Terorisme Negara dan Tanggung Jawab Organisasi Internasional (3)
-
Syahid Qasem Soleimani
Presiden AS Donald Trump memulai tahun 2020 dengan aksi teror. Pemerintah Trump dengan meneror Syahid Qasem Soleimani telah melakukan kejahatan besar dan mereka harus membayar mahal ulahnya tersebut.
Syahid Qasem Soleimani, komandan pasukan Quds IRGC yang berkunjung ke Irak pada 3 Januari 2020 atas undangan resmi pemerintah Baghdad, bersama Wakil komandan al-Hashd al-Shaabi, Abu Mahdi al-Muhandis serta delapan orang lainnya gugur syahid dalam sebuah serangan udara pasukan Amerika di dekat bandara udara Baghdad.
Menyusul teror ini, Dephan Amerika dalam sebuah statemennya menyatakan bahwa militer Amerika menyerang konvoi Syahid Soleimani atas instruksi langsung Presiden Trump. Syahid Soleimani telah melakukan langkah besar dengan menghancurkan Daesh (ISIS) dan menghancurkan rencana desintegrasi Amerika dan Zionisme di kawasan. Prestasi besar ini akan selalu diingat dalam sejarah.
Namun, kejahatan ini dapat ditindaklanjuti sebagai tindakan teroris dari dua aspek. Aspek pertama adalah menerima respon yang sepadan dengan aksi terorisme yang merupakan hak yang tidak dapat dicabut dari rakyat Iran. Menurut hukum internasional, Republik Islam Iran berhak untuk melakukan pembalasan sebagai respon atas tindak pidana Amerika. Iran memiliki hak untuk menggunakan semua haknya sesuai dengan prinsip dan standar internasional untuk mengambil tindakan yang diperlukan dan tepat guna menjalankan hak inherennya untuk membela diri sesuai dengan Pasal 51 Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Pemerintah Republik Islam Iran, meskipun memiliki hak untuk membalas terhadap pemerintah AS, dapat merujuk tindakan teroris AS baru-baru ini kepada otoritas internasional yang berwenang, khususnya Majelis Umum PBB dan Dewan Hak Asasi Manusia, untuk mewujudkan hak-haknya. Dalam sebuah surat kepada Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres, wakil tetap Iran untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa menyatakan bahwa Republik Islam Iran memprotes keras tindakan kriminal AS dan menegaskan, "Republik Islam Iran memiliki semua haknya berdasarkan hukum internasional untuk mengambil tindakan yang diperlukan.”
Dewan Tinggi Keamanan Nasional Iran di sidang istimewanya pasca teror Syahid Soleimani seraya membahas berbagai dimensi peristiwa ini kemudian mengambil keputusan yang diperlukan dan berdasarkan keputusan ini, Amerika akan menghadapi balasan Iran di waktu dan tempat yang tepat.
Komandan IRGC, Hossein Salami di pidatonya dan di depan pada komandan, pejabat dan staf komando pusat Sepah Pasdaran di Tehran menjelaskan, balasan atas gugurnya Syahid Soleimani sebuah kepastian dan serius serta seluruh pihak yang terlibat baik langsung maupun tidak di aksi teror ini, akan dijadikan sebagai target dan pesan ini serius.
Aspek kedua adalah masalah pengejaran kasus kejahatan ini melalui pihak yang berwenang dan organisasi internasional. Pembunuhan Jenderal Soleimani, contoh nyata pelanggaran hukum internasional dan ketentuan Piagam PBB, termasuk pelanggaran kedaulatan nasional Irak, juga pelanggaran terhadap kekebalan hukum pejabat serta pelanggaran terhadap hukum internasional Iran. Dari sudut pandang ini, tindakan AS dalam pembunuhan Soleimani merupakan "tindak kriminal teroris dan pelanggaran prinsip dan aturan hukum internasional, sehingga menimbulkan tanggung jawab internasional yang berat bagi para pelaku pembunuhan ini."
