Lintasan Sejarah 6 Mei 2020
Hari ini, Rabu tanggal 6 Mei 2020 yang bertepatan dengan penanggalan Islam 12 Ramadhan 1441 Hijriah Qamariah. Sementara menurut kalender nasional Iran, hari ini tanggal 17 Ordibehesht 1399 Hijriah Syamsiah. Berikut ini peristiwa bersejarah yang terjadi di hari ini di tahun-tahun yang lampau.
Ibnu Al-Jauzi Meninggal
844 tahun yang lalu, tanggal 12 Ramadan 597 HQ, Ibnu al-Jauzi, seorang ulama fiqih, hadis, dan sejarah abad ke-6 Hijrah, meninggal dunia di kota Bagdad.
Ibnu al-Jauzi dilahirkan pada tahun 510 Hijriah dan menghabiskan sebagian besar umurnya untuk menuntut ilmu dan menulis buku. Selain menguasai bidang fiqih dan hadis, Ibnu al-Jawzi juga mahir dalam berkhutbah, sehingga menjadi kepercayaan dari para ulama di zamannya.
Karya tulis Ibnu al-Jawzi mencapai 200 jilid dan yang terkenal di antaranya berjudul "al-Muntazhim" dan "Mawa'izh al-Muluk".
Tentara AS di Filipina Menyerah Kepada Jepang
78 tahun yang lalu, tanggal 6 Mei 1942, seluruh tentara AS di Filipina menyerah tanpa syarat kepada pasukan Jepang di bawah pimpinan Jenderal Homma.
Pasukan AS di Filipina yang dikomandani Letjen Wainwright, saat itu berada di Pulai Corregidor yang merupakan satu-satunya basis Sekutu di Filipina yang masih bertahan. Namun, ketika tentara Jepang akhirnya mencapai pantai utara pulau itu, Letjen Wainwright memutuskan untuk menyerah karena kondisi pasukannya yang memburuk.
Sejumlah 11.500 tentara Sekutu digiring Jepang ke penjara di Manila dan ditahan hingga tahun 1945 ketika Jepang menyerah kepada Sekutu.
Mehrdad Avesta, Penyair Iran Wafat
29 tahun yang lalu, tanggal 17 Ordibehesht 1370 HS, Mehrdad Avesta meninggal dunia di usia 63 tahun.
Mohammad Reza Rahmani yang lebih dikenal dengan nama Mehrdad Avesta, anak Mohammad Sadegh, penyair komtemporer Iran, lahir pada 1306 Hs di kota Boroujerdi. Ia menyelesaikan pendidikan dasarnya di kota kelahirannya. Setelah menyelesaikan S1 di bidang filsafat, ia diangkat sebagai pengajar.
Mehrdad Avesta melakukan perjuangan politiknya bertahun-tahun sebelum kemenangan Revolusi Islam Iran. Pada kumpulan syairnya dan juga di buku "Tirana", ia menggunakan nada keras saat mengritik rezim Shah. Avesta membaca puisi indah tentang Revolusi Islam dan juga ketika memuji Imam Khomeini.
Avesta banyak melakukan penelitian terhadap puisi para penyair besar seperti Hafez, Khaqani dan sastra legenda dunia. Ia punya kelebihan luar biasa dalam membaca pelbagai bentuk puisi, khususnya kasidah. Ia pasca Revolusi Islam Iran menjabat sebagai penasihat budaya presiden Iran. Di tahun-tahun terakhir dari usianya, Avesta diangkat sebagai Kepala Dewan Puisi Kementerian Budaya dan Bimbingan Islam.
Penyair besar Iran ini meninggalkan karya-karya besar di bidang puisi dan roman seperti Imam, Hamaseh Digar dan Karavan Rafteh.