Prospek ASEAN di Tahun 2019
Beberapa negara ASEAN akan menyaksikan peristiwa yang sangat penting selama tahun 2019, di mana bisa menciptakan perubahan politik-sosial secara fundamental dan dampaknya juga akan dirasakan oleh kawasan secara keseluruhan.
Pemilu Nasional Thailand 2019
Rakyat Thailand sudah menantikan pelaksanaan pemilu nasional selama bertahun-tahun dan pemerintah Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha – sebagai pemimpin kudeta militer 2014 – pada akhirnya mengumumkan waktu penyelenggaraan pemilu.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) Thailand mengumumkan akan menggelar pemilu pada 24 Februari 2019. Junta militer juga telah mencabut larangan aktivitas politik yang diterapkan pasca kudeta 2014.
Sebelum ini, junta militer Thailand menyatakan larangan ini diberlakukan demi menjaga ketertiban dan keamanan serta mewujudkan reformasi. Sekarang partai-partai politik dapat melakukan aktivitas kembali untuk mempersiapkan kehadiran rakyat dalam pesta demokrasi.
Pemerintahan Prayuth percaya bahwa program reformasi ekonomi Thailand sudah berjalan dengan baik selama empat tahun terakhir. Namun, junta militer dengan mengubah undang-undang tertentu sudah beberapa kali menunda pelaksanaan pemilu di negara Asia Tenggara itu.
Thaksin Shinawatra telah memerintah negara 68 juta jiwa itu dari tahun 2001 hingga 2006. Dia digulingkan lewat kudeta militer pada 2006 dan kemudian mengasingkan diri ke luar negeri. Pemerintahan demokratis terakhir di Thailand dipimpin oleh saudarinya, Yingluck Shinawatra dari 2011 hingga 2014. Dia juga dijatuhkan lewat kudeta yang dipimpin oleh Prayuth Chan-ocha.
Jenderal Prayuth memimpin kudeta terhadap pemerintahan Yingluck setelah Thailand dilanda protes besar-besaran. Setelah berkuasa, ia berjanji akan menggelar pemilu dalam 18 bulan pasca kudeta, tetapi kemudian diundur ke tahun 2017. Janji pelaksanaan pemilu kembali digeser ke November 2018 dan pada akhirnya Prayuth mengumumkan bahwa pemilu akan digelar pada Februari 2019.
Para kritikus Prayuth mengatakan penundaan berulang ini bertujuan untuk mempertahankan keterlibatan militer di kancah politik Thailand. Meskipun termasuk salah satu kekuatan ekonomi di antara negara-negara ASEAN, namun pemerintahan militer dan penumpasan politik telah membuat para investor menahan diri. Mereka menanti pulihnya stabilitas politik dan tegaknya pemerintahan demokratis sebelum mengembalikan investasi di Thailand.
Menurut laporan banyak media, prospek investasi langsung di Asia Tenggara sangat tinggi dan Thailand kehilangan 13 persen investasi asing sejak terjadinya kudeta pada 2014.
Para pengamat politik percaya bahwa pemilu mendatang tidak hanya efektif untuk menarik investor asing, tetapi juga berdampak besar bagi industri pariwisata, sebagai ujung tombak perekonomian negara itu. Menurut mereka, pelaksanaan pemilu yang bebas dan sukses akan menarik lebih banyak wisatawan asing, sebagai salah satu sumber penerimaan devisa Thailand.
Surat kabar Bloomberg dalam sebuah laporan menyatakan turis asing membelanjakan uangnya 57 miliar dolar di Thailand selama 2017 atau hampir dua kali lipat dari penerimaan pariwisata di Makau, Jepang, Hong Kong, dan Cina. Secara global, negara-negara yang mampu mengungguli Thailand dalam hal penerimaan pariwisata adalah Perancis, Spanyol, dan Amerika Serikat.
Oleh karena itu, stabilitas politik sangat penting untuk menggairahkan kembali sektor periwisata Thailand.
