyatu bersama anasir-anasirnya dan gerakan terbaru mereka untuk mendirikan sebuah markas di Tirana membuktikan hal ini.
Para pakar memperingatkan bahwa masuknya organisasi teroris ke sebuah negara Eropa akan mengancam keamanan di negara dan kawasan ini, bahkan muncul kekhawatiran bahwa dalam waktu yang tidak lama, mereka bisa melakukan tindakan terorisme. Konsekuensi dukungan kepada kelompok dan organisasi teroris bisa dilihat dari aksi-aksi teror di Eropa, di mana peristiwa ini terjadi akibat dukungan kepada gerakan Takfiri dan penguatannya.
Human Rights Watch PBB yang bertanggung jawab untuk memindahkan anasir-anasir MKO ke Albania mengumumkan bahwa anggota MKO di Albania tidak perlu mematuhi peraturan PBB. Pernyataan ini mengindikasikan bahwa mereka bisa berbuat apapun sesuai keinginannya.
Para pemimpin MKO selama proses perundingan panjang dengan AS dan negara-negara lainnya, berusaha menarik persetujuan salah satu negara tetangga Republik Islam Iran untuk dijadikan tempat bagi mereka agar mudah menjaga apa yang mereka sebut sebagai "pengaruhnya" di negara Islam itu, namun tak ada satupun dari negara-negara itu yang menyetujui tuntutan tesebut.
Penentangan negara-negara tetangga Republik Islam Iran terhadap permintaan MKO tersebut adalah hal yang wajar, sebab penampungan para teroris akan menciptakan ketidakamanan di lingkungan mereka dan mempengaruhi hubungannya dengan Tehran. Oleh karena itu, tidak ada negara independen yang siap menerima dampak negatif dari kehadiran MKO.
Pemberian suaka kepada anggota-anggota MKO oleh Perdana Menteri Albania diumumkan dua tahun lalu ketika ia bertemu dengan Wakil Menlu AS. Pemimpin-pemimpin MKO meyakini bahwa kehadiran kolektif mereka dalam satu tempat bisa mencegah kehancuran organisasi teroris ini. Negara-negara Eropa dan AS secara implisit juga berusaha mengumpulkan anggota-anggota teroris MKO dalam satu tempat untuk menjaga kelanggengannya. Langkah serupa juga telah diambil untuk melindungi dan memperalat kelompok munafik ini demi meraih tujuan-tujuan ilegal.
Melalui kebijakan serupa, anasir-anasir MKO dan para pemimpin mereka sebelumnya dikumpulkan di Irak, namun mereka kemudian tidak bisa mengunjungi negara-negara Eropa atau Amerika. Setelah dilakukan banyak upaya, sebagian mereka dipindahkan ke Eropa, namun sebagian lainya tetap tinggal di Irak dan tidak diizinkan untuk pergi ke Eropa atau ke AS.
Kini anasir-anasir teroris MKO telah dipindahkan ke Albania. Pemindahan mereka ke negara ini tentunya membawa pesan khusus. Albania merupakan salah satu negara Eropa yang paling lemah. Karena ekonomi yang tak menentu, negara ini bersedia menerima anasir-anasir MKO dengan imbalan bantuan tunai dari AS.
Albania adalah sebuah negara yang tertinggal dan bukan anggota Uni Eropa, sehingga pemerintah negara ini tidak mewajibkan dirinya untuk mentaati undang-undang Uni Eropa. Penerimaan anggota-anggota organisasi teroris MKO di Albania dan perilaku anti-kemanusiaan serta tidak demokratis oleh pemerintah negara ini bukan tanggung jawab Uni Eropa.
Sebagian analis meyakini adanya misi khusus Barat untuk MKO. Namun misi ini lebih condong kepada pekerjaan untuk mengumpulkan informasi atau intelijen. AS hingga sekarang menipu opini publik dengan isu terorisme. Alih-alih memberantas terorisme, Negara Adidaya ini justru mendukung kelompok dan organisasi teroris.
Jelas bahwa Albania sebagai sebuah negara miskin dan dilanda berbagai persoalan ekonomi, bersedia memberikan perlindungan kepada MKO setelah mendapat janji-janji manis bantuan dari AS. Media Amerika untuk pertama kalinya mengungkap bahwa pemerintah Albania menerima 20 juta dolar sebagai imbalan untuk menampung MKO. Yang pasti, kegiatan organisasi ini berfokus pada kekerasan dan teror. Masalah ini tentunya tidak akan terus tersembunyi dari pandangan opini publik di Albania.