Lintasan Sejarah 22 Juni 2019
-
22 Juni 2019
Ibnu Idris Al-Hilli, Ahli Fiqih Syiah Wafat 842 tahun yang lalu, tanggal 18 Syawal 598 HQ, Ibnu Idris al-Hilli, ahli fiqih Syiah meninggal dunia di usia 55 tahun .
Fakhruddin Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad bin Idris al-Hilli lahir di kota Hillah pada 543 HQ di kota Hillah, Irak. Ibnu Idris sejak kecil telah mempelajari ilmu-ilmu agama, khususnya al-Quran dan di masa mudanya telah menjadi seorang faqih hebat. Beliau meyakini bahwa berpikir merupakan kewajiban setiap manusia untuk memilih jalan yang benar. Barangsiapa yang tidak memanfaatkan nikmat ini, berarti ia telah kufur dan mengingkari nikmat-nikmat Allah Swt.

Para ulama sezaman dan setelah Ibnu Idris sangat memuji sikap dan keberanian beliau yang mampu menggerakkan fiqih Islam menuju kesempurnaannya. Satu abad sepeninggal Syaikh Thusi, seluruh ulama dan faqih Syiah menukil pendapat beliau. Bahkan boleh dikata pintu ijtihad tertentu pada tahapan tertentu. Kondisi ini terus berlanjut hingga Ibnu Idris keluar dari lingkaran taklid dan menjadi mujtahid.
Ibnu Idris memiliki banyak karya ilmiah yang sangat berharga dan yang paling terkenal adalah buku al-Sarair. Buku ini merupakan karya jenius dan baru di dunia fiqih masa itu dan kekuatan isinya masih terus diperbincangan hingga kini. Selain memuat tema-tema penting fiqih, buku ini juga memuat hadis-hadis pilihan Ibnu Idris dan membuat nilai hadis menjadi penting.
Hari Jadi Jakarta
Tanggal 22 Juni diperingati sebagai hari ulang tahun kota Jakarta.

Sejarah berdirinya Kota Jakarta dimulai ketika Fatahillah berhasil mengusir Portugis dari Pelabuhan Sunda Kelapa pada 22 Juni 1527.
DKI Jakarta merupakan ibu kota negara Indonesia dan merupakan kota metropolitan. Selain sebagai pusat pemerintahan, Jakarta juga merupakan pusat bisnis dan keuangan. Jakarta merupakan salah satu kota di Asia dengan jumlah masyarakat kelas menengah cukup besar.
Pada 2009, 13% masyarakat Jakarta berpenghasilan di atas US$10 ribu per bulan. Jumlah itu menempatkan Jakarta sejajar dengan Singapura, Shanghai, Kuala Lumpur, dan Mumbai.
Imam Khomeini ra Memberhentikan Bani Sadr dari Presiden
38 tahun yang lalu, tanggal 1 Tir 1360 HS, Imam Khomeini ra mencopot Bani Sadr dari presiden setelah parlemen menyepakati mosi tidak percaya atasnya.

Setelah perselisihan antara para pejabat Iran dengan Bani Sadr, Presiden Iran yang berkhianat, begitu juga ketidakmampuannya dalam mengelola perang dan sikap-sikapnya melawan Revolusi Islam, Imam Khomeini pada 20 Khordad 1360 HS setelah bermusyawarah dengan para pejabat tinggi Iran lainnya membatalkan jabatannya sebagai Panglima Tertinggi Militer yang juga wakil Wali Faqih. Sikap Imam ini direaksi secara negatif oleh Bani Sadr dan menunjukkan tidak peduli dengan keputusan Imam. Masalah ini membuat para anggota parlemen mengusulkan draf ketidaklayakan politik Banis Sadr.
Menyusul rencana ini, para pendukung Bani Sadr melakukan walk out dari parlemen dan berusaha agar rencana ini tidak diterima oleh parlemen, tapi akhirnya anggota parlemen pendukung garis Imam pada 31 Khordad 1360 HS menyepakati draf ketidaklayakan politik Bani Sadr. Keputusan ini kemudian diserahkan kepada Imam dan keesokan harinya, 1 Tir 1360 HS, Imam Khomeini ra dalam sebuah pesannya memberhentikan Bani Sadr dari jabatan presiden.
Dalam pesannya Imam mengatakan, "Setelah suara mayoritas anggota parlemen menyepakati ketidaklayakan politik Bani Sadr, saya memberhentikannya dari jabatan presiden."
Sementara Bani Sadr yang mulai ketakutan akan ditangkap dan diadili, ia berusaha menyembunyikan dirinya selama lima pekan dan setelah itu dengan berpakain perempuan membajak sebuah pesawat Iran. Dengan demikian pada 7 Mordad 1360 HS, Bani Sadr berhail melarikan diri ke Perancis dan melakukan rongrongan terhadap Iran dari sana bersama kelompok Munafikin.