Jul 24, 2016 13:06 Asia/Jakarta

Ramadan adalah bulan perjamuan Ilahi, bulan diturunkannya al-Quran, dan bulan bermandikan rahmat Tuhan. Pada bulan itu, Tuhan mengajak para hamba-Nya untuk mencicipi limpahan rahmat dan karunia serta menikmati semua keberkahan yang dihadirkan oleh Sang Pencipta.

Momen terpenting di bulan Ramadan adalah malam Lailatul Qadar, yang selalu menjadi perhatian kaum Muslim. Kitab suci al-Quran menyebut malam mulia itu dengan Lailatul al-Qadr dan surat ad-Dukhan menamakan malam itu dengan Lailah al-Mubarakah (malam yang diberkati). Surat al-Qadr telah menjelaskan beberapa keutamaan yang dimiliki malam Lailatul Qadar.

 

Lailatul Qadar adalah malam untuk menakar dan menetapkan sesuatu. Ada tiga kali pengulangan kata Lailatul Qadar dalam surat al-Qadr dan ini mengindikasikan perhatian khusus al-Quran terhadap masalah ketetapan nasib umat manusia.

 

Al-Marhum Kulaini dalam kitab Ushul al-Kafi mengutip riwayat dari Imam Muhammad al-Baqir as dalam menjawab tafsir ayat 3 surat ad-Dukhan, "إِنَّا أَنزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُّبَارَ‌كَةٍ" berkata, "Malam Qadar adalah sebuah malam di mana di semua tahun terjadi pada sepuluh malam terakhir di setiap Ramadan. Sebuah malam di mana al-Quran diturunkan pada malam itu. Pada malam Qadar, setiap peristiwa yang terjadi sepanjang tahun akan ditetapkan, baik dan buruk, ketaatan dan kemaksiatan, dan bahkan ketetapan seorang anak yang akan lahir atau ajal yang akan tiba atau juga rezeki yang akan datang dan…"

 

Allah Swt pada ayat pertama surat al-Qadr berfirman, "Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (al-Quran) pada malam kemuliaan." Akan tetapi, surat tersebut tidak menetapkan kapan Lailatul Qadar akan tiba dan peristiwa itu akan terjadi di bulan mana. Mengingat ayat-ayat al-Quran saling menjelaskan dan menafsirkan, maka ketidakjelasan itu dijawab oleh ayat 185 surat al-Baqarah, di mana Allah Swt berfirman, "(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) al-Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil)." Jadi, malam Lailatul Qadar terdapat di bulan Ramadan.

 

Dalam beberapa riwayat dari Ahlul Bait Nabi as disebutkan bahwa malam Lailatul Qadar berada di salah satu malam-malam ke-19, 21, atau 23 bulan Ramadan. Kisah Abdullah ibn Anis al-Juhani yang dinukil berulang oleh sumber-sumber Syiah dan Ahlu Sunnah, menunjukkan bahwa Rasul Saw telah menetapkan malam ke-23 bulan Ramadan sebagai malam Lailatul Qadar.

 

Dalam sebuah riwayat dikisahkan bahwa Fathimah az-Zahra as meminta seluruh anggota keluarganya untuk tidur siang dan mengurangi makan di malam hari sehingga mereka tidak ngantuk pada malam ke-23, dan berkata, "Manusia yang kehilangan ialah orang yang tidak mendapatkan kebaikan dan keutamaan malam itu." Sumber-sumber Ahlu Sunnah juga menaruh penekanan pada malam ke-23. Namun dalam praktek hari ini, mereka lebih mengutamakan riwayat-riwayat yang berbicara tentang Lailatul Qadar pada malam ke-27 dan amalan-amalan khusus hanya dilakukan pada malam tersebut.

 

Menurut sejumlah riwayat, malam Lailatul Qadar memiliki keutamaan-keutamaan khusus. Sebuah malam di mana ganjaran amal ibadah di dalamnya menyamai kebaikan seribu bulan. Allah Swt berfirman, "Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan." Keutamaan itu telah mendorong kaum Muslim untuk mengagungkan dan menghidupkan malam tersebut. Imam Muhammad al-Baqir as berkata, "Barang siapa yang menghidupkan malam Lailatul Qadar, Tuhan Yang Maha Pengasih akan mengampuni dosa-dosanya."

 

Akan tetapi, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menghidupkan malam Lailatul Qadar. Pertama, kita harus menghidupkan momen agung ini dengan ibadah dan doa mulai dari permulaan malam hingga terbit fajar. Dan kedua, kita juga harus menghidupkan mata hati kita dan kearifan sehingga manusia bisa dekat dengan posisi mulianya sebagai khalifah Tuhan di muka bumi.

 

Ada banyak amalan yang dilakukan untuk menyambut malam Lailatul Qadar dan yang pertama sekali adalah mandi. Mandi adalah sebuah amal ibadah yang dijalankan dengan niat mendekatkan diri kepada Allah Swt. Imam Jakfar Shadiq as berkata, “Barang siapa yang mandi di malam-malam ke-17, 19, 21, dan 23 pada bulan Ramadan, yang dimungkinkan datangnya Lailatul Qadar di antara malam-malam itu, maka ia akan bersih dari dosa seperti baru dilahirkan ke dunia dari rahim seorang ibu.” Mengenai waktu yang tepat untuk mandi menyambut Lailatul Qadar, Allamah Majlisi menjelaskan, “Mandi untuk malam-malam tersebut lebih baik dilakukan ketika terbenamnya matahari, di mana shalat magrib dilakukan setelah mandi.”

