Iran, 40 Tahun Pasca Revolusi Islam (23)
(last modified Mon, 15 Oct 2018 03:36:42 GMT )
Okt 15, 2018 10:36 Asia/Jakarta
  • Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran Ayatullah Sayid Ali Khamenei.
    Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran Ayatullah Sayid Ali Khamenei.

Demokrasi religius adalah sebuah struktur kedaulatan yang bersandar pada nilai-nilai agama, penerimaan rakyat, dan dalam konteks aturan Ilahi. Sistem demokrasi religius Republik Islam telah membuktikan bahwa selama 40 tahun terakhir, tidak pernah terjadi pertentangan dengan agama, nilai-nilai, dan prinsip-prinsipnya, bahkan ketika munculnya masalah dari luar dan dalam negeri.

Prinsip-prinsip demokrasi di bawah sistem pemerintahan Islam selalu terawat dengan baik.

Konsep demokrasi religius memiliki arti bahwa masyarakat Islam tidak menerima model otokrasi atau demokrasi Barat, tetapi mereka memilih sebuah alternatif lain yang lebih cocok dan akrab dengan masyarakat Mulsim.

Menurut Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran atau Rahbar, Ayatullah Sayid Ali Khamenei, "Dalam sistem demokrasi religius, para pejabat negara dan masyarakat berkewajiban untuk menjaga nilai-nilai agama, dan tidak ada ruang untuk toleransi dalam kaitannya dengan nilai-nilai."

"Para pejabat atas nama Islam, untuk Islam, dan dengan pesan Islam, harus mengambil sikap, berbicara, dan bertindak dengan berani, tegas, dan tanpa pandang bulu. Rakyat yang kita cintai terutama kaum muda, juga harus tahu bahwa jalan yang sudah ditetapkan oleh Islam, al-Quran, dan Ghadir Khum adalah sebuah jalan yang terang," kata Ayatullah Khamenei.

Kriteria ini dengan sendirinya menjadi pembeda demokrasi religius dengan demokrasi Barat. Di Iran, masyarakat secara bebas dan adil dapat berpartisipasi dalam pemilu. Terlepas dari propaganda asing yang menuding adanya pengekangan dalam pesta demokrasi, tetapi fakta mencatat bahwa rakyat Iran selalu bebas menentukan pilihan di setiap pemilu dan antusias mendatangi kotak suara bahkan di tengah krisis politik dan ekonomi.

Fakta ini terjadi di Iran ketika di negara-negara lain seperti, Belgia, Australia, dan Austria terdapat pemaksaan dalam pemilu. Masyarakat tidak punya pilihan dan mereka harus ikut dalam pemilu. Di negara-negara tersebut, jika warga tidak mengikuti pemilu, mereka tidak bisa menikmati hak-haknya sebagai warga negara dan harus menanggung biaya politik dan ekonomi yang besar.

Pada dasarnya, masyarakat umum di negara-negara Barat tidak terlibat dalam proses pengambilan keputusan makro. Mereka tidak diberi peran penting untuk dimainkan. Sebaliknya, mereka dibuat sibuk dengan begitu banyak persoalan sehingga tidak berkesempatan untuk mengatakan apa yang mereka inginkan dan apa yang mereka cita-citakan.

Ada dua aspek penting demokrasi religius yaitu: partisipasi rakyat di bilik suara dan pemenuhan tuntutan sah mereka. Masyarakat berhak atas kedua hal itu dan ia merupakan anugerah dari Tuhan. Oleh karena itu, pemerintahan Islam menjalankan demokrasi religius bukan atas dasar belas kasihan, tetapi merupakan sebuah kewajiban.

Pemilu adalah sebuah isu yang sangat penting bagi negara. Pemilu adalah manifestasi sempurna dari partisipasi dan pilihan rakyat. Dengan partisipasi mereka di kancah pemilu, termasuk pemilihan presiden, parlemen, dan Dewan Ahli Kepemimpinan, rakyat membentuk demokrasi sejati di Iran.

