Jan 26, 2022 15:11 Asia/Jakarta
  • Makam Syeikh Kashif al-Ghita\'
    Makam Syeikh Kashif al-Ghita\'

Syeikh Ja'far Kashif al-Ghita' adalah seorang ulama sosial dan politik. Selain aktif di bidang ilmiah, ia juga memiliki perhatian serius terhadap urusan muslimin.

Ia bahkan memakai pakaian perang untuk keselamatan kaum Muslim dan menjaga nyawa serta kehormatan mereka. Beliau juga tidak enggan menjalin hubungan konstruktif dan efektif dengan para penguasa. Oleh karena itu, ia berulang kali berhasil mencegah terjadinya perang dan pertumpahan darah di antara penguasa Islam.

Salah satu langkah efektif Syeikh Ja'afr Kashif al-Ghita' dalam membela ajaran Syiah adalah ketika kaum Wahabi menyerang kota Najaf tahun 1215 H. Kaum Wahabi pengikut Mohammad bin Abdul Wahab meyakini bahwa banyak amalan umat mulism, baik Sunni maupun Syiah adalah syirik. Dengan ideologi rusak ini, mereka menyebut mayoritas muslim, khususnya Syiah sebagai kafir dan melalui interprestasi keliru dan sesuai dengan hawa nafsunya atas agama dan al-Quran, kaum Wahabi mulai membantai dan merampok muslimin.

Syeikh Kashif al-Ghita'

Kaum Wahabi di tahun 1215 H menyerang Karbala dan Najaf. Selain merusak haram dan kubah makam Imam Husein as, mereka juga membantai ratusan pria dan wanita yang tengah berada di kompleks makam suci cucu Rasulullah Saw ini. Kemudian mereka merampok kota Karbala dan mereka membantai ribuan warta tak berdosa Karbala yang tidak menyadari serangan ini dengan dosa karena mereka Syiah.

Berita pembantaian ini sampai ke kota Najaf dan warga kota mulai khawatir dan ketakutan. Syeikh Ja'far Kashif al-Ghita' saat itu tinggal di Najaf dan mengajak warga membela kota. Syeikh Ja'far sendiri memakai pakaian perang dan mempersenjatai ulama, santri dan warga lainnya. Rumah Syeikh Ja'far saat itu menjadi gudang senjata dan tempat berkumpulnya para pejuang bersenjata.

Melalui arahan dan manajemen Syeikh Kashif al-Ghita', warga Syiah di kota Najaf melawan serbuan kaum Wahabi selama empat bulan. Pada akhirnya musuh gagal memasuki kota Najaf. Setelah peristiwa ini, Syeikh Kashif al-Ghita' menginstruksikan pembangunan tembok yang kuat dan tinggi di sekitar kota Najaf, sehingga kota beserta warganya akan tetap aman ketika kaum Wahabi menyerang.

Sensitifitas dan perhatian khusus marja besar Syiah ini untuk melindungi nyawa dan harta umat muslim dihadapan serangan dan agresi musuh, membuat penduduk Najaf dan sekitarnya merujuk ke rumah Syeikh saat ada peristiwa penting atau serangan musuh. Syeikh Kashif al-Ghita' menulis kitab Manhaj al-Rashad Liman Arada al-Sadad dalam melawan akidah sesat Wahabi dan mengkritik ideologi kelompok ini. Sepertinya ini tercatat sebagai kitab pertama yang melawan ideologi Wahabi.

Syeikh Ja'far Kashif al-Ghita' berkunjung ke Iran tahun 1222 H dan disambut warga serta ulama negara ini. Selama kunjungannya tersebut, Syeikh menggelar kuliah umum berisi wejangan dan pembahasan ilmiah di berbagai wilayah Iran. Ia berusaha keras menyebarkan ajaran Syiah dan menjawab setiap pertanyaan dan keraguan.

Syeikh Ja'far saat itu berada di puncak popularitasnya dan kuat dalam bidang agama serta politik bertemu dengan Fath-Ali Shah Qajar di Tehran. Di pertemuan tersebut, ia memberi hadiah Kitab Kashif al-Ghita kepada Shah Qajar. Kashif al-Ghita' merupakan karya terpenting Syeikh Ja'far yang membuatnya dijuluki Syeikh Kashif al-Ghita'. Saaa itu, Iran tengah terlibat perang dengan Rusia dan Syeikh Kashif al-Ghita yang sangat memperhatian upaya untuk menjaga persatuan umat Muslim, sebagai marja agama mengijinkan Fath-Ali Shah untuk mengumpulkan pasukan. Bahkan ia bersedia mengabulkan permintaan Fath-Ali Shah untuk mengeluarkan fatwa jihad.

Syekh sangat dihormati oleh pemerintah Iran dan Ottoman, dan dalam beberapa kasus pengaruh kata-katanya efektif dalam menyelesaikan perbedaan antara kedua negara. Pada tahun 1219 H, ketika tentara Iran pindah ke Baghdad untuk memulai perang, "Ali Pasha", penguasa Baghdad, meminta Syeikh Kashif al-Ghita' untuk mengunjungi komandan tentara Iran dan menghentikan perang. Syeikh Ja'far, yang menganggap usulan Ali Pasha menguntungkan kaum Muslim, melakukannya, dan sebagai hasil pertemuannya dengan komandan korps Iran, perang dihentikan dan tahanan Turki dan Arab dibebaskan. Pada tahun 1221 H, ketika perang kembali pecah antara kedua negara, Syeikh Ja'far menengahi antara penguasa Baghdad dan komandan tentara Iran, dan mampu mencegah perang dan pertumpahan darah di antara umat Islam untuk kedua kalinya.