 

Di antara amalan lain malam Lailatul Qadar adalah menunaikan shalat dua rakaat. Dalam setiap rakaat, kita membaca surat al-Ikhlas sebanyak tujuh kali setelah surat al-Fatihah, dan sesudah salam, kita membaca kalimat zikir berikut, استغفرالله و اتوب الیه sebanyak 70 kali.

 

Lailatul Qadar adalah malam diturunkannya al-Quran, malam untuk keintiman dengan al-Quran, dan malam untuk merenungkan dan mengamalkan kitab suci tersebut. Al-Quran diturunkan ke lubuk hati Nabi Muhammad Saw pada malam yang mulia itu. Pada bulan Ramadan, orang-orang mukmin memperbanyak membaca al-Quran dan membangun hubungan yang lebih dekat dengan firman Tuhan serta mengambil berkah dari hidangan langit ini. Oleh karena itu, salah satu amalan yang sangat dianjurkan pada malam Lailatul Qadar adalah membaca al-Quran. Sebaik-baiknya zikir pada malam Lailatul Qadar adalah membaca al-Quran, khususnya membaca surat Yasin, al-Ankabut, Rum, dan ad-Dukhan yang memiliki keutamaan khusus.

 

Dalam membaca al-Quran, poin pertama yang perlu diperhatikan adalah mengambil ilham dari kitab suci itu untuk memperkuat pemikiran dan iman, mengenal awal mula penciptaan dan hari akhir, menemukan jalan kebahagiaan dan keberuntungan, dan mendekatkan diri kepada Allah Swt. Imam Ali as berkata, “Tidak ada kebaikan dalam ibadah tanpa ilmu dan dalam membaca al-Quran tanpa bertadabbur.” Selain membaca dan bertadabbur, orang-orang mukmin juga meletakkan al-Quran di atas kepala mereka. Kaum Muslim meletakkan al-Quran di atas kepala mereka dan memperbaiki janji suci mereka untuk kehidupan yang lebih baik.

 

Keberkahan malam Lailatul Qadar juga semakin bertambah dengan mengingat dan mengenang sosok Imam Ali as. Pada malam 19 Ramadan, salah seorang anggota Khawarij menghujamkan pedangnya ke kepala Imam Ali as ketika beliau sedang sujud dalam shalatnya. Imam Ali as pada saat itu berkata, “Demi Tuhan pemilik Ka’bah, aku telah beruntung.” Pengorbanan yang dipersembahkan Ali untuk Islam dapat disaksikan dalam semua sisi kehidupannya. Perang Khandak adalah saksi nyata dari pengorbanan besar yang dipuji oleh Rasulullah Saw.

 

Setelah kepalanya ditebas dengan pedang oleh Ibnu Muljam, Ali as berkata kepadanya, “Wahai Ibnu Muljam, apakah aku tidak bersikap lembut kepadamu?...apakah aku pemimpin yang buruk untukmu sehingga engkau membalasku seperti ini?” Pada saat itu, Imam Ali as menatap putranya, Hasan as dan berkata, “Wahai anakku. Bersikaplah dengan lembut terhadap tawananmu ini…. Kita adalah Ahlul Bait rahmat. Berilah ia apa yang engkau makan dan engkau minum. Jika aku meninggal, maka laksanakanlah qisas dengan satu kali pukulan dan jika aku hidup, aku tahu apa yang harus aku lakukan dan aku lebih pantas untuk menjadi pemaaf.” Tiga hari kemudian pada subuh tanggal 21 Ramadan tahun 40 Hijrah, Imam Ali as meninggalkan dunia yang fana ini untuk selamanya.

 

Kepahlawanan dan kesetiaan Ali kepada Allah Swt dan Rasul-Nya tidak diragukan oleh siapapun. Nama Ali membuat gentar setiap musuh Islam. Gugurnya Imam Ali as memberikan pukulan besar bagi Islam dan kaum Muslim. Beliau adalah seorang khalifah yang sangat mulia, memimpin pemerintahan Islam dengan penuh keadilan dan menjadi orang terdepan dalam melawan kezaliman. Kemuliaan Imam Ali as bisa dilihat dalam catatan khutbah-khutbah beliau yang terkumpul dalam buku Nahjul Balaghah. Ucapan-ucapan Imam Ali as selalu penuh hikmah, panduan akhlak, dan makrifat irfani.

 

Di antara isi Nahjul Balaghah adalah wasiat Imam Ali as kepada putra-putranya, sebagai berikut. “Kalian dan keluargaku, serta siapa saja yang mendengar pesanku ini, aku mewasiatkan agar selalu bertakwa dan displin dalam setiap pekerjaan kalian. Peliharalah anak-anak yatim, berbuat baiklah kepada tetangga, sebagaimana yang dulu juga dipesankan oleh Rasulullah sampai-sampai beliau mengira para tetangga akan saling mewarisi. Janganlah menjauh dari al-Quran dan jangan biarkan orang lain mendahului kalian dalam mengamalkan al-Quran. Dirikanlah shalat dengan sebaik-baiknya karena shalat adalah tiang agama.