"Pemilu di berbagai negara ditunda ketika perang pecah atau insiden lain terjadi, tetapi di Iran, pemilu belum pernah ditunda bahkan untuk satu hari. Tehran, Khuzestan, Ilam, Kermanshah, dan kota-kota lain dulunya dibombardir, tetapi pemilihan umum tetap diadakan sesuai jadwal," ungkap Rahbar.

Saat ini di Iran, semua basis sistem mulai dari Dewan Ahli Kepemimpinan dan presiden hingga anggota parlemen, dewan kota, dan desa, dipilih oleh rakyat.  

Menurut Ayatullah Khamenei, pengelolaan negara tidak bermakna kedaulatan seseorang atau orang-orang atas rakyat dan hak searah, tetapi hak yang bersifat dua arah dan di sini hak rakyat lebih besar. Demokrasi religius harus menjunjung tinggi prinsip-prinsip hukum, menjauhi diskriminasi, dan sikap oportunis.

"Menciptakan peluang dan kapasitas ekonomi untuk teman dan keluarga adalah bertentangan dengan demokrasi religius dan sebuah perilaku korup yang harus dilawan," tegasnya.

Pawai perayaan kemenangan Revolusi Islam 22 Bahman.

Sementara demokrasi ala Barat didasarkan pada keinginan akan kekuasaan. Apa yang terjadi adalah bahwa dua kubu atau dua pihak akan terlibat adu kekuatan. Jika kita bertanya kepada mereka apa yang kalian cari, mereka akan memberi tahu kita bahwa kami menginginkan kekuasaan. Model demokrasi seperti ini tidak berkontribusi pada martabat manusia.

Mengenai makna "merakyat," Rahbar menuturkan, "Sistem merakyat yaitu memberikan peran kepada rakyat di pemerintah. Rakyat berperan dalam mengelola negara, membentuk pemerintah, memilih pemimpin, serta dalam menentukan sistem pemerintahan dan politik. Makna lain dari sistem merakyat adalah pemerintahan Islam hadir untuk mengabdi kepada masyarakat. Pemimpin harus memperhatikan kepentingan masyarakat umum, bukan segelintir orang atau kelompok tertentu."

Rahbar dalam menjelaskan peran rakyat dari perspektif Imam Khomeini ra, juga mengatakan bahwa klaim membela rakyat bisa ditemukan di semua sistem bahkan sistem despotisme, tetapi harus diperjelas dimana letak peran, hak, dan kedudukan rakyat.

Sandaran sistem pada suara rakyat adalah untuk memberikan ruang kepada rakyat agar terlibat di dalamnya. Dalam Konstitusi Iran dan juga pemikiran Imam Khomeini ra, sistem tidak memiliki makna jika tanpa dukungan, suara, dan kehendak rakyat. Orang yang memerintah harus datang dari suara rakyat dan sistem harus bergerak dengan bersandar pada kehendak rakyat.

Pemilihan presiden, parlemen, Dewan Ahli Kepemimpinan, dan pemilu-pemilu lain merupakan manifestasi dari suara dan kehendak rakyat. Partisipasi ini merupakan hak rakyat sekaligus kewajiban mereka.

Di Iran, hubungan antara rakyat dan pejabat pemerintah tidak terbatas pada hubungan formal; jenis interaksi yang terjalin selama pemilu dan untuk tujuan tertentu. Hubungan antara rakyat dan pejabat pemerintah berakar pada emosi, nilai-nilai, dan keyakinan agama. Ini adalah poin yang sangat penting yang membuktikan keberadaan demokrasi di Republik Islam.

Demokrasi semacam ini – yang mencakup hubungan timbal balik antara rakyat dan pejabat pemerintah – adalah bentuk terbaik dari pemerintahan kerakyatan.

Rakyat merasakan demokrasi di Republik Islam. Sejak kemenangan Revolusi Islam hingga hari ini, mereka memainkan peran di semua peristiwa penting dan semua tanggung jawab utama negara. Selama 39 tahun terakhir, pemilu secara rutin diselenggarakan di Iran dan rakyat merasa bahwa mereka adalah pembuat keputusan tentang nasib mereka sendiri, tentang manajemen dan kebijakan makro negara. (RM)