Syeikh Ja'far Kashif al-Ghita' menghadiri Konferensi Islam di Yerusalem yang dihadiri oleh para ulama dari berbagai agama, dan atas permintaan para ulama Palestina, ia pergi ke mimbar di depan 50.000 orang setelah shalat Maghrib di tempat tinggi di mana dia telah memberikan pidatonya. Mimbarnya berlangsung lebih dari satu setengah jam. Pada pertemuan itu, dia sangat mempesona semua orang sehingga setelah mimbar ditutup, para hadirin menjadi makmum di shalat Isya. Dia menerima dan semua ulama dari empat agama menjadi makmumnya. Selama tinggal di Yerusalem, semua peserta konferensi selalu menjadi makmum di shalat lima waktu.

Ada banyak pelajaran dalam kehidupan para ulama besar Syiah yang dapat mengungkapkan rahasia kesuksesan mereka kepada kita sampai batas tertentu. Bagaimana manusia dapat menggunakan kemampuan dan bakat yang telah Tuhan Yang Maha Kuasa berikan dalam dirinya dengan cara yang terbaik, tidak terjebak oleh rutinitas sehari-hari, kegelapan dan tabir dunia, dan dengan demikian menguasai dirinya dan keberadaannya dari waktu ke waktu, sehingga keberadaannya menerima cahaya keabadian dan menerangi jalan kebahagiaan bagi para pencarinya.

Mereka yang duduk dengan sopan di kelas Kashif al-Ghita', dan mereka yang melihat dan mengenalnya setiap hari di jalan-jalan, pasar, masjid dan mimbar, dan menghormati kebesarannya, tidak hanya menilainya sebagai orang besar hanya karena derajat ilmunya dan kecerdasan politisinya, tetapi dia dianggap sebagai manusia ilahi yang tidak menyimpang dari jalan penghambaan kepada Tuhan.

Syekh Ja'far Kashif al-Ghita' adalah orang yang saleh, dermawan, rendah hati dan mujahid, dan dia peka dan rajin terhadap orang miskin dan memenuhi kebutuhan mereka. Dia berusaha dengan segala cara yang dia bisa untuk memenuhi kebutuhan orang miskin. Kadang-kadang, dalam pertemuan, dia secara pribadi akan berdiri dan mengumpulkan sumbangan uang tunai di jubahnya dan membagikannya di antara orang miskin dan membutuhkan. Dia sangat mementingkan shalat berjamaah dan mendorong orang untuk melakukannya.

Marja terkenal dan berpengaruh Syiah ini di saat darurat mengangkat senjata untuk menyelamatkan nyawa dan kehormatan umat Muslim, dan mengorganisir perlawanan serta berperang dengan gagah berani melawan musuh agama dan mazhab. Sementara di malam hari, ia menangis dan bergetar seluruh tubuhnya saat beribadah dihadapan Tuhannya. Kebiasaan Syeikh Ja'far adalah di awal malam ia menghitung pekerjaan dan amalannya (Muhasabah Nafsaniyah), ia memperhitungkan amalan dan perkataannya serta meminta ampunan kepada Tuhan akan kesalahannya. Ia meminta bantuan Tuhan untuk melakukan pekerjaan dan amalan lebih baik di hari berikutnya. Setelah tidur sejenak, ia memanfaatkan waktu sahar untuk beribadah dan bermunajat hingga pagi hari. Setelah waktu pagi tiba, ia mulai mempersiapkan jam pelajarannya dan menyelesaikan urusan masyarakat.

Makam Syeikh Kashif al-Ghita'

Syeikh Ja'far Kashif al-Ghita', meskipun ia menaruh minat yang serius dalam urusan sosial dan politik komunitas Muslim pada saat yang sama dengan karya ilmiah dan administrasi seminari dan kuliah dan komposisi, tidak mengabaikan rumah, keluarga dan mendidik anak-anaknya. Di hadapan ilmu dan akhlak bapak yang mulia ini, ketiga anaknya mencapai kedudukan ijtihad dan menjadi fuqaha dan mujtahid terkemuka atas nama zamannya. Syeikh Ja'far juga memiliki lima menantu laki-laki, yang semuanya adalah ahli hukum terkenal pada masanya. Diriwayatkan bahwa Syeikh Ja'far, saat bepergian ke Mekah, berdoa ketika memasuki Masjidil Haram: "Ya Tuhan, jangan tinggalkan keluargaku tanpa ahli hukum." Menarik bahwa keluarga Kashif al-Ghita' sejak saat itu hingga kini telah mengeluarkan banyak ulama besar dan ahli hukum, dan dikenal sebagai keluarga fuqaha dan ulama.

Syeikh Ja'far Kashif al-Ghita' setelah bertahun-tahun berjuang dan menyebarkan ajaran Ahlul Bait as serta melayani umat Islam, akhirnya pada bulan Rajab tahun 1228 H memenuhi panggilan sang pencipta dan bertemu dengan kekasihnya (Allah Swt). Jenazah beliau dikebumikan di kota Najaf di Hauzah Ilmiah yang ia dirikan. Meski tubuh suci ulama ini ditutupi tanah, tapi karyanya yang beredar di dunia Syiah tidak pernah tertutup debu atau dilupakan.