Amerika Serikat tidak pernah memiliki komitmen terhadap hukum internasional; Pada prinsipnya, hukum internasional selalu menjadi mainan Amerika Serikat. Pembunuhan Soleimani memasuki babak baru dalam pelanggaran hukum internasional AS. Pengabaian Trump terhadap hukum internasional menunjukkan bahwa kebijakan resmi AS adalah mengakui terorisme negara dan melanggar hukum internasional. Faktanya, Amerika Serikat tidak hanya mendukung terorisme di mana pun kepentingannya membutuhkannya, tetapi juga melakukan tindakan terorisme.
Operasi teroris AS di Irak merupakan pelanggaran terhadap integritas teritorial suatu negara di bawah hukum internasional, dan berdasarkan Pasal 1 dan 2 dari Rencana Tanggung Jawab Internasional 2001, Amerika Serikat bertanggung jawab atas kesalahan internasional.
Dalam hal ini, otoritas Irak memiliki hak untuk melakukan tindakan hukum mereka di dalam dan di luar negara dan di otoritas internasional yang kompeten, menggunakan kapasitas pengacara bersama Irak dan Iran, sambil mengambil tindakan timbal balik untuk melindungi kedaulatan internal mereka. Sesuai dengan undang-undang dan peraturan Republik Irak dan sesuai dengan ketentuan hukum internasional, terutama konvensi dan perjanjian internasional dalam hal ini, ada pengejaran aktivitas teroris AS di pengadilan internasional yang kompeten dan litigasi dalam hal ini.
Amerika selama beberapa tahun terakhir dan khususnya di era Presiden Trump telah menunjukkan esensi kebijakan arogan dan agresornya dengan aksi-aksi diluar hukum internasional dan dengan menjalankan puluhan teror serta intervensi militer dan pelanggaran kedaulatan negara lain. Dengan demikian AS menunjukkan bahwa perilakunya bertentangan dengan perdamaian dan keamanan di tingkat internasional.
Republik Islam Iran, seperti yang telah diumumkan, akan terus melakukan tindakan hukum internasional sehubungan dengan pembunuhan Syahid Soleimani di semua tingkatan, dan tidak akan memaafkan atau melupakan tindakan teroris ini.
Pemerintah Republik Islam Iran, meskipun memiliki hak untuk melakukan pembalasan terhadap Pemerintah AS, bertekad untuk meneruskan tindakan teroris AS baru-baru ini kepada otoritas internasional yang relevan, khususnya Majelis Umum PBB dan Dewan Hak Asasi Manusia, untuk mewujudkan haknya. Ada banyak bukti dalam hal ini dan Amerika Serikat harus menjawab atas kejahatannya terhadap Iran dan negara lain.
Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran atau Rahbar, Ayatullah al-Udzma Sayid Ali Khamenei seraya mengisyaratkan bahwa model kejahatan ini, yakni teror para pemimpin muqawama sebelumnya perilaku khusus Israel, mengingatkan fakta ini bahwa Amerika di Irak dan Afghanistan telah melakukan banyak kejahatan dan pembantaian, namun kali ini presiden AS dengan lisannya sendiri mengakui “Kami teroris” dan tentunya tidak ada skandal yang lebih besar dari ini.
Rahbar juga mengisyaratkan pembalasan pada 8 Januari 2020 sebagai jawaban atas aksi teror Amerika dengan menyerang pangkalan militer AS di Irak, Ain al-Asad. Rahbar mengatakan apa yang penting dari konfrontasi adalah bahwa tindakan seperti itu tidak cukup.
“Yang paling penting adalah kehadiran merusak Amerika di kawasan berakhir. Mereka di kawasan mengobarkan perang, fitnah, kehancuran, friksi dan kerusakan infrastruktur serta di manapun mereka berada, negara ini melakukan hal serupa serta Washington bersikeras melanjutkan proses ini di Iran,” papar Rahbar.
Namun kini kondisi kawasan dan konstelasi politik serta militer telah berubah, dan bangsa serta pemerintah sipil menolak kehadiran ini. Amerika melalui teror ini selain menciptakan kesulitan bagi dirinya di kawasan, juga membuat sekutunya mendapat ancaman balasan keras dari kubu muqawama.
Opini publik di dunia saat ini menilai Amerika bertanggung jawab atas pengobaran krisis, perang dan pelanggaran hukum serta perjanjian internasional. Dan pastinya pelaku kejahatan ini akan mengeluarkan biaya besar dari manfaat propaganda jangka pendeknya.