Thailand terpilih menjadi pemimpin ASEAN pada 2019 dan dibutuhkan stabilitas politik sehingga bisa memajukan kemitraan di organisasi ini dan mengambil langkah-langkah besar untuk memenuhi target ASEAN. Sebelum ini, Singapura telah membuat ASEAN menjadi tangguh dan inovatif.
Banyak pengamat berpendapat jika Thailand tidak berhasil melewati krisis politik dan mencapai sebuah konsensus, maka kepemimpinan mereka di ASEAN akan menghadapi banyak tantangan serius. ASEAN memiliki banyak agenda tahunan dan kesuksesan agenda ini membutuhkan kepemimpinan yang kuat.
Kementerian Luar Negeri Thailand mengatakan bahwa ASEAN paling tidak akan menggelar 170 pertemuan selama 2019 mulai dari pertemuan tingkat pakar, menteri luar negeri sampai KTT untuk membahas isu-isu politik, ekonomi, dan sosial.
Pemilu Presiden Indonesia 2019
Pemilu Presiden Indonesia – sebagai negara terbesar di ASEAN – akan menjadi sebuah peristiwa politik yang sangat penting di Asia Tenggara pada 2019. Pesta demokrasi ini dapat menciptakan perubahan mendasar pada kebijakan dan arah politik Indonesia di kawasan dan dunia.
Pemilihan Legislatif (Pileg) dan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 akan digelar serentak pada 17 April 2019. Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah melakukan rekapitulasi nasional Daftar Pemilih Sementara (DPS) untuk dalam dan luar negeri. Hasilnya, sebanyak 186 juta orang lebih tercatat sebagai pemilih sementara untuk pemilu 2019.
Peserta pemilu akan memilih calon anggota parlemen dan juga capres RI. KPU menyatakan pihaknya dari tingkat KPU pusat hingga provinsi dan kabupaten/kota sudah siap menyelenggarakan pemilu 2019. Pemungutan suara akan dilakukan di 34 provinsi dan 514 kabupaten/kota di Indonesia. Sementara pemungutan suara di luar negeri untuk WNI dilakukan dalam rentang waktu 8-14 April 2019.
Kampanye pemilu sudah dimulai dari 13 Oktober 2018 sampai dengan 13 April 2019. Tim kampanye nasional Joko Widodo dan Prabowo Subianto mulai meningkatkan aktivitas kampanye di tahun baru ini.
Pemilihan umum di Indonesia menganut asas LUBER yang merupakan singkatan dari Langsung, Umum, Bebas, dan Rahasia. Pemilu 2004 merupakan pemilu pertama di mana para peserta dapat memilih langsung presiden dan wakil presiden pilihan mereka.
Pemenang Pilpres 2004 adalah Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Pilpres ini dilangsungkan dalam dua putaran, karena tidak ada pasangan calon yang berhasil mendapatkan suara lebih dari 50 persen. Putaran kedua digunakan untuk memilih presiden yang diwarnai persaingan antara Yudhoyono dan Megawati yang akhirnya dimenangi oleh pasangan SBY-Jusuf Kalla.
Pilpres 2014 diselenggarakan pada 9 Juli 2014. Pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla berhasil menjadi pemenang dalam satu putaran langsung dengan suara sebesar 53,15 persen, mengungguli pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa.
Untuk Pileg, KPU menyatakan bahwa jumlah kursi untuk DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota pada pemilu 2019 sebesar 19.817 kursi. Angka itu mengalami peningkatan dari alokasi kursi anggota DPRD pemilu 2014 sebesar 19.007 kursi.
Pada Pilpres 2019, dua pasangan capres-cawapres akan bersama bertarung pada debat sesi pertama yakni 17 Januari 2019 dan sesi terakhir pada April 2019.
Tema debat Pilpres 2019 akan mencakup; (Hukum, HAM, Korupsi dan Terorisme), (Energi dan Pangan, Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup, dan Infrastuktur), (Pendidikan, Kesehatan, Ketenagakerjaan serta Sosial dan Kebudayaan), (Ideologi, Pemerintahan, Pertahanan dan Keamanan serta Hubungan Internasional), dan (Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial, Keuangan dan Investasi serta Perdagangan dan Industri). (RM)